Rafah Membara, Masihkah Dunia Menutup Mata?

Rafah Membara

Rafah kini menjadi sasaran kebrutalan militer Israel. Namun, belum ada aksi nyata dari para pemimpin dunia atas serangan Israel ke Rafah.

Oleh. Irma Sari Rahayu
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Rafah kini menjadi sasaran kebrutalan militer Israel. Kota yang berada di sisi paling selatan kawasan Jalur Gaza Palestina, dan berbatasan langsung dengan Mesir ini awalnya menjadi tempat teraman bagi warga Gaza Utara sejak awal perang pada 7 Oktober lalu untuk mengungsi. Namun, kini Israel mulai memasuki kota Rafah dan memuntahkan berbagai jenis peluru, baik lewat udara maupun tank baja.

All Eyes on Rafah, sebuah tagar mencuat mewarnai berbagai platform media sosial saat Israel mulai menyerang Rafah. Setelah Gaza Utara hancur lebur akibat serangan Israel, kini kota Rafah tak jauh berbeda. Para pengguna media sosial menyebut agresi Israel atas Rafah adalah upaya genosida terhadap penduduk Palestina (tirto.id, 8-5-2024).

Mengapa Israel Menyerang Rafah?

Pada hari Senin (6/5/2024), Hamas mengumumkan kesediaannya untuk melakukan gencatan senjata dengan Israel atas usulan Mesir dan Qatar. Namun, Israel meresponsnya dengan menyatakan tidak setuju terhadap usulan tersebut. Israel kemudian memperjelas posisinya dan bertekad merebut kota Rafah.

Setidaknya ada tiga alasan utama Israel menyerang Rafah, yaitu:

Pertama, genosida atas penduduk Palestina harus berlanjut. Banyak analisis yang menyimpulkan kebrutalan Israel menyerang Rafah menunjukkan bahwa tidak ada gencatan senjata permanen dan perang di Gaza harus terus berlanjut. Hal ini terungkap dari pernyataan Mairav Zonszein, seorang analis senior Israel-Palestina untuk Internasional Crisis Grup (ICG). Ia mengatakan, Israel ingin memiliki hak untuk melanjutkan operasi di Gaza.

Kedua, menyerang Hamas. Militer Israel mengeklaim bahwa kota Rafah adalah benteng pertahanan utama terakhir di jalur Gaza. Alasan ini juga dikuatkan oleh pernyataan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu yang dikutip dari AP News. Ia mengatakan, “Kami akan memasuki Rafah karena kami tidak punya pilihan lain. Kami akan menghancurkan batalion Hamas di sana. Kami akan menyelesaikan semua tujuan perang, termasuk mengembalikan semua sandera kami.”

Ketiga, dampak politik bagi kekuasaan Netanyahu. Serangan di Rafah adalah jawaban dari kekhawatiran Netanyahu. Apabila ia sepakat dengan gencatan senjata, para mitra pemerintahannya yang berhaluan ultranasionalis dan konservatif dapat menarik diri dari koalisi. Hal ini dapat berdampak besar bagi kekuasaannya.

Amerika di Balik Serangan Rafah?

Serangan Israel atas Kota Rafah menimbulkan reaksi keras dunia internasional. Presiden AS Joe Biden memutuskan untuk menahan pengiriman amunisi berkekuatan tinggi ke Israel sebagai dampak penyerangan Rafah. Dilansir dari Tempo.com (11-5-2024), awalnya AS akan mengirimkan bantuan yang terdiri dari 1.800 bom seberat 2.000 pon (900 kilogram) dan 1.700 bom seberat 500 pon (225 kilogram).

Penundaan bantuan ini dilakukan karena pihak Washington percaya bahwa serangan ke Rafah dapat membahayakan warga sipil. AS menekankan agar tidak terjadi serangan besar di Rafah dan memastikan setiap operasi Israel harus melindungi warga sipil. Kekhawatiran AS atas terbunuhnya warga sipil di Rafah  hanyalah lip service karena pada dasarnya AS selalu memberikan dukungan penuh terhadap setiap agresi “anak emasnya” kepada Palestina.

Menteri Pertahanan AS Lyod Austin mengatakan bahwa Biden telah menjanjikan dukungan penuh dan menekankan komitmen AS terhadap pertahanan Israel tetap kuat. Penyerangan kota Rafah juga atas persetujuan Washington. Direktur CIA William Burns juga menyampaikan persetujuan ini kepada kepala Mossad David Barnea.

https://narasipost.com/story/03/2024/antara-kita-dan-muslim-gaza/

Penghentian bantuan amunisi oleh AS nyata-nyata bukan karena alasan kemanusiaan, apalagi upaya menyelamatkan warga Palestina. Penghentian ini hanyalah bersifat sementara sambil terus meninjau sejauh mana kerusakan yang terjadi dan seberapa jauh komitmen Israel untuk tidak membahayakan warga sipil. Nyatanya, serangan di Rafah telah menewaskan lebih dari 35 orang yang mayoritas korban adalah anak-anak.

Terdapat spekulasi lain bahwa penghentian bantuan amunisi adalah bentuk penekanan Amerika terhadap Israel untuk menerima opsi dua negara. Opsi ini terus dipaksakan Amerika agar bisa menancapkan kekuasaannya lebih dalam lagi kepada Israel dan Palestina.

Dunia Masih Bungkam

Belum ada aksi nyata dari para pemimpin dunia atas serangan Israel ke Rafah. Seakan-akan peristiwa Rafah bukanlah urusan mereka. Sementara itu, mahasiswa Amerika masih melanjutkan aksi solidaritas membela Palestina dalam acara wisuda mereka.

Kondisi rakyat Palestina bagai di ujung tanduk. Mereka sudah terjepit hingga tempat yang paling ujung. Kota Rafah yang lecil menjadi tempat penampungan pengungsi warga Gaza. Selama ini Rafah adalah pintu gerbang bagi masuknya bantuan kemanusiaan. Dengan adanya serangan Israel, tak hanya korban jiwa yang jatuh, tetapi bantuan kemanusiaan pun menjadi terhambat akibat blokade yang dilakukan Israel. Akibatnya, penduduk Palestina berada dalam ancaman kelaparan dan kematian massal.

Yang lebih keji lagi adalah pemimpin Mesir. Hingga saat ini pintu perbatasan Rafah dan Mesir masih tertutup rapat. Mesir memberikan jawaban atas keengganannya membantu Palestina. Mesir khawatir akan terjadi pengungsian permanen dan konflik perang yang makin meluas. Mesir memang terlihat mulai menempatkan militernya di perbatasan, tetapi bukan untuk menolong warga Palestina. Melainkan bersiaga untuk menghalau pasukan Israel agar tidak memasuki wilayahnya.

Menyerah atau Bertahan?

Kondisi rakyat Palestina sudah demikian memprihatinkan. Nyawa mereka seakan sudah ada di ambang kematian. Bagaimana tidak, mereka saat ini sudah ada di bagian ujung negeri. Kota kecil tersebut saat ini dipenuhi oleh jutaan manusia. Konflik dengan Israel menyeret warga Palestina ke dalam kesulitan yang teramat dalam.

Ada warga yang mulai merasa putus asa dan berniat keluar dari Palestina dengan menggunakan platform penggalangan dana GoFundMe. Yaitu sebuah platform yang diluncurkan untuk membantu warga Gaza.  Namun, tak mudah untuk keluar dari Palestina melalui platform tersebut karena dibutuhkan biaya sebesar 5 ribu dolar AS atau kira-kira Rp80,2 juta untuk mengevakuasi tiap orang.

Akan tetapi, masih banyak warga yang memilih untuk bertahan dan bersabar. Mereka yakin bahwa pertolongan Allah itu ada, hanya tinggal menunggu waktunya. Ini sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah 214 yang artinya, “Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan) sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, 'Kapankah datang pertolongan Allah?' Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat."

Khatimah

Tanah Palestina adalah milik kaum muslim, seyogianya penderitaan yang dialami oleh warganya menjadi tanggung jawab seluruh muslim di dunia. Seharusnya para pemimpin negeri muslim mengambil peran mengerahkan kekuatan militer mereka untuk menyelamatkan warga Gaza. Senjata harus dilawan dengan senjata. Wahai para penguasa muslim, sampai kapan Anda tetap diam?

Wallahua’lam bishshawab.[]

#MerakiLiterasiBatch1
#NarasiPost.Com
#MediaDakwah

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Irma Sari rahayu Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Emas Kita Dicuri, Mengapa Bisa Terjadi?
Next
Persoalan Narkoba Tak Kunjung Tuntas, di Mana Peran Negara?
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Maya Rohmah
Maya Rohmah
5 months ago

Diam bukan lagi emas.

Suarakan terus bahwa zionis bukan manusia.
Palestina hanya bisa dibebaskan dengan Khilafah.

angesti widadi
5 months ago

Mamarika and si raeel emang tukang "lip servise" geram!!

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram