Study tour dan "tradisi" kecelakaan maut, baik dalam pendidikan maupun lainnya, merupakan bukti abainya negara dalam mengurusi rakyatnya.
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Rempaka Literasiku/Bianglala Aksara)
NarasiPost.Com- Study tour atau widyawisata merupakan bagian dari kegiatan sekolah yang masih berlangsung hingga saat ini. Namun, kegiatan yang sudah seperti "tradisi" sebagian sekolah tersebut, kini menjadi sorotan publik. Hal ini terjadi sebagai buntut kecelakaan maut yang menimpa siswa SMK Lingga Kencana, Depok, pada Sabtu (11/5) di jalan raya Ciater, Subang, Jawa Barat.
Kecelakaan yang melibatkan bus pariwisata pembawa rombongan siswa SMK Lingga Kencana dan beberapa kendaraan itu telah menewaskan 11 orang dan mengakibatkan puluhan lainnya terluka.
Diwartakan oleh kumparan.com (15-5-2024), kecelakaan maut yang menewaskan 11 orang tersebut, kini dikritik banyak pihak. Mereka meminta pihak sekolah menghilangkan kegiatan study tour yang dinilai telah abai terhadap keselamatan dan keamanan siswa. Imbas dari kecelakaan tersebut, Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat dan DKI Jakarta bahkan mengeluarkan larangan kegiatan widyawisata dilakukan di luar sekolah.
Lantas, apa sebenarnya tujuan dari kegiatan widyawisata dan dapatkah aktivitas tersebut memberikan manfaat bagi siswa? Benarkah widyawisata saat ini jauh dari kesan mendidik dan hanya lebih menonjolkan aspek jalan-jalan semata? Bagaimana pula Islam menempatkan pendidikan dan memberi jaminan keamanan saat mengenyam pendidikan?
Tujuan Study Tour
Imbas kecelakaan bus pariwisata SMK Lingga Kencana, juga memicu pro dan kontra di kalangan pegiat dan pengamat pendidikan. Salah satunya adalah respons dari Pemerhati Pendidikan sekaligus Penggerak Literasi, Andreas Tambah. Andreas mengatakan, meski study tour menimbulkan pro dan kontra, tetapi kegiatan tersebut tetap dibutuhkan sebagai sarana pembelajaran siswa. Menurutnya lagi, aktivitas belajar tak harus selalu dilakukan di sekolah, tetapi bisa juga belajar dari luar sekolah, misalnya tentang budaya dan lainnya.
Study tour adalah perjalanan ke luar (baik daerah, kampus, sekolah, dan sebagainya) dalam rangka kunjungan studi guna menambah ilmu pengetahuan. Kegiatan ini biasanya dilakukan berombongan. Study tour sendiri merupakan salah satu tujuan dari Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang merupakan pembelajaran berbasis proyek yang berada dalam Kurikulum Merdeka. Pengamat Pendidikan sekaligus Direktur Eksekutif CERDAS, Indra Charismiadji, menyarankan agar kegiatan widyawisata dirancang secara akademis. Hal ini harus dilakukan agar tidak mengorbankan siswa. (tempo.co, 16-5-2024)
Indra mencontohkan, dalam P5 misalnya, anak-anak diminta membuat berbagai karya yang bisa menjadi salah satu tujuan dari kegiatan study tour. Jadi, kegiatan tersebut bisa mengembangkan cakrawala anak didik sehingga pengetahuannya tidak sebatas lingkungan sekolah saja, tetapi bisa melihat tempat-tempat baru sambil menghasilkan karya. Artinya, study tour tidak semata berisi jalan-jalan. Namun, melihat fenomena widyawisata saat ini, haruskah kegiatan tersebut dihapus dari kurikulum?
Study Tour: Pembelajaran atau Cuan?
Kegiatan widyawisata sebenarnya dapat menambah pengetahuan yang baru bagi siswa. Pasalnya, melihat dan mempraktikkan langsung apa yang dipelajari di sekolah jelas berbeda dengan yang hanya mempelajarinya secara teori. Namun sayang, kegiatan widyawisata yang seharusnya bisa membuka cakrawala siswa, saat ini justru lebih banyak menonjolkan sisi liburan atau jalan-jalan berbalut study tour.
Ada beberapa hal yang patut dikritisi terkait kegiatan study tour yang dilakukan beberapa sekolah saat ini.
Pertama, masih banyaknya sekolah yang mengadakan widyawisata dengan motif tertentu, misalnya untuk tujuan komersial. Walhasil, kegiatan yang seharusnya bermuatan pendidikan, justru menjadi kesempatan bagi sekolah untuk mencari cuan. Motif tersebut biasanya terjadi di sekolah-sekolah negeri, di mana pihak sekolah kesulitan menutup biaya operasional. Sekolah-sekolah negeri pada umumnya sangat bergantung pada dana BOS.
Padahal, dana BOS hanyalah bersifat bantuan yang tidak mungkin menutupi semua kebutuhan operasional sekolah. Karena itu, untuk menutupi biaya ini dan itu, sekolah akhirnya membuat berbagai kegiatan yang sebenarnya memberatkan orang tua. Seperti penjualan baju seragam, kegiatan study tour, perpisahan, dan lainnya.
Kedua, kegiatan widyawisata tidak hanya menjadi agenda rutin yang dilakukan setiap kenaikan kelas atau kelulusan. Namun, kegiatan ini terkadang menjadi gengsi bagi institusi sekolah. Maksudnya, makin jauh kegiatan widyawisata yang dilakukan oleh sekolah, maka makin menaikkan "pamor" sekolah tersebut. Di Indonesia sendiri, beberapa sekolah tercatat pernah melakukan widyawisata ke luar negeri, meski sekolah-sekolah tersebut berdalih bahwa kegiatan widyawisata ke luar negeri tidaklah wajib bagi seluruh siswa.
Ketiga, adanya mafia study tour. Insiden rem blong yang dialami bus pengangkut siswa SMK Lingga Kencana, seharusnya tidak perlu terjadi jika kendaraan tersebut rutin dan lolos uji KIR oleh Dinas Perhubungan. Banyaknya kasus kecelakaan yang disebabkan oleh tidak layaknya kendaraan juga menunjukkan lemahnya pengawasan dalam sektor transportasi.
Banyak pemilik kendaraan sengaja berhemat karena adanya perang tarif di antara sesama pemilik bus sehingga kelayakan kendaraan tidak terlalu diperhatikan. Dalam beberapa kasus misalnya, pemilik kendaraan (baik yang mendapat pesanan langsung dari sekolah maupun agen travel), dipaksa untuk menekan harga serendah mungkin. Hal ini dilakukan agar mereka bisa memberikan "kick back" kepada pemberi order.
Di sinilah muncul rantai mafia study tour. Mirisnya, praktik tersebut terus mengular dan melibatkan beberapa pihak, mulai dari oknum guru atau pejabat sekolah, dinas pendidikan, LSM, hingga anggota dewan yang bermitra dengan pendidikan. Sadar atau tidak, keberadaan pihak-pihak tersebut membuat standar kelayakan transportasi tidak menjadi perhatian. Hal ini tentu akan berakibat pada pengabaian keselamatan dan nyawa siswa.
Buah Kapitalisasi Pendidikan
Berbagai problem yang terjadi dalam dunia pendidikan, termasuk polemik kegiatan study tour sejatinya tak lepas dari penerapan sistem kapitalisme yang berbasis materi. Penerapan sistem ini telah menjadikan semua bidang dikapitalisasi, termasuk sektor pendidikan. Akibatnya, pendidikan ibarat barang dagangan yang dilaksanakan untuk meraup keuntungan. Sudahlah mahal, tetapi tak mampu menghasilkan output yang berkualitas dan berkepribadian Islam.
Padahal, pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara yang wajib diberikan secara gratis dan berkualitas. Karena itu, pemberian berbagai ilmu pengetahuan (baik teori maupun praktik) demi mencerdaskan generasi, seharusnya menjadi kewajiban pemerintah sebagai penanggung jawab urusan rakyat. Kegiatan widyawisata misalnya, seharusnya dibiayai oleh negara sehingga tidak memberatkan orang tua.
Selain itu, pemerintah seharusnya menjamin kelayakan kendaraan dan melakukan pengawasan secara ketat terhadap sektor transportasi. Pembiayaan dan pengawasan oleh negara akan meminimalisasi munculnya oknum-oknum mafia dalam sektor pendidikan. Sayangnya, hal ini seolah terlewat dan tidak menjadi fokus perhatian negara.
Memilih Kurikulum Islam
Study tour dan berbagai polemik yang ada di dalamnya adalah buah dari sistem pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini. Karena itu, karut-marut pengaturan dalam sektor pendidikan yang kapitalistik, seperti mahalnya biaya pendidikan, kurikulum yang tidak menghasilkan output berkualitas, kurangnya rasa aman dalam proses pembelajaran hingga mengorbankan nyawa, dll., merupakan hal yang lazim terjadi. Namun, realitas buruk tersebut tidak akan terjadi dalam sistem pendidikan Islam.
Dalam Islam, pendidikan merupakan kebutuhan dasar rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara secara gratis dan berkualitas. Lebih dari itu, pendidikan Islam tidak hanya mengedepankan kecerdasan dan keterampilan semata, tetapi juga mendidik siswa agar memiliki kepribadian Islam yang baik. Karena itu, sistem pendidikan Islam akan menghasilkan output yang berkepribadian Islam sekaligus memiliki keahlian dalam berbagai bidang.
Secara umum, tujuan pokok sistem pendidikan Islam ada dua, yakni membangun kepribadian islami anak-anak didik (baik pola pikir maupun jiwanya) dan menyiapkan anak-anak didik agar di antara mereka menjadi para ulama yang ahli dalam berbagai aspek kehidupan. Keahlian tersebut mulai dari ilmu-ilmu keislaman seperti fikih, ijtihad, peradilan, dll., maupun berbagai bidang sains seperti kimia, fisika, teknik, kedokteran, dll.
Semua tujuan pendidikan tersebut akan diwujudkan oleh pemerintahan Islam sebagai penanggung jawab urusan rakyat. Berbagai ilmu (baik teori maupun praktik) akan diberikan secara gratis karena merupakan satu paket dari pendidikan. Sistem pendidikan Islam tentu saja akan membebaskan orang tua dari kewajiban membayar biaya ini dan itu. Terkait tanggung jawab penguasa dalam mengurusi rakyat, Rasulullah saw. telah menegaskannya dalam hadis riwayat Bukhari: "Imam adalah raa'in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya."
Andaipun harus mengunjungi tempat-tempat tertentu untuk menambah pengetahuan dan keterampilan siswa di luar sekolah (seperti kegiatan study tour), maka negara akan menjamin keselamatan dan rasa aman bagi siswa. Jaminan tersebut akan dilakukan menyeluruh, baik keselamatan nyawa siswa didik, kenyamanan dan keamanan transportasi, serta menanggung biaya perjalanan. Negara dapat menggunakan anggaran baitulmal dari pos fai dan kharaj serta pos kepemilikan umum untuk membiayai sektor pendidikan.
Khatimah
Study tour dan "tradisi" kecelakaan maut, baik dalam sektor pendidikan maupun sektor lainnya, merupakan bukti abainya negara dalam mengurusi rakyatnya. Minimnya perhatian negara dalam sektor pendidikan melahirkan berbagai persoalan sebagaimana diuraikan sebelumnya. Olehnya itu, sudah saatnya umat sadar untuk kembali pada sistem kehidupan Islam yang melahirkan keberkahan dan terbukti memberikan jaminan keamanan serta pendidikan terbaik terhadap seluruh rakyat.
Wallahu a'lam bishawab.[]
Dampak dari kejadian maut study tour membuat pemerintah wilayah lain mengimbau agar study tour dilakukan di wilayah lokal saja. Tidak keluar provinsi lain.
Iya mbak. Pro dan kontra pun ramai ya, ada yang tetap menyarankan, tetapi ada juga yang melarang kegiatan study tour.
Dahulu ketika saya masih sekolah, bahkan hingga saya pernah menjadi guru. Saya menganggap bahwa study tour ini banyak unsur positifnya bagi siswa maupun guru. Terkait musibah itu Takdir Allah. Apabila memang kondisinya ada "oknum" yang bermain di belakangnya, harusnya oknum tersebut dapat di usut dan di adili oleh negara.
Betul mbak, kalau tujuannya untuk pendidikan pasti akan bagus untuk siswa. Oknum-oknum nakal ini memang harus dihilangkan. Hanya saja akan sulit jika sistemnya masih kapitalistik
Sebenarnya bagus saja study tour atau kegiatan penunjang lainnya selama memang ada unsur edukasi, biaya murah, kendaraan laik pakai, dll, semua diakomodasi dg baik. Namun sayang, hal ini sepertinya akan sulit tercapai selama sistemnya masih dominan kapitalis. Siapa yg mau menanggung biaya dan peduli. Yg ada sekolah, guru, murid, ortu siswa, sopir, bus...semua akan tetap jadi korban akibat kebijakn kapitalistik dan kurikulum sekuler. Wayahnya umat sadar, ini persoalan sistemik. Akar masalahnya ada pada sistem kapitalisme yg diterapkan sekarang. Ganti dg sistem Islam. So, study tour pasti happy karena gratis dan education.
Masyaallah selalu keren naskah mb Sartinah. Sukses dunia akhirat.
Betul mbak Mimi, karena tujuan study tour memang harusnya bermuatan pendidikan. Akan jadi menyenangkan semua pihak kalau negara benar-benar bertanggung jawab.
Bisa sih cari yang dekat buat menambah pengetahuan dan wawasan anak.. jika mau jauh pun sudah memiliki tujuan dan poin apa yang dapat dipelajari dari kunjungan. Zaman saya SMA, ingatnya hanya hura-huranya saja. . Mestinya mulai dievaluasi dan dipikirkan alternatif lainnya.
Betul mbak, tergantung tujuannya saja. Zaman saya sekolah gak pernah ada acara seperti itu sih.