Penurunan kemiskinan ekstrem di Indonesia yang dilaporkan Bank Dunia mencapai 16% pada 2002 hingga 2022 tidak sesuai kenyataan.
Oleh. R. Raraswati
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kemiskinan ekstrem di Indonesia dikabarkan turun. Ini sebagaimana diberitakan sindonews.com pada Sabtu, 18 Mei 2024. Benarkah demikian? Bank Dunia melaporkan penurunan kemiskinan ekstrem di Indonesia dari 61% menjadi 16% pada rentang tahun 2002 hingga 2022. Disebutkan juga keberhasilan Indonesia tersebut tidak lepas dari pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta adanya perlindungan sosial. Berita tersebut menggelitik penulis untuk menelisik kebenarannya. Sapakah sedemikian drastis penurunan kemiskinan ekstrem di Indonesia?
Kemiskinan dan Kemiskinan Ekstrem
Indonesia mengukur kemiskinan melalui Badan Pusat Statistik (BPS) dengan konsep kemampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Konsep ini memandang kemiskinan sebagai ketidakmampuan rakyat memenuhi kebutuhan dasar makanan. Disebut miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Lalu apa itu garis kemiskinan?
Garis Kemiskinan (GK) adalah penjumlahan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan non-Makanan (GKNM). Penduduk dengan pengeluaran rata-rata per kapita per bulan dibawah GK dikategorikan miskin. Sedangkan GK di setiap kota berbeda-beda. Kita ambil contoh GK di Surabaya pada tahun 2023 adalah Rp718.370 maka penduduk yang memiliki penghasilan di bawah GK dikategorikan miskin. Sedangkan harga kebutuhan pokok saat ini semua mahal dan kemungkinan tidak bisa tercukupi dengan penghasilan Rp1 juta per bulan sekalipun. Dari penjelasan di atas, bisa dipastikan yang dimaksud kemiskinan ekstrem merupakan penduduk dengan penghasilan di bawah mereka yang berpenghasilan di bawah GK.
Pemerintah melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2022 mengenai Pedoman Umum Pelaksanaan Program Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem mendefinisikan kemiskinan ekstrem sebagai kondisi ketidakmampuan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan, air minum bersih, rumah, sanitasi layak, kesehatan, pendidikan, dan akses informasi yang tidak hanya terbatas pada pendapatan, tetapi juga akses pada layanan sosial. Sedangkan Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan ekstrem adalah orang yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tidak lebih dari USD1,9 PPP (Purchasing Power Parity) atau sekitar Rp10.739/orang/hari. Dengan kata lain, kemiskinan ekstrem merupakan penduduk dengan pemenuhan kebutuhan tidak lebih dari Rp322.170/orang/bulan.
https://narasipost.com/opini/11/2021/kemiskinan-pupus-dengan-sistem-yang-serius/
Sementara itu, harga kebutuhan pokok saat ini sangat mahal yang kemungkinan tidak bisa dipenuhi oleh penduduk yang berpenghasilan Rp1 juta per bulan sekalipun. Jadi penentuan standar garis kemiskinan tersebut sangat tidak sesuai dengan realitas. Pada faktanya, penduduk dengan kategori miskin bisa jadi sebenarnya sudah masuk pada kemiskinan ekstrem. Jadi, standar GK dari pemerintah terlalu rendah, tidak sebanding dengan harga kebutuhan pokok di pasaran.
Sistem Islam Mengatasi Kemiskinan
Di dalam Islam, parameter untuk mengukur kesejahteraan rakyat lebih detail berdasarkan terpenuhinya kebutuhan dasar per individu masyarakatnya secara berkelanjutan. Tidak cukup itu, tetapi juga dilihat bagaimana penduduk melakukan perbaikan taraf kehidupannya dalam segala aspek seperti pendidikan, kesehatan, dan terpenuhinya aspek ekonomi lainnya.
Pakar ekonomi Islam, Nida Sa'adah pernah mengungkapkan bahwa tolok ukur kesejahteraan dalam Islam adalah bagaimana terpenuhinya kebutuhan dasar per individu. Artinya, jika jumlah penduduk ada 1 juta jiwa (berbagai usia), mereka semua wajib terpenuhi kebutuhan dasarnya. Kalau dari 1 juta jiwa tersebut ada satu orang saja yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya maka kemungkinan ada kesalahan dalam ekonomi negaranya. Dengan demikian, sistem Islam benar-benar akan memastikan seluruh penduduk mendapat kesejahteraan, bukan sekadar persentase ataupun data kemiskinan di atas kertas.
Beberapa langkah negara dengan sistem Islam dalam menyolusi kemiskinan ekstrem adalah:
Pertama, khalifah/pemimpin memastikan setiap individu penduduknya terpenuhi kebutuhan dasarnya (sandang, pangan, dan papan) dengan mewajibkan setiap kepala keluarga (pencari nafkah) bekerja memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Negara tidak hanya mewajibkan mereka untuk bekerja, tetapi juga menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya, termasuk bagi penyandang disabilitas karena negara memiliki kewajiban untuk itu.
Kedua, terus mengawasi aktivitas pasar. Pengawasan ini untuk menghindari praktik-praktik nakal, semisal monopoli harga, kecurangan penjual, penimbunan, pungutan liar, bahkan pendistribusian bahan pokok, dan sebagainya. Dengan demikian, harga kebutuhan di pasar benar-benar ditentukan oleh penawaran dan permintaan, bukan permainan kartel.
Ketiga, diterapkannya sistem ekonomi Islam yang mengatur tentang kepemilikan dengan jelas. Dalam Islam kepemilikan dibagi menjadi tiga yaitu kepemilikan umum, pribadi, dan negara. Semua kepemilikan tersebut dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan syariat dengan pengawasan negara, sekalipun itu kepemilikan pribadi. Dalam hal kepemilikan pribadi, negara memahamkan masyarakat bahwa pemilik harta sesungguhnya adalah Allah maka negara mendorong individu untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah, tidak boleh untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, apalagi haram.
Negara memahamkan penduduk tentang pengelolaan harta pribadi. Seperti bagaimana di dalam setiap harta ada hak orang lain yang wajib dikeluarkan melalui zakat jika telah memenuhi nisab dan haulnya. Cara ini juga sebagai bentuk pendistribusian harta agar tidak beredar pada orang kaya saja sebagaimana perintah Allah yang artinya, "Demikian supaya harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu." (QS. Al-Hasyr: 7).
Sedangkan kepemilikan umum dan negara, pemasukan serta pengeluarannya dari baitulmal disesuaikan dengan tuntunan syariat dari perolehan harta tersebut. Contoh pengaturan harta kepemilikan umum seperti tambang emas, batu bara, dan lainnya yang jumlahnya besar, wajib dikelola negara. Kepemilikan ini haram diswastanisasi maupun privatisasi. Hasil pengelolaannya masuk ke baitulmal dan digunakan untuk kepentingan masyarakat, seperti pembiayaan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan layanan publik lainnya. Dengan demikian, rakyat bisa menikmati pendidikan, kesehatan, dan keamanan dengan biaya relatif terjangkau bahkan gratis.
Keempat, pemerintah memaksimalkan produksi pertanian sehingga negara memiliki kekuatan ketahanan pangan. Negara akan mewajibkan seluruh penduduk yang memiliki tanah pertanian untuk dikelola. Jika dalam waktu 3 tahun berturut-turut ada tanah yang tidak dikelola, negara berhak mengambilnya dan memberikannya kepada siapa saja yang mampu mengelolanya. Hal ini berdasarkan perkataan Khalifah Umar bin al-Khaththab, "Orang yang memagari tanah tidak berhak atas tanah tersebut setelah (menelantarkan) selama tiga tahun."
Khatimah
Setelah menelisik fakta, penurunan kemiskinan ekstrem di Indonesia yang dilaporkan Bank Dunia mencapai 16% pada tahun 2002 hingga 2022 tidak sesuai kenyataan. Pasalnya masih banyak rakyat Indonesia yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
Jika saja Indonesia mau menerapkan sistem pemerintahan Islam, Indonesia akan mampu mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan menjadikan rakyat sejahtera. Apalagi didukung kekayaan sumber daya alam, tanah yang subur, dan sumber daya manusia yang cerdas. Niscaya tidak ada lagi kemiskinan, apalagi yang ekstrem.
Wallahu a'lam bishawab. []
#MerakiLiterasiBatch1
#NarasiPost.Com
#MediaDakwah
Alhamdulillah, jazakumullah Khoiron Pemred dan tim NP
Sistem kapitalis mengandalkan angka & data untuk membuktikan kebe srannya. Padahal di depan mata, jelas nampak rakyat menderita
Betul. Standar penduduk miskin sangat tidak sesuai di lapangan. Pasalnya harga kebutuhan pokok terus naik