Stunting adalah suatu kondisi gagal tumbuh yang menimpa anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga tinggi badan anak terlalu pendek dari standar usianya.
Oleh. Hanifah Tarisa Budiyanti S.Ag
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pacer pada Selasa (26 Maret 2024) di Hotel Kyriad Sadurengas bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Paser mengumumkan pelaksanaan optimalisasi sinergitas lintas sektor guna menurunkan angka stunting di daerah.
Dalam sambutannya, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Parsar Romif Elwinadi mengatakan, konsultasi mengenai stunting ini merupakan tindak lanjut dari arahan pemerintah pusat untuk menurunkan kasus stunting di Paser.
“Semua orang tahu bahwa masalah stunting bukan hanya masalah tinggi badan saja, tapi juga berdampak lebih buruk pada kualitas hidup seseorang, dengan munculnya penyakit kronis dan keterbelakangan intelektual, yang juga berdampak pada otak anak,” ujar Romif. Romif melanjutkan, pada tahun 2023, akan ada 20 desa yang akan ditangani stunting. Pada tahun 2024, jumlah tersebut akan meningkat menjadi 47 desa.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, data stunting di Kabupaten Paser sebesar 24,9 persen. Pemerintah pusat saat ini menargetkan pengurangan sebesar 14% secara nasional. Bapak Romif menekankan perlunya upaya tambahan untuk menurunkan angka stunting, karena target angka stunting nasional adalah 14%.
Ia mengimbau berbagai pemangku kepentingan, baik kepala desa, lurah, hingga tim penggerak PKK, untuk menggalakkan program Gerakan Datang ke Posyandu melalui upaya kreatif untuk meningkatkan jumlah peserta. Ia juga meminta para camat untuk aktif bekerja sama dalam menurunkan stunting di tingkat kecamatan dan desa.
Pak Romif juga meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk meningkatkan konsumsi tablet penambah darah bagi remaja putri dan memastikan siswa meminum tablet tersebut secara rutin, seminggu sekali. Instansi terkait seperti DPPKBP3A dapat meningkatkan pelayanan dan pendidikan KB bagi keluarga berisiko stunting. Demikian pula, layanan kesehatan memerlukan audit stunting yang komprehensif sehingga faktor-faktor yang menentukan dapat diidentifikasi dan pengobatan yang tepat dapat diberikan. (Gerbang Kaltim.com 26 Maret 2024)
Stunting Kian Meradang
Stunting adalah suatu kondisi gagal tumbuh yang menimpa anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga tinggi badan anak terlalu pendek dari standar usianya. Kasus ini terus meningkat setiap tahunnya di negeri yang kaya akan pangan dan Sumber Daya Alam (SDA) ini. Saat ini prevalensi stunting di Indonesia adalah 21,6%, sementara target yang ingin dicapai pada tahun 2024 adalah sebesar 14%.
Tentu target angka ini juga masih terbilang tinggi dan itu artinya masih banyak anak-anak di negeri ini yang mengalami stunting. Berbagai penanganan yang digalakkan pemerintah tampaknya belum cukup untuk membuat kasus stunting berhenti karena pemerintah hanya fokus kepada solusi penanganan korban sedang akar masalahnya tak pernah dianalisis.
Upaya berbagai pihak terkait hanya fokus kepada ketepatan sasaran dan disiplin dalam mengonsumsi obat. Sementara bagi kepala DPPKBP3A diminta untuk meningkatkan layanan KB dan edukasi bagi keluarga berisiko stunting, serta mengupayakan audit stunting secara menyeluruh. Sesungguhnya jika pemerintah mau jeli dalam melihat akar masalah stunting yaitu karena pola asuh yang kurang baik dan faktor kemiskinan yang dialami keluarga sehingga untuk mencukupkan gizi pada anak saja terasa sulit.
Hal inilah yang seharusnya menjadi fokus pemerintah dalam menangani stunting yaitu memberantas kemiskinan, menjamin kebutuhan rakyat dengan cukup baik dari kebutuhan sandang, pangan, dan papan serta mengedukasi para orang tua terkait pengurusan anak. Mengapa perlu memberantas kemiskinan? Ini karena mayoritas keluarga yang anaknya mengalami stunting, di saat yang bersamaan ternyata mereka juga mengalami kemiskinan. Bahkan beberapa hasil penelitian menemukan bahwa kemiskinan merupakan penyebab tingginya masalah stunting pada balita.
Belum lagi kebutuhan rakyat yang lain seperti BBM, listrik, dan air yang kian hari kian dipotong subsidinya. Pajak juga semakin meningkat bahkan kebutuhan sembako pun juga ada pajaknya. Begitupun lapangan pekerjaan hari ini yang semakin sempit sehingga jumlah pengganguran semakin banyak. Alhasil, bagaimana keluarga tersebut bisa memberikan gizi yang cukup kepada anak sementara kebutuhan pokok hari ini semua serba mahal dan langka.
https://narasipost.com/opini/12/2023/ilusi-zero-stunting-dalam-balutan-kapitalisme/
Inilah buah penerapan sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem kapitalisme yang hanya menuhankan materi tanpa peduli halal dan haram telah terbukti menyengsarakan rakyat karena watak dari sistem kapitalisme yang memang melegalkan negara menjual SDA-nya kepada pihak asing dan swasta.
Rakyat yang merupakan pemilik SDA di negerinya sendiri justru nyaris tidak mendapatkan hasil keuntungan dari pengelolaan SDA dan jika pun dapat jumlahnya tak seberapa bahkan hanya terkena dampak buruk dari hasil pengerjaan tambang SDA, seperti adanya lubang tambang yang memakan korban, konflik agraria terhadap masyarakat setempat, kualitas udara yang buruk, banjir setiap saat, dan sebagainya.
Sungguh ironi. Negeri yang kaya akan sumber daya alam tetapi rakyatnya banyak yang mengalami kemiskinan. Walhasil sangat sulit berharap turunnya angka stunting hingga menyentuh angka 0% karena negara tampak lalai dari perannya mengurusi rakyat. Lantas bagaimana seharusnya penanganan stunting yang tepat? Apakah Islam punya solusi jitu untuk mengatasinya?
Bagaimana Islam Memandang?
Paradigma sistem Islam dalam mengatasi masalah stunting adalah dengan sistem politiknya yang berasas riayah su’unil ummah (mengurusi urusan rakyat). Islam mewajibkan negara mencukupi setiap kebutuhan individu per individu. Bukan menyamaratakan kebutuhan individu dengan individu lainnya seperti sistem kapitalisme hari ini. Jika ada satu rakyat saja yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya pada hari itu, maka negara dinilai zalim dan gagal dalam mengurusi kebutuhan rakyatnya.
Oleh karenanya, negara mesti memberikan jaminan kebutuhan kepada seluruh rakyat melalui sistem ekonomi Islam, yang mewajibkan negara mengelola kepemilikan SDA untuk kesejahteraan rakyat sehingga tidak akan kita dengar rakyat yang menjerit kesusahan karena beratnya biaya hidup.
Negara haram menyerahkan pengelolaan SDA kepada individu atau segelintir pihak yang mengakibatkan privatisasi dan kekayaan alam yang hanya berputar di kalangan mereka. Pemenuhan kebutuhan pokok ini tentunya menjadi tugas utama bagi khalifah sebagaimana sabda Nabi saw., “Barang siapa yang di waktu pagi dalam keadaan aman di tempat tinggalnya, sehat jasmaninya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan seluruh dunia ini telah diberikan kepadanya.” (HR. Ibnu Majah).
Watak pemimpin dalam sistem Islam (khalifah) juga adalah seorang yang bertakwa sehingga akan muncul rasa takut dalam dirinya jika menelantarkan rakyatnya. Sebagaimana sabda Nabi "Imam (Khalifah) raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya." (HR. Ahmad dan Bukhari).
Dengan demikian hanya Khilafah sebagai institusi yang menerapkan syariat Islam kaffah yang akan memberikan jaminan kebutuhan primer (sandang, pangan, dan papan) serta memfasilitasi kebutuhan yang lain seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi tiap individu rakyat. Tentunya kebutuhan gizi bagi ibu hamil dan balita juga akan terpenuhi. Begitupun kebutuhan akan rumah yang layak, air minum, sanitasi, edukasi, dan akses terhadap layanan kesehatan, semuanya akan dijamin oleh Khilafah.
Terjaminnya seluruh kebutuhan rakyat ini, pernah dibuktikan pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab yang memberikan tunjangan kepada para ibu yang sedang menyusui anaknya atau pun yang sedang menyapihnya. Pemenuhan seluruh kebutuhan ini tentunya didapat dari pos-pos baitulmal seperti pengelolaan SDA sesuai syariat, zakat, infak, sedekah, jizyah, dan sebagainya. Alhasil, dengan penerapan sistem Islam, akan tumbuh anak yang cerdas, sehat, dan bertakwa. Tidakkah kita ingin segera hidup dalam naungan sistem Islam? Wallahu ‘alam bis shawab. []