Program perumahan rakyat dari pemerintah seharusnya bisa dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dengan kemampuan yang beragam.
Oleh. Ar. Vidya Spaey Putri Ayuningtyas, S.T., MaHS, IAI.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Harga rumah makin melambung, harapan rakyat untuk memiliki rumah idaman pun harus melayang. Peningkatan harga rumah telah dipacu oleh berbagai macam alasan. Pertama, ledakan jumlah penduduk dan migrasi yang cepat sehingga membuat permintaan atas rumah makin meningkat, padahal ketersediaan tanah relatif tetap bahkan berkurang akibat bencana. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya housing backlog atau housing shortage. Housing shortage adalah kelangkaan atau kekurangan rumah yang terjadi ketika permintaan akan rumah melebihi pasokan yang ada. Hal ini banyak terjadi terutama di pusat-pusat kota atau urban dan suburban. Pembangunan rumah vertikal seperti program 1.000 menara pun belum sanggup memecahkan kesenjangan antara jumlah rumah yang telah dibangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan penduduk.
Housing backlog juga terjadi karena pasokan perumahan tidak bertemu dengan permintaan atas rumah. Banyak perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) atau rusun bersubsidi yang kosong dan akhirnya rusak. Ini karena banyak dari masyarakat Indonesia yang tidak memiliki penghasilan tetap, padahal untuk bisa mendapatkan kredit perumahan dibutuhkan banyak syarat yang sering sulit dipenuhi oleh kemampuan masyarakat Indonesia yang beragam. Adanya iuran rutin seperti listrik, air, dan lainnya pada unit apartemen dan perumahan membuat sebagian masyarakat harus menyerah untuk mempertahankan unit rumah.
Selain itu, disparitas pendapatan, kemiskinan, pengangguran, dan masalah ekonomi lain menghambat kemampuan masyarakat untuk memiliki rumah. Pembangunan perumahan rakyat oleh pemerintah seharusnya bukan hanya terjangkau oleh sebagian masyarakat berpenghasilan tetap, tetapi juga menjangkau seluruh masyarakat Indonesia. Sayangnya, birokrasi yang rumit dan berbelit sering menghasilkan “pembangunan duplikasi standar" dan sering menggagalkan banyak terobosan.
“Pembangunan Duplikasi Standar" atau "Pembangunan Seragam Prototipe" adalah proses konstruksi yang menggunakan desain prototipe yang sama secara berulang tanpa modifikasi atau penyesuaian khusus. Seperti salah satunya adalah unit apartemen yang terlalu kecil dan aturan yang terlalu ketat sehingga tidak sesuai dengan rata-rata jumlah anggota keluarga di Indonesia dan fungsi rumah bagi setiap keluarga. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya yang memiliki home business dan terlebih home industry, rumah memiliki fungsi sebagai hunian dan sekaligus melakukan aktivitas ekonomi. Masih banyak alasan lainnya yang memperburuk masa depan perumahan rakyat, seperti perencanaan dan pengelolaan perumahan yang buruk dan keterbatasan sumber daya alam, material, manusia, dan ahli konstruksi.
Tren Kepemilikan Rumah di Berbagai Negeri
Sebuah artikel ilmiah yang berjudul Tinjauan Tren Penelitian Perumahan Bagi Generasi Milenial Berdasarkan Tinjauan Pustaka Sistematis (Slr) dengan Memanfaatkan Prisma menunjukkan kemiripan tren di seluruh dunia. Kesulitan generasi milenial di seluruh dunia untuk mengakses perumahan menjadi perdebatan, diskusi, dan pertanyaan di beberapa penelitian. Tren penelitian perumahan bagi generasi milenial meningkat tajam dalam 10 tahun terakhir (2013-2023).
Lebih dari itu, generasi milenial sering disebut sebagai generation rent atau generasi sewa, generation share atau generasi berbagi, dan generation digitalize atau generasi digital karena penurunan kepemilikan rumah dan peningkatan sewa dan berbagi rumah. Generasi "pemilik rumah" dengan cepat beralih ke generasi "sewa rumah untuk berbagi". Ini banyak ditemui pada milenial di beberapa negara maju. Mereka menyewa apartemen dari pemilik lalu berbagi unit dengan teman atau penyewa lainnya.
Aspirasi generasi untuk membeli rumah pertama mengalami penurunan pada era ini dikarenakan perubahan hubungan antara sikap dan perilaku setelah krisis keuangan. Berbeda dengan beberapa negara-negara yang menujukkan tren penurunan kepemilikan rumah, Cina justru mencapai tingkat kepemilikan properti ganda yang sangat tinggi dalam waktu kurang dari tiga dekade, sebagian besar disebabkan oleh faktor kelembagaan, budaya, dan sosial ekonomi.
Generasi tahun 1980–1996 atau generasi milenial di Cina mencapai tingkat kepemilikan rumah yang sangat tinggi dengan dukungan besar dari orang tua. Transfer kekayaan justru bermanfaat bagi anak laki-laki yang kurang sukses, jumlah saudara kandung sedikit, hubungan orang tua-anak yang baik, risiko pernikahan yang lebih rendah, dan komitmen yang besar untuk mendukung orang tua mereka yang lanjut usia. Dibandingkan dengan negara lainnya, kelompok muda di Cina memasuki kepemilikan rumah yang meningkat pada usia yang lebih muda meskipun harga rumah meningkat.
Banyak faktor yang memengaruhi waktu pembelian rumah pertama, antara lain latar belakang orang tua, individu dari keluarga dengan satu anak cenderung menjadi penerima bantuan orang tua untuk memiliki rumah. Namun, peningkatan transmisi antargenerasi memperburuk ketimpangan perumahan horizontal di Cina. Pengalaman umum mengenai ketidakamanan dan kesulitan keuangan yang dihadapi generasi milenial ditemukan dalam hal perumahan dan pekerjaan. Meskipun demikian, dukungan orang tua dan kesenjangan antargenerasi dipandang positif oleh generasi milenial.
Terdapat beberapa contoh peran orang tua dalam memberikan dukungan pada milenial, antara lain hadiah uang dan pinjaman hingga bantuan hipotek dan deposito sewa hingga dukungan nonfinansial. Beberapa orang tua mengizinkan anak-anak mereka yang sudah dewasa untuk tinggal di rumah keluarga guna menabung untuk masa depan.
Gelandangan dan Negeri Pemimpin Dunia
Adanya inflasi yang besar-besaran di Amerika Serikat membuat masyarakat Amerika Serikat makin sulit untuk mengakses kebutuhan dasar, salah satunya adalah rumah. Jumlah gelandangan di Amerika Serikat mencapai rekor yang cukup tinggi dengan total sekitar 653.000 jiwa. Angka ini meningkat 12% dibandingkan sebelumnya, tercatat kenaikan terbesar sejak tahun 2007.
Adapun di Indonesia, walaupun Pancasila tertulis sebagai ideologi dari negeri ini, tetapi dalam praktiknya Indonesia lebih banyak menerapkan kebijakan kapitalisme. Banyak negara maju dan kaya yang menerapkan kebijakan dan strategi kapitalisme ternyata memiliki jumlah tunawisma yang besar. Lima negara yang memiliki gelandangan dan pengemis terbesar di dunia antara lain Filipina (4,5 juta jiwa), India (1,4 juta jiwa), Amerika Serikat (653 ribu jiwa), Rusia (64 ribu jiwa), dan Indonesia (3 juta jiwa). Jumlah ini diprediksi akan terus meningkat akibat gagal bayar dari budaya utang dan konsumerisme di peradaban kapitalisme ini. Selain itu, sebagai negara pemimpin dunia, Amerika Serikat telah banyak melakukan pengeboman permukiman penduduk di beberapa negeri dan menyebabkan banyak orang dan keluarga yang kehilangan rumah sehingga menjadi gelandangan dan pengungsi di tenda-tenda.
Program Rumah Murah Tidak Menjangkau Masyarakat
Program rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang diusung oleh Presiden Joko Widodo konon memungkinkan masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki hunian melalui skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi. Di sisi lain, banyak rumah dalam program ini yang mangkrak, rusak, dan ditumbuhi semak belukar. Beberapa pengamat mengungkapkan bahwa kualitas pembangunan yang rendah serta kurangnya infrastruktur mengakibatkan terbengkalainya rumah-rumah ini. Sebagian besar rumah tidak dihuni karena lokasinya yang kurang strategis dan fasilitas umum yang tidak memadai. Walaupun rumah murah bagi MBR terus diproduksi melalui kerja sama pemerintah dengan berbagai pihak, penyediaan perumahan ini sering tidak sesuai dengan permintaan dan kemampuan pengguna atau masyarakat. Pelaksanaan program ini perlu evaluasi dan perbaikan agar tercapai tujuannya.
https://narasipost.com/opini/12/2023/rumah-kebutuhan-pokok-wajib-dipenuhi/
Program perumahan rakyat dari pemerintah seharusnya bukan sekadar murah dengan fasilitas seadanya. Program perumahan rakyat dari pemerintah seharusnya juga bukan sekadar terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan tetap saja, tetapi mampu dijangkau seluruh lapisan masyarakat dengan kemampuan yang beragam. Memberikan kemudahan bagi masyarakat dengan beragam mekanisme agar semua rumah kosong itu dapat terisi sebelum rusak adalah satu terobosan dari banyak terobosan yang bisa dilakukan pemerintah.
Budaya Sewa pada Agenda World Economic Forum 2030
Video World Economic Forum 2016-2017 menyatakan dengan jelas dukungan terhadap budaya sewa daripada membeli dan memiliki sesuatu untuk menyongsong 2030. "You'll Own Nothing, and You'll Be Happy" adalah visi agenda berdasarkan masukan dari anggota-anggota yang tergabung dalam Global Future Council yang merupakan bagian atau komunitas dari World Economic Forum.
Namun, banyak pihak yang merasa skeptis dan meragukan apakah niat utama para elite global ini benar-benar untuk mengurangi sampah dan menyelamatkan dunia atau propaganda ini dibuat untuk mengendalikan sumber daya dan meningkatkan keuntungan mereka sendiri. Kritikus berpendapat bahwa model ini bisa memperburuk ketimpangan ekonomi dan mengurangi kebebasan individu dalam memiliki aset. Dalam konteks ini, penting untuk terus mengamati perkembangan dan dampak nyata dari agenda-agenda tersebut. Apakah model sewa benar-benar membawa manfaat lingkungan yang signifikan, ataukah hanya alat baru bagi para elite untuk mengontrol lebih banyak aspek kehidupan masyarakat?
Di satu sisi, agenda ini tampak baik untuk mengurangi sampah dan menjaga alam, tetapi di sisi lain, propaganda satu arah yang terus dikumandangkan oleh WEF ini dibuat agar masyarakat tunduk pada rencana para elite global. Hal ini ditunjukkan dengan penutupan kolom komentar dari saluran YouTube WEF bagi masyarakat untuk berdiskusi dan mengkritisi kebijakan dan agenda secara terbuka. Apapun alasan di balik penutupan kolom komentar ini menunjukkan bahwa mereka tidak menginginkan diskusi dua arah dan hanya ingin menyampaikan agenda mereka dalam bentuk propaganda.
Tujuan pendirian WEF adalah membentuk agenda global. Dengan kata lain, negara, pengusaha, tokoh, dan pemimpin dunia diminta untuk tunduk dan ikut mendukung agenda global jika ingin mendapatkan dukungan keuangan dan investasi. Lebih dari itu, pengamatan lebih jauh dan detail akan mendapati bahwa banyak kepemilikan dan perusahaan yang memberikan persewaan akan bersimpul pada investor-investor dan perusahaan milik AS. Mereka seolah-olah merupakan pemerintah bayangan yang menguasai global, sedangkan beberapa negeri hanya menjadi pajangan atau suruhan belaka.
Ketika Islam Kembali Memimpin Peradaban Dunia
Islam mengatur kepemilikan dengan prinsip bahwa semua rezeki pada hakikatnya berasal dari Allah Swt. dan manusia diberi wewenang sebagai khalifah di muka bumi untuk mengelola harta tersebut sesuai dengan hukum syariat. Islam juga membagi kepemilikan menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu adalah hak milik pribadi atas harta benda yang diperoleh secara halal. Kepemilikan umum adalah harta yang dimiliki bersama oleh masyarakat, seperti air, padang rumput, dan api. Adapun kepemilikan negara adalah harta yang dikelola oleh negara untuk kemaslahatan umum.
Islam tidak melarang bahkan melindungi adanya kepemilikan pribadi, hanya saja kepemilikan pribadi pun diatur batasan dan ukurannya. Sedangkan pada sistem ekonomi kapitalisme, kepemilikan pengusaha dan investor yang tergabung dalam pemerintah bayangan berjumlah tidak terbatas, sedangkan kepemilikan individu masyarakat sangat terbatas, itu pun hendak diambil pemerintah global melalui agenda dan propaganda sistem sewa.
Di bawah peradaban kapitalisme, semua dinilai secara ekonomi dan untung rugi sehingga pembangunan rumah bagi rakyat pun tidak lepas dari profit. Peradaban Islam mengakui adanya nilai materi, nilai kemanusiaan, nilai akhlak, dan nilai ruhiyah. Dengan mempertimbangkan konsep nilai tersebut, terobosan dan solusi perumahan rakyat yang komprehensif akan banyak lahir ketika Islam kembali memimpin dunia pada masa yang akan datang. Wallahua'lam bishawab.[]
#MerakiLiterasiBatch1
#NarasiPost.Com
#MediaDakwah