Banyak buruh yang terjebak dalam lingkaran kemiskinan karena upah yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Ada hal yang selalu menjadi pusat perhatian pihak keamanan ketika menghadapi Hari Buruh setiap 1 Mei atau yang sering dikenal sebagai May Day, biasanya para buruh berdemo menyampaikan harapannya untuk peningkatan upah agar nasib buruh lebih sejahtera. Salah satu tuntutan pada aksi peringatan Hari Buruh tahun ini adalah menolak upah murah.(www.cnnindonesia.com, 1/5/2024)
Jika dicermati, persoalan buruh tiap tahun selalu sama, tidak lebih dari persoalan upah. Seperti ada dilema nasib buruh dalam sistem kapitalisme, yaitu meningkatnya ketimpangan ekonomi. Meskipun ekonomi tumbuh, distribusi kekayaan sering tidak merata. Para buruh, terutama yang berada di lapisan bawah, cenderung tidak mendapatkan manfaat yang sebanding dengan kontribusi mereka terhadap produksi dan pertumbuhan ekonomi.
Upah Buruh Minimum, Kerja Maksimum
Dalam persaingan pasar yang sengit, perusahaan cenderung mengejar efisiensi maksimal dengan cara memotong biaya produksi, terutama biaya tenaga kerja. Dengan kata lain, upah buruh minimum, sedangkan tuntutan kerja harus maksimum. Hal ini sering kali mengakibatkan tekanan pada upah dan kondisi kerja buruh. Banyak buruh yang terjebak dalam lingkaran kemiskinan karena upah yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Sementara itu, tenaga yang dikerahkan untuk perusahaan kadang di luar batas waktu kerja normal.
Di bawah sistem kapitalisme, buruh sangat bergantung pada pengusaha sebagai pemilik modal. Ketergantungan ini bisa membatasi kebebasan buruh untuk menuntut hak-hak mereka, seperti upah yang layak, jaminan sosial, dan lingkungan kerja yang aman. Bahkan dalam beberapa kasus, buruh mungkin terpaksa mengorbankan hak-hak mereka demi mempertahankan pekerjaan.
Salah satu dampak paling serius dari sistem kapitalisme adalah ketidakpastian pekerjaan. Pada era ketika teknologi berkembang dengan cepat dan perubahan pasar bisa terjadi dalam sekejap, banyak buruh hidup dalam ketakutan akan kehilangan pekerjaan mereka. Ini bisa menciptakan kecemasan finansial dan ketidakstabilan dalam kehidupan sehari-hari.
Kapitalisme Gagal Memberi Solusi Upah Buruh
Itulah sebagian dari dilema nasib buruh dalam sistem kapitalisme. Hal ini bukan berarti tidak ada upaya mencari solusi. Selama ini buruh sudah berjuang untuk mendapatkan upah dan perlindungan yang lebih baik bagi mereka, baik melalui regulasi pemerintah maupun kesepakatan kolektif antara buruh dan pengusaha.
Meskipun demikian, berbagai tawaran solusi ala kapitalisme tersebut tidak pernah menyentuh akar persoalan utamanya, yaitu untuk menciptakan sistem yang menyejahterakan buruh.
Selama ini ada beberapa tawaran solusi ala kapitalisme yang dianggap dapat membantu meningkatkan kesejahteraan buruh, tetapi ternyata hanya membawa pada perubahan temporal, bukan sistemis.
Tawaran solusi ala kapitalisme tersebut di antaranya:
Pertama, adanya upah minimum yang layak. Pemerintah dapat menetapkan upah minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar buruh. Ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan biaya hidup di daerah tersebut serta memastikan adanya penyesuaian berkala sesuai dengan inflasi.
Kedua, adanya perlindungan hukum. Regulasi yang kuat diperlukan untuk melindungi hak-hak buruh, termasuk hak untuk bekerja dalam lingkungan yang aman dan sehat, hak untuk bergabung dalam serikat pekerja, dan jaminan keamanan kerja.
Ketiga, adanya kesepakatan kolektif. Pengusaha dan serikat pekerja dapat mencapai kesepakatan kolektif mengenai upah, kondisi kerja, dan manfaat lainnya. Ini memungkinkan buruh untuk memiliki suara dalam menentukan kondisi kerja mereka.
Keempat, menciptakan lingkungan kerja yang kondusif. Pengusaha dapat mengadopsi kebijakan yang mendukung keseimbangan kehidupan kerja bagi buruh, seperti fleksibilitas waktu kerja, cuti yang layak, dan fasilitas penunjang kesehatan mental.
Dengan penerapan solusi tersebut, diharapkan pemerintah dapat fokus memperhatikan sarana umum berupa infrastruktur sosial seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan perumahan yang terjangkau untuk seluruh rakyat, termasuk bisa membantu mengurangi beban finansial bagi buruh. Hanya saja, solusi ini sulit dilakukan dalam sistem kapitalisme karena kebijakan ekonomi kapitalisme selalu berpihak kepada para pemilik modal, bukan pada buruh ataupun rakyat secara keseluruhan.
Syariat Islam Mengatur Upah Buruh
Dalam tinjauan sistem ekonomi Islam, terdapat prinsip-prinsip khas yang dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh buruh. Berikut adalah solusi hakiki atas persoalan buruh dalam sistem ekonomi Islam, dilihat dari akad muamalah dan peran tanggung jawab negara.
Pada sistem Islam, prinsip keadilan sangat ditekankan dalam semua transaksi (muamalah). Oleh karena itu, dalam hal upah dan kondisi kerja, prinsip ini harus ditegakkan dengan memastikan bahwa buruh diberi upah yang adil sesuai dengan kontribusi mereka dan kondisi kerja yang layak.
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nidzam Iqtishadi fil Islam menjelaskan tentang persoalan buruh sebenarnya sangat sederhana karena hanya menyangkut akad muamalah antara pekerja (ajir) dan majikan (mustajir). Persoalannya menjadi kompleks ketika sistem kapitalisme menyerahkan urusan kesejahteraan buruh kepada perusahaan, bukan menjadi tanggung jawab negara.
Di sinilah awal rumitnya persoalan ketika seorang tenaga kerja (buruh) yang terikat kontrak kerja dengan perusahaan dimasukan pula poin-poin yang menyangkut jaminan kesehatan dan keselamatan kerja yang dibebankan kepada perusahaan, sedangkan buruh pun merasa tenaganya diperas karena seolah sudah merasa "dibeli" oleh perusahaan.
https://narasipost.com/opini/05/2023/buruh-butuh-sejahtera-khilafah-mewujudkannya/
Sementara itu, dalam sistem Islam hubungan buruh (pekerja) dan perusahaan (majikan) adalah setara, sebatas muamalah kedua belah pihak karena adanya manfaat kerja dan kompensasi atas jasa tersebut. Adapun negara bertanggung jawab untuk memberikan layanan yang bersifat publik yang menjadi hak rakyat seluruhnya, yaitu menyangkut layanan kesehatan, pendidikan, dan perumahan yang layak.
Segala persoalan buruh akan bisa diminimalkan karena majikan (perusahaan) dan buruh hanya terikat pada akad atau kontrak kerja yang dilakukan kedua belah dengan saling rida tanpa adanya pihak ketiga yang memengaruhi. Adapun menyangkut persoalan upah buruh atau pekerja lainnya, Rasulullah saw. telah mengingatkan di dalam sebuah hadis agar segera ditunaikan.
"Berikanlah upah sebagai hak pekerja sebelum keringatnya kering." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menunjukkan pentingnya membayar upah kepada buruh dengan segera dan tidak menunda-nunda pembayarannya.
Jadi, peran negara dalam sistem Islam berkaitan dengan pelayanan masyarakat secara umum, semisal penyediaan fasilitas kesehatan, pendidikan, perumahan, dan pelatihan keterampilan. Ini akan membantu menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga buruh dapat berkembang menjadi pekerja yang profesional.
Khatimah
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam dan peran tanggung jawab negara yang kuat, diharapkan masalah-masalah yang dihadapi oleh buruh, termasuk upah, dapat diatasi secara efektif sehingga mereka dapat menikmati kesejahteraan yang lebih besar dan kesempatan yang lebih adil dalam kehidupan yang berlandaskan aturan syariat Islam secara kaffah.
Wallahua'lam bishawab.[]
#MerakiLiterasiBatch1
#NarasiPost.Com
#MediaDakwah
Memang nasib buruh tidak pernah berubah dalam sistem saat ini. Berkali-kali rezim berganti, nasib buruh tetap saja sama. Kerja berat tetapi upah rendah.
Dalam islam tak ada masalah perburuhan karena setiap akad ajir dan musta'jir berdasarkan keridaan. Upah juga tidak melihat cukup atau tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup tapi tergantung beban kerja, jenis kerja, lamanya kerja yang dilakukan.