Istri dan suami adalah pakaian bagi pasangan masing-masing. Keduanya saling menutupi, melengkapi, membutuhkan, dan melindungi.
Oleh. Isty Da’iyah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Berita suami membunuh istri yang terjadi di Riau beberapa hari yang lalu, sungguh membuat pilu. Belum lagi berita tentang ibu membunuh bayi, menantu membunuh mertua, dan berita duka dalam rumah tangga lainnya, yang menjadi berita tranding di laman berita berbagai media. Miris! Rumah tangga yang diidamkan bahagia, ternyata malah menjadi rumah duka.
Dari banyaknya kasus ini, kita bisa mengambil sebuah pelajaran agar setiap pasangan suami dan istri paham hak dan kewajibannya. Sebuah pemahaman yang berdasarkan syariat agama, untuk membangun sebuah biduk rumah tangga.
Relasi Suami Istri
Meskipun rumah tangga adalah unit terkecil, tapi peran dan pengaruhnya begitu besar di tengah masyarakat. Sehingga membangun fondasi rumah tangga yang baik dan mapan adalah hal mutlak bagi seorang muslim.
Dalam ajaran Islam, pernikahan dan keluarga adalah ikatan yang agung dan suci (mitsaqon gholizdan). Istri dan suami adalah pakaian bagi pasangan masing-masing. Keduanya saling menutupi, melengkapi, membutuhkan, dan melindungi. Sebagaimana yang termaktub dalam surah Al-Baqarah ayat 187 yang artinya:
“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun pakaian bagi mereka.”
Hidup berumah tangga merupakan sarana yang bisa menghalalkan apa yang sebelumnya terlarang dalam agama. Tujuannya mulia, selain memenuhi kebutuhan biologis, juga dimaksudkan untuk melahirkan anak-anak yang kelak akan bisa melanjutkan keturunannya. Terlebih bagi seorang muslim yang mengharap anak-anak yang bisa melanjutkan misi dakwahnya.
Relasi antara suami dan istri adalah persahabatan. Persahabatan yang didasarkan atas ketakwaan kepada Allah Swt. Tidak ada atasan dan bawahan antara suami dan istri, semua diharapkan bisa berjalan beriringan untuk meraih rida-Nya.
Ajaran Islam juga mempunyai cita-cita yang jauh lebih besar terhadap keluarga. Tugas suami dan istri terperinci di dalam ajarannya. Karena keluarga mempunyai pengaruh yang besar terhadap masa depan generasi bangsa. Maka dalam menjalani hidup berumah tangga, haruslah masing-masing pasangan paham akan hak dan kewajibannya.
Kewajiban suami di antaranya:
- Memberikan nafkah lahir dan batin.
- Mempergauli istrinya secara makruf.
- Berlaku adil.
- Mendidik istri agar taat kepada syariat yang Allah turunkan.
- Menjadi kepala sekolah bagi pendidikan anak-anaknya.
- Dan beberapa tugas detail lainnya.
Kewajiban istri di antaranya:
- Taat kepada suami selama tidak diperintahkan pada maksiat.
- Melayani suami, termasuk menyiapkan kebutuhan suami.
- Mengurus urusan domestik rumah tangga.
- Menjadi guru dan sekolah pertama bagi anak-anak di rumah.
- Dan tugas lain yang tidak diperinci secara detail di sini.
Ketika hak dan kewajiban itu semua dipahami, maka akan tercipta keluarga yang sakinah, mawadah warahmah. Tidak ada yang merasa terzalimi.
Pilar Kebahagiaan Rumah Tangga
Selain memahami kewajiban masing-masing pasangan, sebuah bangunan yang disebut rumah tangga haruslah mempunya pilar yang kokoh. Setidaknya ada empat pilar yang bisa menghadirkan kebahagiaan.
Di antara keempat pilar tersebut adalah:
Pertama, kekuatan iman. Iman adalah mutiara yang menambah nilai serta meninggikan derajat seseorang dalam berumah tangga di hadapan Allah Swt.
Dalam pandangan Islam, rumah tangga terbaik adalah rumah tangga yang dibangun atas dasar iman. Sebuah rumah tangga yang senantiasa menghadirkan suasana dan nuansa keimanan dalam setiap aktivitasnya. Sebuah keimanan yang utuh dan menyeluruh dengan segala dimensinya, sehingga mampu menghadirkan kekuatan hubungan dengan Allah di mana pun dan kapan pun dalam kondisi apa pun.
Kedua, amal saleh. Dengan landasan keimanan, maka terciptalah amal saleh. Sehingga semua aktivitas amal saleh rumah tangga akan bisa mendekatkan diri dan menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah.
Ketiga, rumah tangga yang selalu melakukan amal makruf nahi mungkar. Yakni aktif mendakwahkan Islam. Karena sesungguhnya kesempurnaan seorang muslim dan kebahagiaannya sangat tergantung sejauh mana ia menularkan kebaikan atau ketakwaan individu menjadi ketakwaan sosial.
Oleh karena itulah Rasulullah menegaskan dalam hadisnya bahwa manusia yang terbaik adalah manusia yang bermanfaat untuk orang lain (khairunnas anfa'uhum linnas).
https://narasipost.com/family/02/2024/dakwah-ideologis-keluarga-harmonis/
Keempat, sabar. Karena mempraktikkan ketiga pilar yang sudah disebutkan di atas adalah bukan perkara yang mudah. Pasti akan ada ujian dan cobaan yang bisa datang dalam berbagai bentuk. Bahkan rumah tangga Nabi Muhammad ketika mendakwahkan Islam dan menyebarkan kebaikan juga diadang, dan dihalang-halangi dengan berbagai macam ujian dan cobaan. Karena dalam mewujudkan iman dalam amal saleh, dan mendakwahkan Islam adalah sebuah keniscayaan. Karena ini adalah sunnatullah ketika kita menjadi seorang muslim. Karena Allah berfirman dalam surah Al-Ankabut ayat 2-3 yang artinya:
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan : 'Kami telah beriman,’ sedang mereka tidak diuji lagi?' Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar, dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
Maka mengharapkan kebahagiaan rumah tangga tanpa kesabaran, sama saja mengharap hadirnya sesuatu yang mustahil.
Tidak mudah memang. Tapi hal tersebut harus diusahakan secara sungguh-sungguh sejak awal membangun rumah tangga. Karena sejatinya belajarnya orang berumah tangga adalah seumur hidup. Semoga rumah tangga umat muslim semua bisa menjadi rumah tangga yang bervisi surga. Rumah tangga yang bisa bahagia sehidup sesurga. Aamiin
Wallahu’alam bi shawab []
Sehidup sesurga. Baity jannati. Ya Allah mudah diucapkan susah diwujudkan. Semoga di mampukan
Penting bagi rumah tangga ialah pondasi keimanan yang kokoh, jika tidak maka berakhir duka dan menggores luka paling dalam, seperti penulis kemukakan
hilangnya nyawa jadi korban duka dalam rumah tangga.
Jazakillah khoir Tim Np, sudah menayangkan artikel keluarga ini.
Barokallah, untuk melakukan sesuatu yang berat butuh kesabaran. Masing-masing tahu dan bisa menjalankan kewajibannya, maka hak masing-masing otomatis terpenuhi
Wa fik barakallah. Benar Sabar mudah diucapkan sukit dilakukan.