Kemiskinan Menurun: Realitas atau di Atas Kertas?

Kemiskinan Menurun

Kemiskinan ekstrem yang terjadi saat ini ibarat lingkaran setan yang tidak bisa diputus dengan solusi tambal sulam.

Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Rempaka Literasiku/Bianglala Aksara)

NarasiPost.Com-Kemiskinan menjadi kisah klasik di negeri ini. Sejak Indonesia merdeka tahun 1945 hingga saat ini, kemiskinan belum terentaskan. Meski berbagai upaya ditempuh pemerintah untuk menghapus atau setidaknya mengurangi angka kemiskinan, tetapi tampaknya belum ada perubahan signifikan. Namun, angin segar rupanya datang berembus. Pada tahun 2023, Indonesia disebut telah berhasil memberantas kemiskinan ekstrem. Benarkah demikian?

Lantas, bagaimana sebenarnya menghitung garis kemiskinan dan standar kemiskinan di negeri ini sehingga Indonesia dianggap berhasil menurunkan kemiskinan? Benarkah klaim penurunan kemiskinan sesuai fakta di lapangan? Bagaimana pula cara Islam memberantas kemiskinan?

Kata Bank Dunia

Dikutip dari sindonews.com (18-5-2024), Bank Dunia menyatakan bahwa Indonesia telah berhasil memberantas kemiskinan ekstrem. Hal tersebut sebagaimana tertulis dalam laporan berjudul Indonesia Poverty Assessment tahun 2023, yang dikeluarkan oleh Country Director World Bank Indonesia, Satu Kahkonen. Dalam laporan itu disebutkan bahwa Indonesia telah mencapai tujuannya, yakni menurunkan kemiskinan ekstrem yang masih tersisa sebesar 1,5 persen pada tahun 2022.

Menurut Kahkonen, keberhasilan Indonesia dalam menurunkan kemiskinan ekstrem karena ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kebijakan perlindungan sosial. Bank Dunia pun memaparkan dalam laporannya bahwa sejak tahun 2002–2022, angka kemiskinan ekstrem berhasil diturunkan secara signifikan yakni dari 61 persen menjadi 16 persen.

Selain itu, tren konsumsi masyarakat kelas bawah pun disebut mengalami peningkatan tertinggi yakni berada di kisaran 5,5 persen. Setali tiga uang dengan Bank Dunia, BPS pun mengemukakan bahwa kemiskinan ekstrem mengalami penurunan yang membanggakan dari tahun 2016–2023. Data statistik BPS menyebut, kemiskinan ekstrem di tahun 2016 sebesar 5,24 persen lalu menjadi 1,04 persen di tahun 2023.

Menghitung Garis Kemiskinan

Garis Kemiskinan (GK) merupakan suatu nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan bukan makanan yang harus dipenuhi oleh individu masyarakat agar tidak dikategorikan sebagai penduduk miskin. Masyarakat yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah standar GK, maka ia terkategori sebagai penduduk miskin. Sedangkan masyarakat yang terkategori miskin ekstrem adalah mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya (seperti makanan, sumber air minum bersih, tempat tinggal, pendidikan, sanitasi layak, kesehatan, dan akses informasi yang tidak hanya pada pendapatan tetapi juga layanan sosial).

Meski PBB menyebut bahwa Indonesia mampu menurunkan angka kemiskinan ekstrem hingga 0 persen pada 2024, tetapi harus diingat bahwa penghitungan angka kemiskinan ekstrem saat ini masih menggunakan acuan yang lama. Yakni menggunakan ukuran paritas daya beli atau Purchasing Power Parity (PPP) yang masih sebesar US$1,9 per hari. Padahal negara-negara menengah ke bawah saat ini sudah menggunakan dasar ukuran terbaru yakni US$3,2 PPP per hari. (cnbcindonesia.com, 10-5-2023)

Jika mengacu pada Bank Dunia dengan basis penghitungan terbaru, maka garis kemiskinan ekstrem menjadi US$2,15 per orang per hari (Rp32.745 per hari dengan kurs Rp15.230 per dolar). Penghitungan garis kemiskinan yang mengacu pada PPP Bank Dunia, seketika akan mengubah jumlah masyarakat miskin menjadi 40 persen.

Indonesia sendiri dalam menentukan GK masih memanfaatkan ukuran pengeluaran minimum atau dari sisi konsumsi. Menurut data BPS, nilai GK pada September 2022 naik sebesar 5,59 persen dibandingkan pada Maret 2022, yakni dari Rp505.469 menjadi Rp535.547 per kapita per bulan. Ini artinya, jika GK adalah Rp535.547 per kapita per bulan, maka masyarakat yang memiliki pengeluaran di bawah itu masuk kategori tidak mampu. Jika dihitung per hari maka pengeluaran kurang dari Rp17.851 per hari termasuk kategori miskin atau berada di bawah garis kemiskinan.

Tak Sesuai Realitas

Utak-atik standar kemiskinan pada data statistik dan realitas kemiskinan di lapangan, tampaknya menjadi dua hal yang bertolak belakang. Pemerintah memang mengeklaim telah berhasil menurunkan angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem. Namun, bisa dikatakan itu hanyalah di atas kertas. Pada fakta di lapangan, rakyat miskin tetap saja banyak.

Apalagi dengan fakta saat ini, di mana harga-harga kebutuhan pokok makin mahal, biaya hidup kian tak terjangkau, dan sulitnya akses lapangan pekerjaan, jelas saja akan menambah jumlah masyarakat miskin berkali lipat. Standar GK yang hanya berada di kisaran 500 ribuan tersebut bisa dikatakan tak masuk akal jika dibandingkan dengan biaya hidup saat ini yang makin mencekik. Bahkan, jika mengambil standar GK dari Bank Dunia sekalipun, tetap tak bisa diterima dengan logika.

Bagaimana mungkin pendapatan sekitar 30 ribuan bisa menutup kebutuhan hidup sehari untuk saat ini? Di mana, setiap keluarga harus membeli beras, sayur, lauk, kebutuhan sekolah anak, dll. hanya dengan anggaran sekitar Rp30.000 saja. Belum lagi jika anak-anak dalam satu keluarga ada 2, 3, 4, dan seterusnya, tentu saja pengeluaran yang dibutuhkan akan lebih besar. Lantas, masihkah pendapatan sekitar 500 ribuan per bulan tersebut tidak terkategori miskin?

Kemiskinan Terstruktur

Pemerintah memang melakukan beberapa langkah untuk menghapus atau setidaknya mengurangi angka kemiskinan. Di antaranya, melakukan pemutakhiran data di lembaga terkait untuk mengetahui masyarakat yang berhak memperoleh bantuan tetapi belum menerimanya. Berikutnya adalah melakukan intervensi khusus untuk program bantuan sosial, jaminan sosial, dan pemberdayaan ekonomi di wilayah-wilayah terkategori miskin. Ditambah lagi dengan menyalurkan program tambahan selain bantuan reguler. Selain itu, pemerintah juga membangun rumah layak huni bagi masyarakat yang ekonominya sulit. (tempo.co, 22-2-2024)

Sayangnya, upaya pemerintah tersebut hanyalah fokus mengurangi jumlah kemiskinan, bukan menghapus penyebab kemiskinan. Jika hanya fokus menurunkan angka kemiskinan tanpa mencari solusi untuk menghapus akar masalah dari kemiskinan, niscaya orang miskin tidak akan pernah hilang.

Hal ini bisa dilihat dari banyaknya orang di negeri ini yang makin kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya. Lihatlah bagaimana antrean mengular jika ada penjualan sembako murah. Ini menunjukkan bahwa masih banyak penduduk negeri ini yang kesulitan membeli bahan kebutuhan pokok dengan harga normal. Makin banyaknya orang yang kesulitan memenuhi kebutuhan pokok di tengah melonjaknya harga, bukankah menunjukkan bahwa penduduk miskin tetap banyak?

Jika ditelisik secara mendalam, kemiskinan di negeri ini sejatinya bersifat struktural. Menurut Selo Soemardjan, 1980, kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang dialami oleh suatu golongan karena struktur sosial masyarakat yang tidak bisa menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia.

Inilah kemiskinan yang disebabkan oleh penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang telah menjadikan SDA dikuasai oleh segelintir orang saja. Akibat penguasaan oleh segelintir orang tersebut, sebagian besar rakyat tetap hidup dalam kemiskinan. Pasalnya, mayoritas rakyat tidak mampu mengakses sumber daya alam yang ada. Jika demikian, maka berbagai upaya pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan, sesungguhnya tidak akan mampu menghapus kemiskinan itu sendiri.

Berantas Kemiskinan dengan Islam

Kemiskinan yang terjadi saat ini merupakan problem sistemis. Karena itu, untuk memberantas kemiskinan secara tuntas dibutuhkan pula solusi sistemis, bukan pragmatis sebagaimana yang dilakukan saat ini. Satu-satunya solusi hakiki memberantas kemiskinan adalah kembali pada Islam dan menjadikan seluruh syariatnya sebagai solusi. Islam memang hadir sebagai solusi untuk menyelesaikan seluruh problematika manusia.

Dalam Islam, kemiskinan adalah kondisi di mana kebutuhan primer manusia tidak terpenuhi. Islam memberi jaminan pemenuhan kebutuhan primer secara menyeluruh dengan penerapan politik Islam. Penerapan politik ekonomi Islam akan memberi jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar tiap-tiap individu dan membantu mereka memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai kadar kemampuan yang dimilikinya.

Islam memang mengizinkan kepemilikan dan upaya agar memungkinkan bagi tiap-tiap individu untuk mewujudkan pemenuhan kebutuhan primer, sekunder, dan tersiernya. Jaminan tersebut juga dilengkapi dengan hukum-hukum yang menjamin terpenuhinya kebutuhan tiap-tiap individu rakyat secara menyeluruh. Hukum-hukum syariat adalah pemecah seluruh masalah dan ditujukan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali.

Islam membagi kebutuhan primer (pokok) menjadi dua, yakni:

Pertama, kebutuhan pokok tiap-tiap individu rakyat seperti sandang, pangan, dan papan. Jaminan pemenuhan kebutuhan primer bagi tiap-tiap individu diwujudkan dengan mewajibkan laki-laki yang mampu untuk bekerja. Terkait kewajiban mencari nafkah, Rasulullah saw. bersabda dalam hadisnya sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad, dan Tirmidzi:

"Salah seorang di antara kalian pergi pagi-pagi mengumpulkan kayu bakar, lalu memikulnya dan berbuat baik dengannya (menjualnya) sehingga dia tidak lagi memerlukan pemberian manusia, maka itu baik baginya daripada dia mengemis pada seseorang yang mungkin memberinya atau menolaknya."

Demi terlaksananya kewajiban mencari nafkah maka negara juga memberi jaminan tersedianya lapangan pekerjaan. Posisi negara (Khilafah) yang kuat jelas mampu membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Tak hanya membuka lapangan pekerjaan, Khilafah juga memastikan terwujudnya iklim usaha yang kondusif bagi masyarakat. Selain menjamin terpenuhinya kebutuhan primer tiap-tiap individu, negara juga mengatur dan membagi kepemilikan menjadi tiga, yakni kepemilikan individu, umum, dan negara.

Tiap-tiap rakyat boleh berusaha dan memiliki kepemilikan individu sebatas apa yang diatur oleh syariat. Sementara itu, kepemilikan umum seperti sungai, laut, hutan, tambang, gunung, dll., adalah milik umat yang dikelola negara dan hasilnya akan dikembalikan untuk kesejahteraan seluruh rakyat. Karena itu, kepemilikan umum tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu/swasta karena akan berakibat penguasaan SDA pada segelintir kapitalis. Jika hal ini terjadi maka akan mengakibatkan ketimpangan ekonomi. Sedangkan kepemilikan negara akan dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan negara.

Kedua, kebutuhan primer bagi rakyat secara menyeluruh yakni pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Ketiga kebutuhan tersebut diberikan oleh negara secara langsung dan gratis terhadap seluruh rakyat tanpa diskriminasi. Dalam hal pendidikan misalnya, Rasulullah saw. pernah menetapkan bahwa tebusan tawanan dalam perang Badar adalah mengajar 10 anak-anak kaum muslim. Khalifah Umar bin Khaththab juga pernah memberi gaji guru yang ada di Madinah sebesar 15 dinar setiap bulan.

Terkait kesehatan, Rasulullah saw. pernah diberi hadiah seorang dokter kemudian beliau menjadikan dokter itu untuk kaum muslim. Sedangkan jaminan keamanan diwujudkan dalam hukum-hukum tentang jihad yang akan dijadikan pelindung bagi negara dari serangan yang datang dari luar. Selain itu, negara juga akan menerapkan sistem sanksi di dalam negeri demi menjaga keamanan.

Untuk membiayai jaminan pemenuhan kebutuhan primer tersebut, Khilafah memiliki sumber-sumber pemasukan besar yang ada dalam baitulmal. Sumber pemasukan tetap baitulmal sendiri berasal dari fai, kharaj, jizyah, zakat, dan seperlima harta rikaz. Harta-harta tersebut diambil secara terus-menerus, baik saat ada keperluan ataupun tidak.

Demikianlah, dengan pengaturan yang dilakukan secara menyeluruh, Khilafah akan mampu menjamin terpenuhinya kebutuhan primer tiap-tiap individu rakyat. Dengan terpenuhinya kebutuhan primer tiap individu maka akan menghapus kemiskinan secara tuntas.

Khatimah

Kemiskinan ekstrem yang terjadi saat ini ibarat lingkaran setan yang tidak bisa diputus dengan solusi tambal sulam. Solusi tambal sulam yang dilakukan nyatanya tidak berdampak signifikan terhadap penurunan angka kemiskinan. Satu-satunya cara memutus lingkaran setan kemiskinan adalah kembali pada Islam dan menerapkan syariatnya dalam seluruh aspek kehidupan. Penerapan syariat akan membawa keberkahan dan memberi jaminan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Penulis Rempaka literasiku
Sartinah Seorang penulis yang bergabung di Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan sering memenangkan berbagai challenge bergengi yang diselenggarakan oleh NarasiPost.Com. Penulis buku solo Rempaka Literasiku dan beberapa buku Antologi dari NarasiPost Media Publisher
Previous
Kabinet Gemoy di Balik Revisi UU Kementerian
Next
Gelombang Pembebasan Kian Tak Terbendung
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Novianti
Novianti
5 months ago

Data kemiskinan menurun, fakta yang susah makin banyak. Data orang miskin saja dimanipulasi hanya demi disebut berhasil. Padahal di akhirat, penguasa bakal ditanya-tanya.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Novianti
5 months ago

Betul mbak, kalau tinggal utak-atik data, ya jelas saja mudah mengubah jumlah kemiskinan.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram