Memenuhi kebutuhan rumah dalam sistem kapitalisme sangat sulit. Harga jual tanah yang terus naik, menjadikan masyarakat lebih memilih membeli rumah siap huni ketimbang tanah
Oleh. Siti Mukaromah
(Kontributor NarasiPost.Com & Aktivis Dakwah)
NarasiPost.Com-Rumah menjadi kebutuhan wajib bagi masyarakat, memiliki rumah adalah impian semua orang. Namun, tidak semua warga secara finansial bisa membeli hunian yang cenderung meningkat tiap tahunnya.
Dikutip dari cnnindonesia.com. (16-5-2024) harga rumah terus naik dan mahal pada kuartal I 2024. Bank Indonesia (BI) mencatat harga properti residensial di pasar menunjukkan peningkatan pada kuartal 2024. Pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) tecermin mencapai 1,89 persen (yoy) pada kuartal I 2024. Dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal IV 2023, angka ini lebih tinggi yang sebesar 1,74 persen. Terutama IHPR tersebut didorong oleh kenaikan harga properti tipe kecil yang meningkat 2,41 persen. Kenaikan harga ini juga melanjutkan kenaikan harga pada kuartal IV 2023 yang sebesar 2,15 persen.
Perkembangan harga rumah tipe menengah dan besar pada kuartal I 2024, BI mencatat juga terindikasi masih meningkat, meski tidak setinggi kuartal sebelumnya. Harga tipe masing-masing naik sebesar 1,60 persen dan 1,53 persen, melambat dari 1,87 persen dan 1,58 persen pada kuartal sebelumnya.
https://narasipost.com/story/06/2023/rumah-syariah-nonsense/
Asisten Gubernur BI, Erwin Haryono mengatakan, penjualan properti residensial tumbuh 31,16 persen (yoy), meningkat signifikan dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,37 persen, didorong peningkatan penjualan pada seluruh tipe rumah. Pada kuartal 1 2024 peningkatan penjualan properti terjadi pada seluruh rumah tipe kecil, tipe menengah, dan tipe besar. Masing-masing sebesar 37,84 persen, 13,57 persen, dan 48,51 persen.
Faktor utama yang mendorong peningkatan penjualan berdasarkan informasi dari responden adalah pembukaan proyek baru yang berhasil menarik minat konsumen. Namun demikian, masih terdapat sejumlah faktor yang menghambat pengembangan maupun penjualan properti residensial primer. Antara lain hambatan kenaikan harga bangunan (37,55 persen), masalah perizinan (23,7 persen), suku bunga Kredit Pemilikan Rumah atau KPR (21,43 persen), dan proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR (17,31 persen). Sumber pembiayaan pembangunan properti residensial dari hasil survei menunjukkan berasal dari dana internal pengembang dengan pangsa 72,93 persen. Sementara dari pembelian rumah primer mayoritas dari sisi konsumen melalui skema pembiayaan KPR sebesar dengan pangsa 76,25 persen dari total pembiayaan.
Sulitnya Memili Rumah dalam Kapitalisme
Memenuhi kebutuhan rumah dalam sistem kapitalisme sangat sulit. Harga jual tanah yang terus naik. Tidak bisa dimungkiri, masyarakat sebagian lebih memilih membeli rumah siap huni ketimbang tanah. Membeli tanah ditambah bangun rumah harus merogoh kocek yang sangat besar. Sudah banyak setiap orang punya tanah tetapi belum mampu untuk membangun rumah. Namun, masalahnya membeli rumah siap huni juga tidak murah. Rumah minimalis saja sudah mencapai lebih dari Rp200 juta. Beli tanah dan rumah sama mahalnya, membuat kondisi masyarakat dilema. Biasanya kondisi ini menimpa pasutri yang baru menikah. Sulitnya harga rumah yang ramah di kantong, tidak jarang pula yang sudah puluhan tahun masih mengontrak lantaran sulitnya membeli rumah.
Program Tapera Syariah yang diklaim pemerintah akan memudahkan rakyat yang ingin membeli rumah tanpa riba, bagai solusi tambal sulam. Faktanya, Tapera Syariah tidak jauh berbeda dengan pembiayaan rumah dengan konsep konvensional. Terdapat suku bunga dari 5-7%, (Tapera.go.id.), penyematan kata "syariah" tidak lantas bebas dari riba.
Pemerintah selalu membuat aturan administrasi yang rumit dan menyulitkan menyangkut hidup masyarakat. Contoh, permohonan membeli rumah harus memiliki NPWP dan SPT Pajak Penghasilan. Logikanya, masyarakat penghasilan saja minim, mana punya NPWP dan membayar pajak penghasilan?
Operator properti paling diuntungkan melalui program rumah bersubsidi juga seperti bank-bank pengembang properti, dana subsidi terus mengalir ke operator tersebut. Rakyat harus tetap membayar mahal harga rumah. Dominasi dalam bisnis properti saat ini kian diminati para pengusaha kaya, sebab hunian selalu akan menjadi kebutuhan wajib bagi setiap orang. Bisnis properti merupakan bidang investasi nomor wahid bagi pengusaha. Tidak heran para kapitalis meraup keuntungan dengan banyak menguasai tanah dan bangunan di bidang properti.
Islam sebagai Solusi
Islam memiliki mekanisme menyediakan hunian rumah layak. Dan hal ini adalah tanggung jawab negara dan wajib memenuhinya. Tugas rakyat dalam sistem IsIam ialah bekerja memenuhi kebutuhan dasarnya, sedangkan negara memberikan kemudahan bagi rakyat memenuhi kebutuhan dasar mereka dengan menjalankan syariat IsIam secara kaffah. Inilah semestinya yang dilakukan negara dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat khususnya dalam hal rumah.
Negara dalam IsIam membangun perumahan dan menjualnya dengan harga murah, terjangkau. Baik melalui kredit tanpa riba ataupun tunai, memberikan pinjaman atau memberi bantuan untuk membangun rumah. Dalam sistem Islam tidak ada pungutan pajak sebagaimana Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Pungutan dalam IsIam berlaku bagi kharaj untuk tanah kharajiyah dan usyur untuk tanah usyriyah, pungutan ini hanya berlaku bagi tanah produktif seperti tanah pertanian.
Setiap warga dalam negara IsIam dibolehkan memiliki tanah, dan tanah yang dimiliki tersebut harus produktif. Pembiaran tanah atau lahan tanpa memanfaatkannya secara produktif selama tiga tahun, status tanah menjadi mati. Melalui peran negara, setiap orang bisa memiliki tanah tersebut jika mampu menghidupkannya. Dalam hadis riwayat At-Thirmidzi, Abu Dawud, dan An-Nasa'i, Rasulullah saw. bersabda, "Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya, tidak ada hak sedikit pun bagi penyerobot tanah orang lain secara zalim".
Negara dalam Islam memberikan tanah kepada rakyat secara cuma-cuma untuk dikelola. Rakyat pun terikat dengan aturan tidak boleh menelantarkan tanah lebih dari tiga tahun. Rakyat akan bagitu sungguh-sungguh untuk mendapatkan tanah jika tidak ingin negara menyita tanah mereka. Dengan kebijakan tersebut seluruh individu rakyat dapat mengakses kepemilikan tanah dan rumah. Baik dengan konsep jual beli, menghidupkannya, dan mengelola dengan secara produktif. Demikianlah bagaimana negara Islam mengatur tentang pertanahan dan hunian. Prinsip negara dalam pengaturan urusan rakyat harus berjalan sesuai ketentuan syariat Islam secara kaffah.
Wallahua'lam bishshawab. []
Bikin ngenes cara jualannya itu lo...pake label agama padahal aslinya berbasis ribawi..apalg klo bukan narik konsumen, miris.
Harga rumah makin digoreng sampai terkadang bikin geleng-geleng kepala. Bisa puluhan juta per meter persegi. Kalau buat pasutri muda berat, akhirnya mau tidak mau kredit lewat bank. Masyarakat memanh digiring buat transaksi dengan bank.