WWF, Ajang Bisnis para Kapitalis

wwf, ajang bisnis para kapitalis

Sejatinya WWF yang digadang-gadang mampu menyolusi krisis air di dunia hanyalah sebuah mantel untuk menjadikan air sebagai ladang bisnis untuk meraih keuntungan.

Oleh. Siti Komariah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-World Water Forum (WWF) ke-10 telah usai diselenggarakan di Nusa Dua, Denpasar, Bali, pada Jumat, 24 Mei 2024.  Forum ini merupakan forum internasional terbesar yang melibatkan berbagai negara untuk membahas sesuatu hal yang berkaitan dengan sektor air global.

Dilansir dari katadata.co.id, (24-05-2024), penyelenggaraan World Water Forum (WWF) ke-10 menghasilkan kesepakatan untuk 113 proyek air yang senilai dengan US$9,4 miliar atau setara Rp150,7 triliun dengan menggunakan kurs Rp16.033 per dolar AS. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono mengungkapkan bahwa proyek ini membahas tentang percepatan penyediaan air minum bagi tiga juta rumah tangga dan proyek pengelolaan air limbah domestik bagi 300 ribu rumah tangga.

Basuki juga mengatakan bahwa dalam WWF ke-10 ini telah mendeklarasikan 3 poin penting, yaitu sebagai berikut:

Pertama, adanya pengusulan Hari Danau Sedunia atau World Lake Day.  Hal ini sebagai bentuk utama penjagaan akan kelestarian danau di seluruh dunia.

Kedua, pendirian Center of Excellence. Hal ini dilakukan untuk membentuk ketahanan air dan iklim guna mengembangkan kapasitas, knowledge sharing, dan pemanfaatan fasilitas yang unggul.

Ketiga, mengangkat adanya isu tentang pengelolaan sumber daya air di bagian pulau-pulau kecil agar mereka bisa mendapatkan air bersih.

WWF Jadi Ajang Bisnis

Proyek WWF yang telah diselenggarakan di Nusa Dua, Denpasar seakan menjadi angin segar bagi masyarakat. Bagaimana tidak, proyek ini digadang-gadang akan membawa kemaslahatan bagi masyarakat yakni terpenuhinya air bersih dalam ranah domestik (rumah tangga). Air pun nantinya akan didapatkan dan dinikmati dengan mudah dan berkesinambungan.

Namun, faktanya air tersebut tidak didapatkan oleh masyarakat secara gratis. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat harus merogoh kocek dalam-dalam untuk mendapatkan air demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dalam artian, setiap masyarakat yang ingin mendapatkan air harus membayarnya, entah itu per minggu, per bulan, ataupun per tahun.

Sejatinya WWF yang digadang-gadang mampu menyolusi krisis air di dunia hanyalah sebuah mantel untuk menjadikan air sebagai ladang bisnis untuk meraih keuntungan. Adanya WWF justru makin mengentalkan kapitalisasi di sektor air. Bagaimana tidak, dalam forum tersebut air justru dikuasai oleh pihak tertentu saja, bukan oleh masyarakat. Proyek ini justru menjadikan para pemilik modal, baik itu pengusaha maupun investor yang akan mendapatkan keuntungan besar, sedangkan rakyat tetap saja menjadi tumbal untuk mendapatkan keuntungan tersebut. 

Kapitalisme dalam WWF

Tujuan dari terbentuknya WWF memang terdengar baik bagi sektor air di dunia. Namun, tujuan tersebut nyatanya hingga kini tidak terealisasi dengan baik sejak didirikannya pada tahun 1997 lalu. Hal ini akibat WWF didominasi dengan sistem hidup kapitalisme. Sistem hidup yang hanya memandang segala hal untuk mendapatkan keuntungan, termasuk penyediaan air bersih bagi masyarakat bukan riayatul suunil ummah. Sejatinya penyediaan air bersih merupakan tanggung jawab negara sebab air merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang sangat vital.

Sistem kapitalisme tidak mampu memberikan solusi tuntas terhadap problematika manusia, termasuk krisis air bersih. Lihat saja, pada problem ini penguasa hanya fokus pada sektor hilir saja dan abai terhadap sektor hulu. Sementara itu, pangkal masalah krisis air ada pada sektor hulu, seperti pembangunan infrastruktur yang abai terhadap kelestarian lingkungan, penggundulan hutan yang menyebabkan sumber air menipis, izin penambangan yang menyebabkan terjadinya pencemaran air, dan kegiatan lainnya.

Sayangnya, program pemerintah diarahkan kepada sektor hilir yang justru membutuhkan dana fantastis. Alhasil, penguasa lagi-lagi akan menggandeng swasta untuk dapat menjalankan programnya. Ketika proyek dibiayai oleh pengusaha ataupun investor jelas akan berasas pada untung rugi, bukan kemaslahatan masyarakat. Sebagaimana WWF bukan menjadi solusi justru makin menjadi beban bagi rakyat.

Di sisi lain, sistem kapitalisme terkenal dengan ide kebebasan. Tidak ada aturan tentang harta milik umum, milik individu, dan harta milik negara secara jelas. Yang bermain adalah kekuasaan dan materi. Siapa saja yang memiliki modal, merekalah yang bisa mendapatkan apa pun yang mereka inginkan, termasuk air yang sejatinya adalah harta milik umat.

Pandangan Islam

Dalam pandangan Islam, air termasuk dalam harta milik umum. Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah, "Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal: air, padang, dan api." (HR. Abu Dawud). Dalam pandangan syariat Islam, ketika harta tersebut masuk dalam kepemilikan umum maka harta tersebut haram untuk diswastanisasi atau diprivatisasi. Hal ini juga kian jelas dengan sabda Rasulullah, "Janganlah kalian menjual kelebihan air karena Rasulullah telah melarang menjual air." (HR. Ahmad).

Dalam hadis tersebut tampak jelas bahwa air  merupakan harta yang boleh dimanfaatkan oleh siapa pun. Air tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta atau asing untuk diperjualbelikan kepada masyarakat. Sedangkan negara dalam kondisi ini pun tidak boleh mencari keuntungan. Ia hanya bertugas untuk mengelola sumber air untuk kebutuhan hidup rakyatnya. Negara berkewajiban menjamin terpenuhinya air bersih bagi tiap-tiap individu rakyatnya, baik di pelosok desa maupun di kota, semua berhak untuk memperoleh air bersih.

Kemudian, untuk menjaga kelestarian lingkungan dan agar tidak terjadi krisis air yang berkelanjutan seperti saat ini, negara akan mengedukasi masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Selain itu, pembangunan infrastruktur dan pengelolaan tambang sangat memperhatikan kelestarian lingkungan, bukan sekadar mengejar materi atau keuntungan sebab prinsip pembangunan dalam Islam adalah kemaslahatan rakyat.

Khatimah

WWF hanya akan menjadi seremonial setiap tahunnya jika masih bersandar pada sistem hidup kapitalisme. Ini karena asas kapitalisme hanya mencari keuntungan bagi segelintir orang. Sedangkan kemaslahatan rakyat menjadi nomor sekian.

Sudah saatnya masyarakat sadar bahwa sistem hidup yang benar ada pada Islam yang diterapkan secara kaffah dalam segala sendi kehidupan umat manusia. Islam mampu menyelesaikan segala problem yang membelit manusia, termasuk problem krisis air tersebut. Wallahua'lam bishawab []

#MerakiLiterasiBatch1
#NarasiPost.Com
#MediaDakwah

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Siti Komariah Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Eyes On Palestine
Next
Haji Tapi Miskin, Begini Caranya!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram