Apakah sudah demikian parah kemiskinan negeri ini? Hingga mayoritas masyarakat terbuai dengan janji makan gratis? Jawabannya ialah benar.
Oleh. Arum Indah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Program makan siang gratis yang menjadi andalan semasa kampanye pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka tampaknya akan beralih nomenklatur menjadi makan bergizi gratis. Setelah sebelumnya program makan siang gratis dicap sebagai program yang membebani APBN karena butuh anggaran dana yang cukup fantastis untuk merealisasikannya. Anggaran yang menggelembung ini dianggap hanya akan mengganggu porsi APBN yang lebih substansial.
Kritik tajam menghujani kebijakan yang dinilai minim perhitungan ini, sebab janji ini dicetuskan saat masih berada di panggung kompetisi. Hingga tak sedikit yang berkelakar bahwa inilah program yang berasal dari sesumbar sesaat. Rakyat pun seperti tak sudi didustai kembali, begitu ketok palu mengesahkan Prabowo-Gibran sebagai pemenang kompetisi, jutaan pasang mata siap menanti terealisasinya janji ini.
Ada pun perubahan nomenklatur makan siang gratis akan beralih menjadi “makan bergizi gratis”. Lalu apa sebenarnya yang membedakan dua nomenklatur ini? Apakah anggaran negara akan bisa lebih dihemat ketika terjadi perubahan nama program? Atau keriuhan ini hanyalah wujud dari kebingungan janji yang terlanjur terucap?
Alasan Perubahan Makan Siang Gratis
Prabowo Subianto mengatakan bahwa perubahan nomenklatur ini adalah hasil dari pengkajian yang telah dilakukan. Prabowo menilai bahwa jadwal pembelajaran yang berlangsung di sekolah sangat tidak fleksibel dengan jam pemberian makan siang gratis dan akan mengakibatkan para pelajar terlalu lama menunggu jam makan siang.
Fleksibilitas waktu menjadi hal yang menjadi pertimbangan bagi Prabowo untuk mengubah nomenklatur ini dan mereka mengeklaim tak ada alasan lain. Argumen ini tak serta merta diterima masyarakat karena masyarakat masih beranggapan sebenarnya pihak Prabowo masih bingung untuk menentukan titik final akan kebijakan program andalannya.
Alokasi Anggaran APBN
Banyaknya pihak yang menilai program ini membebani APBN membuat masyarakat bertanya-tanya, dari mana sebenarnya dana yang akan digunakan untuk penyediaan makan bergizi gratis ini.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani yang kerap didesak untuk menjelaskan program Prabowo ini memberi tanggapan bahwa pihaknya telah menyiapkan postur APBN terbaik untuk pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran. Namun, Sri Mulyani tetap tak menyebutkan dari mana asal anggaran program makan gratis ini. “Kami memberikan kerangka besar, amplop besar, ini APBN yang akan kami siapkan untuk pemerintahan baru,” ujarnya. (detik.com, 30-5-2024)
Berbeda dengan Sri Mulyani, Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda justru menaruh curiga bahwa anggaran program makan siang gratis ini berasal dari anggaran biaya pendidikan. “Saya pada posisi curiga dan masih perlu pembuktian. Bisa jadi anggaran makan gratis diambil dari dana pendidikan,” ujar Syaiful kepada media. Kecurigaannya dilandasi karena informasi yang dia dapatkan dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi mengatakan bahwa anggaran pendidikan di RAPBN 2025 tidak mengalami perubahan. (Kompas.com, 29-5-2024)
Kapitalisme Enggan Berkorban untuk Rakyat
Dalam kapitalisme, pelayanan negara terhadap umat dianggap sebagai beban, bukan kewajiban. Kapitalisme tidak akan pernah mungkin dan tidak akan pernah mau berkorban untuk rakyatnya. Apalagi sampai memberikan anggaran yang begitu besar bagi rakyatnya. Namun, untuk mengelabui umat dan agar kapitalisme dianggap masih memiliki hati, kapitalisme pun mengemasnya dengan pemberian subsidi yang akan diberikan kepada rakyat. Lalu, dengan pongahnya kapitalisme akan mengeklaim bahwa itu adalah wujud kepedulian mereka terhadap rakyat. Padahal, subsidi bukan bentuk kepedulian, melainkan bentuk kelalaian pemerintah akan tanggung jawabnya. Padahal rakyat tak harus disubsidi, tapi harus diriayahi.
Pemerintah harusnya melayani dengan sepenuh hati rakyat yang dipayunginya dan berusaha memberikan fasilitas terbaik bagi rakyat. Agar jargon melayani dengan sepenuh hati tak hanya menjadi penghias spanduk di lembaga tertentu.
Ada beberapa opsi yang bisa dilakukan pemerintah untuk merealisasikan kebijakan makan bergizi gratis ini, di antaranya:
Pertama, realokasi dana APBN. Kemungkinan besar pos subsidi pemerintah kepada rakyat yang harus terpaksa dipangkas untuk merealisasikan program ini.
Kedua, penyunatan anggaran untuk program-program unggulan Jokowi, salah satunya pembangunan IKN (Ibu Kota Negara) yang harus tertunda.
Ketiga, menyediakan anggaran mandiri untuk program makan siang gratis ini.
Dari ketiga opsi di atas, sudah barang tentu pemerintah tidak akan pernah mau menyunat anggaran program-program unggulan mereka. Mereka akan berfokus pada opsi satu dan tiga. Jika opsi satu yang terpilih, maka bersiaplah dengan kenaikan-kenaikan harga sektor yang anggaran subsidinya dikurangi. Andai opsi tiga pun yang dipilih, tentu tetap akan terjadi kenaikan biaya di beberapa sektor, apakah itu sektor pajak atau justru pemerintah akan membuka keran dana baru lagi dari masyarakat.
Ya. Ending-nya adalah tak pernah ada makan siang gratis atau makan bergizi gratis. Yang ada hanyalah penambahan beban kepada masyarakat untuk membiayai program makan gratis bagi mereka sendiri.
Islam Solusi Pasti
Perkara makan gratis sebenarnya bukan hal yang sulit untuk diwujudkan di dalam Islam. Semua mudah dan tanpa membebani masyarakat. Mengapa bisa demikian? Postur APBN Khilafah telah menjamin terealisasinya segala keperluan pelaksanaan pendidikan. Andai makan gratis menjadi program penting bagi dunia pendidikan, Khilafah tidak perlu menggali lubang dana lain untuk merealisasikannya. Sebab, pos dananya sudah ada dan memang hanya diperuntukkan untuk kegiatan pendidikan.
Pos dana tersebut berasal dari pengelolaan SDA milik umat, yang dikelola oleh negara dengan sebaik-baiknya pengelolaan dan hasilnya akan disalurkan seluruhnya untuk umat.
https://narasipost.com/opini/03/2022/stunting-bukan-sekadar-masalah-gizi/
Lihatlah bagaimana kayanya SDA negeri ini dan pikirkanlah berapa besar kekayaan yang akan dimiliki masyarakat negeri ini jika semuanya dikelola dengan syariat Islam. Bukan hanya program makan yang akan gratis di sekolah, tapi biaya pendidikan pun bisa gratis untuk seluruh jenjang pendidikan.
Lalu, apa sebenarnya yang masih diharapkan umat dari sistem kapitalisme saat ini? Tidakkah firman Allah dalam surah Al-Maidah ayat 50 hendaknya menjadi pelajaran dan pembelajaran bagi umat. Allah berfirman:
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
Artinya: “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah bagi mereka yang yakin?”
Khatimah
Program makan bergizi gratis harusnya tak hanya diwujudkan dalam program pendidikan saja, melainkan harus program sehari-hari. Pemerintah harusnya wajib menjamin kebutuhan bergizi dalam makan harian seluruh warganya. Pemerintah harus memampukan seluruh warganya untuk memenuhi kebutuhan primer termasuk pangan bergizi. Namun, sekali lagi, kondisi ini tidak akan pernah terwujud dalam sistem kapitalisme. Sebab, kapitalisme tidak akan pernah mau meriayah warganya.
Apakah sudah demikian parah kemiskinan negeri ini? Hingga mayoritas masyarakat terbuai dengan janji makan gratis? Jawabannya ialah benar. Kondisi kemiskinan negeri ini sudah demikian parah, hingga untuk perkara makan gratis pun menjadi badai polemik yang tak kunjung selesai.
Sudah cukup kita menderita akibat sistem yang tak manusiawi ini, sekarang saatnya kita mencampakkan kapitalisme dan menggantinya dengan sistem yang berasal dari Allah Sang Pencipta, yaitu sistem Islam. Maka kita harus menerapkan Islam secara kaffah di bawah payung Khilafah Islamiah yang akan membawa berkah bagi seluruh alam.
Wallahu’alam bishowab. []