APBN dalam Khilafah

APBN dalam Khilafah

Kesempurnaan APBN dalam Khilafah telah terbukti mampu menutupi segala pembiayaan dan pengeluaran negara tanpa harus berutang ke luar negeri.

Oleh. Arum Indah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-APBN merupakan singkatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang berarti rencana keuangan tahunan pemerintah yang disetujui oleh para Dewan Perwakilan Rakyat. APBN memuat daftar sistematis dan terperinci mengenai rencana penerimaan dan pengeluaran negara dalam satu tahun anggaran (1 Januari-31 Desember).

Sumber keuangan APBN dalam negara kapitalisme adalah rakyat. APBN ditetapkan oleh undang-undang dan harus dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi APBN meliputi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.

APBN terdiri dari:

  1. Anggaran pendapatan, meliputi penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah.
  2. Anggaran belanja, meliputi pembiayaan untuk penyelenggaraan tugas pemerintah pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
  3. Pembiayaan, meliputi pengeluaran yang harus dibayar kembali atau penerimaan yang harus diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun selanjutnya.

Jika terjadi defisit atau pengeluaran yang lebih besar daripada penerimaan, maka akan dicari pembiayaan lain, baik berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Seluruh penerimaan dan pengeluaran ini akan terekam dalam satu rekening yang disebut dengan rekening Bendahara Umum Negara (BUN) di Bank Indonesia (BI). Jika pemerintah membuka rekening lain di BI atau bank yang lain, hal itu ditujukan untuk mengelola dana pinjaman luar negeri dan pengelolaan dana-dana tertentu.

APBN Indonesia

APBN Indonesia menganut sistem anggaran berimbang (balance budget) dan dinamis yang disusun dengan format T-Account yang terdiri dari aktiva dengan pasiva. Secara teknis, prinsip APBN ini adalah kesamaan antara jumlah pendapatan dan pengeluaran. Artinya, jumlah penerimaan sama besarnya dengan jumlah pengeluaran. Namun, secara praktik, keseimbangan ini sulit diterapkan secara absolut. Dalam pelaksanaannya, sering kali terjadi surplus atau defisit anggaran.

Apabila kondisi APBN surplus, maka diperlukan pengeluaran pembiayaan untuk penyerapan dana yang surplus. Namun, apabila APBN defisit, maka negara akan membuka keran penerimaan pembiayaan, baik berasal dari dalam negeri maupun luar negeri dalam bentuk pembiayaan utang atau pajak untuk menutupi defisit yang terjadi.

Faktanya, hampir setiap tahun APBN Indonesia selalu mengalami defisit, disebabkan pengeluaran pemerintah selalu lebih besar ketimbang penerimaan. Secara ilmu ekonomi, sebenarnya sangat tidak tepat jika APBN pemerintah diklaim menganut balanced budget, karena yang terjadi hampir selalu deficit budget. Besarnya pengeluaran yang dimiliki pemerintah, akhirnya membuat pemerintah menyeimbangkan neraca dengan cara penambahan utang dan menggenjot pajak.

Mekanisme Baku Penyusunan APBN Indonesia

Penyusunan APBN di dalam negara kapitalisme, termasuk Indonesia, yang harus melalui DPR dan kemudian disahkan dengan UU merupakan mekanisme baku. Dengan demikian, penerimaan dan pengeluaran dalam satu tahun anggaran berjalan termasuk alokasi-alokasinya bersifat tetap. Konsekuensinya, ketika UU APBN disahkan, maka penerimaan dan pengeluaran harus terealisasi, tidak boleh kurang atau lebih.

Kondisi ini membawa kepada dua konsekuensi.

Pertama, penerimaan negara yang mengacu pada dolar AS sangat rentan terhadap tingkat inflasi. Sehingga, jika dalam rentang tahun berjalan dan terjadi perubahan tingkat inflasi, maka APBN akan direvisi menjadi APBN-P. Kedua, pengeluaran yang bersifat tetap, mengakibatkan berapa pun besaran pendapatan negara harus tetap terserap habis untuk pembiayaan atau pengeluaran negara.

APBN Khilafah

Perlu diketahui bahwa Khilafah juga memiliki APBN. Hanya saja, APBN dalam Khilafah tidak dihitung setiap tahun. Pasalnya, penyusunan APBN dalam Khilafah tidak harus melalui perumusan bersama para anggota Majelis Umat. Melainkan, disusun berdasarkan ketetapan hukum syariat. Khalifah memiliki wewenang untuk menyusun APBN sendiri, pendapat Majelis Umat tidak bersifat mengikat.

Dengan mekanisme tersebut, APBN dalam Khilafah bersifat tetap dari sisi pemasukan dan pengeluarannya. Akan tetapi, alokasi anggaran tiap pos bersifat fleksibel.

Komponen APBN Khilafah

APBN dalam Khilafah akan ditangani oleh baitulmal. Baitulmal adalah lembaga yang mengurusi dan mencatat segala pemasukan dan pengeluaran Khilafah. Lembaga baitulmal pertama kali dibentuk seusai Perang Badar, pada saat itu kaum muslim berselisih atas masalah ganimah. Firman Allah dalam surah Al-Anfal ayat 1:

يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْاَنْفَالِۗ قُلِ الْاَنْفَالُ لِلّٰهِ وَالرَّسُوْلِۚ فَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاَصْلِحُوْا ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖوَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗٓ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu ya Muhammad, tentang pembagian harta rampasan perang, katakanlah, “harta rampasan perang itu milik Allah dan Rasul, maka bertakwalah kamu kepada Allah dan perbaikilah hubungan antaramu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu orang yang beriman.”

https://narasipost.com/opini/05/2024/apbn-di-sistem-kelam-membuat-negara-tenggelam/

Ayat di atas dan juga ketetapan hukum-hukum syariat lain tentang kepemilikan umum dan zakat, menjadi dasar penyusunan APBN dalam Khilafah.

APBN Khilafah terdiri dari dua bagian pokok, yaitu bagian yang berkaitan dengan harta yang masuk dan seluruh jenis harta yang dibelanjakan dan jenis harta yang harus dibelanjakan.

Bagian pertama terkait dengan pendapatan negara, di antaranya:

  1. Bagian fai dan kharaj. Meliputi harta yang tergolong fai bagi seluruh kaum muslim dan pemasukan sektor pajak yang diwajibkan bagi yang mampu saat pemasukan baitulmal tidak cukup untuk memenuhi anggaran yang bersifat wajib, baik pada saat krisis maupun tidak. Pos ini dikhususkan di suatu tempat dan tidak boleh dicampur dengan harta yang lain. Sebab, harta ini khusus untuk mengatur kepentingan kaum muslim dan kemaslahatan mereka. Jenis harta yang masuk ke pos ini terdiri dari: ganimah, khumus, tanah yang dibebaskan secara paksa, tanah usyriyah, jizyah, harta rikaz, dan pajak.

  2. Bagian pemilikan umum. Bagian ini menyimpan dan mencatat harta-harta milik umum. Bagian ini juga berfungsi untuk mengkaji, mencari, mengambil, memasarkan, memasukkan, dan membelanjakan harta-harta milik umum. Bagian ini juga memiliki pos khusus yang tidak boleh bercampur dengan harta-harta yang lain. Sebab, harta ini adalah milik umum dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan umum juga. Bagian ini terdiri dari: sektor migas, listrik, pertambangan, perairan (sungai, laut, mata air), hutan, padang rumput, dan hima.

  3. Bagian shodaqoh. Bagian ini menyimpan harta-harta zakat yang wajib beserta catatan-catatannya. Sama dengan dua bagian sebelumnya, bagian ini juga tidak boleh dicampur dengan harta lain, pengeluarannya pun hanya diperuntukkan ke dalam golongan orang yang berhak mendapat zakat. Bagian ini terdiri dari: zakat uang dan perdagangan, pertanian dan buah-buahan, serta zakat binatang ternak seperti unta, sapi, dan kambing.

Selanjutnya berkaitan dengan belanja Khilafah, mencakup pembiayaan:

  1. Seksi Darul Khilafah, terdiri dari kantor Khilafah, kantor penasehat, kantor para pembantu khalifah.
  2. Seksi kemaslahatan Daulah, terdiri dari biro amirul jihad, wali, qadhi, dan biro-biro lainnya yang berurusan dengan kemaslahatan umat.
  3. Seksi santunan, menyimpan arsip-arsip dari kelompok masyarakat tertentu yang berhak mendapat santunan, seperti orang fakir, miskin, orang yang sangat membutuhkan, dan lainnya. Pembiayaan poin 1 dan 2 juga masuk ke dalam seksi santunan.
  4. Seksi jihad, meliputi pasukan, persenjataan, dan industri militer.
  5. Seksi harta zakat. Membagikan harta zakat kepada mereka yang berhak.
  6. Seksi penyimpanan harta kepemilikan umum.
  7. Seksi urusan darurat/bencana alam. Dalam Khilafah, akan ada anggaran khusus untuk mengatasi wilayah yang terkena bencana.
  8. Seksi penganggaran belanja negara, pengendali umum, dan badan pengawas.

Semua seksi di atas akan bekerja untuk berusaha merealisasikan penerapan hukum Allah.

Khatimah

Jelaslah perbedaan APBN dalam negara kapitalisme dan Khilafah. APBN dalam Khilafah disusun sesuai dengan ketetapan hukum syariat yang berasal dari Allah. Kesempurnaan APBN dalam Khilafah telah terbukti mampu menutupi segala pembiayaan dan pengeluaran negara tanpa harus berutang ke luar negeri.

APBN dalam Khilafah hanya bisa terealisasi saat negara mau tunduk dan berhukum kepada hukum Islam secara kaffah.
Wallahu’alam bishowab []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Arum Indah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Mengapa Manusia Harus Bertahan Hidup?
Next
Menyingkap Motif Konsesi Tambang Ormas
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Sartinah
Sartinah
4 months ago

Masyaallah, luar biasa pengaturan Islam tentang APBN. Makanya gak heran jika dana dalam APBN Khilafah mampu membiayai seluruh kebutuhan rakyat dan negara karena besarnya pemasukan dari dari harta-harta kekayaan yang dimiliki negara.
Barakallah mbak

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram