Memahami Dunia Remaja

Memahami Dunia Remaja

Memahami dunia remaja tidaklah mudah. Namun, sebagai orang tua kita wajib memahami kebutuhan dan keinginan mereka, agar terjalin ikatan yang baik di antara keduanya

Oleh. Bunga Padi
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kisahku ini dituliskan berdasarkan peristiwa nyata yang tempat kejadian dan nama tokoh-tokoh yang ada di cerita tersebut disamarkan demi menjaga nama baik dan kehormatannya.
Cukuplah ibrah yang terkandung di dalam cerita menjadi pelajaran dan pengalaman berharga bagi siapa pun.

Bagi yang Memiliki Anak Usia Remaja

Kala itu 2023 Aku hadir di sebuah sekolah ternama dan bonafide di kotaku. Aku memasuki ruangan yang sudah dipenuhi para tamu undangan yang merupakan orang tua murid kelas 9. Aku sedikit telat, tapi ada satu bangku kosong di tengah. Aku pun segera duduk dan membaurkan diri di antara tamu yang hadir. Serangkaian acara segera dilaksanakan. Satu per satu pihak sekolah menampilkan para pembicara untuk menyampaikan materinya.

Tibalah giliran seorang ibu yang duduk di pojok menuturkan kisah dan pengalaman pahitnya tentang si putra kesayangan yang mengalami depresi dan sakit yang menderanya. Ruang pertemuan menjadi hening seketika, semua yang hadir diam larut menyimak cerita nan mengharukan yang disampaikan ibu tersebut.

Apa yang beliau sampaikan sungguh membuat tangan ini mengelus dada yang bergemuruh. Hati bagaikan teriris sembilu. Bagaimana tidak, putra kesayangan yang diharapkan menjadi penerus dan kebanggaan orang tua tiba-tiba berubah perilaku. Tentu kejadian itu memberi pelajaran berharga kepada para orang tua di mana pun berada, khususnya bagi si penulis selaku orang tua yang memiliki anak remaja.

Simak hingga selesai, begini kisahnya.

Menjadi orang tua yang melahirkan, membesarkan, dan mengantarkan ke sekolah saja tidaklah cukup. Masih banyak ribuan bahkan jutaan ilmu yang harus dipelajari oleh orang tua dalam kehidupan ini dalam mengasuh, mengurus, mendidik, dan membersamai si buah hati.

Sebagai orang tua hendakkah memperhatikan kemauan, memahami kondisi kejiwaan sang anak, dan tidak serta merta memaksakan kehendak pribadi orang tua. Apalagi sebagai bentuk balas dendam orang tua atas cita-cita yang tidak tersampaikan di masa lalu. Dan berharap sang anak mewujudkannya. Sementara si anak merasa tertekan, takut menjadi gagal mewujudkan keinginan titipan orang tua. Alih-alih cita-cita teraih, yang ada berujung sang anak masuk rehabilitasi di RS Jiwa akibat jiwanya yang guncang. Jika sudah begini, apa hendak dikata? Ibarat pepatah nasi telah menjadi bubur.

Syahdan, si Ali terkenal dengan kecerdasannya di sekolah itu. Menjadi juara kelas tiap tahun diraihnya. Berbagai lomba dikantonginya. Ia termasuk anak yang penurut dan tidak banyak tingkah seperti anak di luaran sana. Ali tumbuh di lingkungan yang terjaga, bersih, dan fasilitas lengkap. Tidak semua orang bisa masuk area perumahan tersebut kecuali ada izin security di palang pintu masuk perumahan. Maklum saja si Ali tinggal di kompleks perumahan yang memang dihuni orang-orang mampu dan berkecukupan dari semua sisi materi. Papanya seorang karyawan di perusahaan Migas dengan gaji lumayan besar. Wajar, jika suatu hari orang tuanya menginginkan si Ali menjadi dokter secara biaya mereka mampu.

Tibalah detik-detik pengumuman kelulusan. Ali sudah mempersiapkan diri ingin masuk perguruan tinggi, dan telah menentukan pilihannya sendiri. Begitu juga dengan orang tuanya yang menginginkan Ali menjadi seorang dokter.

Namun sayang, pepatah lama mengatakan, “Malang tak dapat di tolak, untung tak dapat diraih”. Di luar dugaan Ali si jago juara itu nilainya sangat rendah meski ia lulus. Sehingga untuk masuk perguruan tinggi yang diidamkannya jadi gagal. Orang tuanya tak mau kehilangan akal, berbagai cara dilakukan agar putra kesayangan tetap bisa kuliah di fakultas kedokteran. Singkat cerita, berhasillah si Ali mengenyam pendidikan di bangku kuliah dengan predikat calon mahasiswa kedokteran tingkat pemula.

Waktu terus bergulir, bulan berganti bulan, tahun pun bergeser. Sekian lama tak berjumpa dengan putra kesayangan semenjak menempuh pendidikannya ke luar daerah. Ada rasa rindu menggelayuti hati orang tua Ali. Berangkatlah mereka menengok Ali. Namun, sesampainya di tempat kos. Betapa terkejutnya mereka mendapati Ali dalam keadaan sakit, lemah tak berdaya. Bahkan tidak lagi mengenali diri mereka sebagai orang tua. Betapa hancur hati orang tua Ali melihat putra kesayangannya sangat mengenaskan. Hati orang tua mana yang tega melihat buah hatinya sakit begitu. Menangis sejadi-jadinya di kamar, hanya itu yang bisa dilakukan orang tua Ali.

https://narasipost.com/story/03/2024/safar-di-dua-tanah-suci-part-1/

Perlahan mereka menyelidiki, apa sebenarnya yang telah terjadi pada Ali. Teringatlah mereka, hanya karena ucapan, "Nak, kamu harus bisa selesai dengan baik"

Sekilas tidak ada yg salah dengan kata-kata itu, bahkan itu motivasi bagus. Dan memang benar kata-kata itu. Tapi ternyata bagi seorang anak yg terkenal genius di sekolahnya menjadi beban berat, yang menjadikannya depresi.

Sederet kalimat singkat motivasi tapi justru membuat Ali tertekan. Ali takut gagal dan takut mengecewakan orang tuanya. Ya, rupanya kata-kata itu telah membebani jiwanya selama ini. Sehingga membuatnya jatuh sakit dan jiwanya tertekan (depresi). Beruntunglah Ali memiliki orang tua yang begitu tulus menyayangi, setelah menjalani pengobatan dan perawatan intensif kondisi Ali berangsur pulih. Ali pun terbebas dari situasi yang buruk. Orang tuanya pun menyadari kekeliruannya.

Jika ditelisik lebih dalam, di luar sana banyak kisah serupa yang di alami Ali-Ali lainnya. Ya, hanya sebuah ungkapan atau perkataan tapi mampu menghancurkan mental mereka. Bahkan ada yang menjadi depresi berat dan tak kunjung sembuh. Seperti yang dialami tetanggaku yang masih merupakan kerabat, hanya gegara diancam dan diintimidasi oleh seorang tentara ia pun menjadi depresi berat. Innalillahi. Jujur saja melihatnya kami iba, seorang yang periang berubah menjadi 180 derajat pendiam. Tapi di sisi lain menyadari, apa yang terjadi adalah sudah menjadi ketetapan Allah yang tak bisa diganggu gugat kecuali bersabar dan rida atas musibah.

Lisan Berbahaya, Hindari untuk Remaja

Dari kedua kisah nyata di atas, sepatutnyalah menjadi bahan renungan bagi kita. Untuk selalu memperhatikan ucapan kita. Seperti halnya orang tua Ali, bermaksud memotivasi si anak yang terjadi malah menjadikannya beban bagi si anak. Artinya di sini ada yang harus dibenahi dari semua sisi dan pola pengasuhannya. Apakah nilai ruhiyah atau fondasi keimanan si anak telah ditanamkan dengan benar? Jangan sampai hanya sibuk mengejar nilai akademis penanaman nilai ruhiyah (agama) terlupakan. Padahal ini adalah modal dasar ketangguhan seseorang menjalani roda kehidupan yang tak mudah ini.

Tidak memungkiri, kehidupan di atas paradigma sekuler akan mudah menemukan beragam perkataan buruk ditemukan dalam pergaulan sehari-hari. Seolah sudah menjadi hal yang lumrah.
Sayangnya, tidak semua orang harus kuat dengan perkataan buruk, hinaan, intimidasi, teror, ancaman, kekasaran dan sebagainya itu. Mirisnya, ada yang sampai nekat bunuh diri karena tersinggung dengan ucapan. Innalillah.

Berhati-hatilah dengan perkataan. Dengan dalih menguji mental sebenarnya telah melakukan bullying verbal. Sebuah perilaku buruk jika dilakukan seseorang padamu. Sebisa mungkin hindari. Khawatir bisa jadi bom waktu suatu saat bila tak kuat. Sebab ketahanan mental seseorang berbeda. Tergantung sejauh apa iman (takwa) imun (kesehatan fisik) dan pengalaman hidupnya.

Beruntunglah bagi mereka yg sehat secara fisik, memiliki keimanan yang kokoh, dan hidup di lingkungan yg baik dan harmonis. Serta telah mendapatkan pengajaran ilmu agama, adab, dan akhlak sejak kecil. Maka besar kemungkinan akan terhindar dari bermental lemah dan manja.

Faktor-faktor Perusak Mental Remaja. di antaranya:

Jika kita perhatikan selain kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua dalam mengasuh dan mendidik anaknya. Ada faktor lain yang tak kalah menghancurkan remaja kita, yakni virus F4S1. Perlahan namun pasti virus ini, benar-benar menyerang jiwa raga remaja kita, sehingga memengaruhi kualitas kesehatan dan mental mereka.

Pertama, virus Food, yaitu makanan. Remaja sekarang lebih cenderung menyukai makanan ala Barat dan instan. Menjamurnya kafe-kafe menjadi tempat yang nyaman untuk nongkrong menghabiskan waktu sambil menikmati makanan yang di sajikan. Selain murah, rasanya yang enak dan gurih, ada bahaya lain yang mengintai yaitu makanan tersebut mengandung bahan pengawet dan zat pewarna sintetis yang sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh. Allah berfirman di surah An-Nahl ayat 114:

فَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ

وَّاشْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ

“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.”

Kedua, virus Fun, yaitu dunia hiburan, remaja lebih menyukai dunia hiburan seperti menonton film di bioskop yang telah disediakan di mal, menonton konser musik meski bayarnya mahal, ketimbang diajak pergi mengkaji Islam kaffah, salat ke masjid, mengikuti kegiatan IRMA, dan aktivitas bermanfaat lainnya. Oleh karenanya, penting bagi kita sebagai orang tua mengingatkan anak-anak kita untuk mengisi waktunya dengan hal-hal yang mendatangkan kebaikan. Sebuah nasihat Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi ada baiknya menjadi renungan kita semua, “Tanda baiknya Islam seseorang ialah jika ia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.”

Ketiga, virus Fashion, hari ini banyak sekali kita menjumpai para remaja cara berpakaiannya tidak menutup aurat secara sempurna. Mereka masih malu menggunakan kerudung dan jilbab. Takut dibilang ketinggalan zaman dan memilih tren busana ala Barat. Padahal Allah telah memerintahkan berjilbab atau memakai gamis bagi wanita yang telah balig. Ayat perintahnya ada di surah Al-Ahzab ayat 59 dan kewajiban memakai kerudung ada di surah An-Nur ayat 31.

Ketiga, virus Film, seiring berkembangnya dunia industri perfilman, bermunculan film-film yang merusak akidah dan melecehkan agama. Seperti yang viral baru-baru ini, film kiblat yang jauh dari nilai-nilai Islam yang ada membuat umat jadi islamofobia terhadap agamanya sendiri. Film seharusnya menjadi ajang edukasi dan tuntunan mendekatkan diri kepada Allah bukan justru memberikan tontonan yang salah.

Kelima, virus Sport, olah raga. Sering kita menyaksikan remaja bermain game, senam aerobik, dan lebih gemar bermain bola kaki. Bukan tak boleh bermain itu selama tidak melanggar syariat-Nya. Bukankah Rasulullah saw. telah memerintahkan belajarlah berenang, berkuda, dan memanah? Dengan berolahraga diharapkan kesehatan terjaga dan fisik pun menjadi kuat.

Khatimah

Demikianlah beberapa perkara yang dapat merusak fisik dan mental anak remaja. Sebagai orang tua tentu kita tidak mau anak-anak kita terjerumus ke dalam perbuatan yang melanggar aturan Allah dan kemaksiatan. Selain membersamai tumbuh kembang mereka, menjadi sahabat diskusi yang nyaman baginya, serta membentengi akidah anak-anak kita dengan Islam kaffah dan doa.

Islam telah mengajarkan kepada para orang tua tiada letih mendoakan anak-anaknya agar menjadi anak-anak yang saleh/salihah. Serta menjadi penyejuk hati bagi orang tuanya di dunia dan akhirat. Allah berfirman:

وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامً

Artinya, “Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (TQS. Al-Furqan: 74)

Diperkuat dalil lainnya di surah Ash-Shaffat ayat 100 yang berbunyi, “Ya Allah anugerahkan kepadaku seorang anak yang saleh.”

Pada akhirnya, semoga Allah terus memampukan para orang tua mengasuh dan mendidik buah hatinya menjadi generasi Rabbani. Semua tak lepas adanya dukungan dan peran negara. Di mana negara yang menjamin suasana keimanan tetap terjaga dengan menghadirkan lingkungan yang islami. Dan itu sangat mungkin tercapai dalam bingkai Khilafah Rasyidah. Wallahu a’lam. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Bunga Padi Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Saat Anak Mukalaf
Next
Takjil War, Siapa yang Menang?
3.5 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

3 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Firda Umayah
Firda Umayah
7 months ago

Ya Allah, ikut mengelus dada membaca kisah si Ali. kisah ini jadi pelajaran untuk orang tua agar tidak membuat anaknya depresi karena harapan yang diinginkan. barakallah untuk penulis

Mimy muthmainnah
Mimy muthmainnah
Reply to  Firda Umayah
7 months ago

Ya mb jadi perhatian buat para orang tua ni, biar gak kecolongan kasus seperti kisah di atas. Bentengi kuat2 akidahnya dan jalin terus komunikasi hangat dan saling keterbukaan dg anak. Insyaallah gak akan jadi baik2 saja.

Jazakillah khairan mb Firda udah mampir dan komen. Salam sukses literasi.

bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram