Mengapa program air organic agriculture yang bertujuan menciptakan ekosistem pertanian ramah lingkungan dilaksanakan oleh perusahaan AirNav?
Oleh. Erdiya Indrarini
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sungguh mengundang tanya. Bagaimana tidak, perusahaan penyedia jasa pelayanan navigasi penerbangan ternyata membangun perusahaan yang menerapkan Program Air Organic Agriculture di Wonosobo guna terciptanya ekosistem pertanian organik.
Sebagaimana dilansir dari wartaekonomi.co.id tanggal 7 Maret 2024, AirNav Indonesia meresmikan Program Air Organic Agriculture di Desa Bowongso, Wonosobo, Jawa Tengah. Program ini bertujuan untuk mendorong terciptanya ekosistem pertanian berkelanjutan, yaitu sebuah ekosistem pertanian organik melalui penyediaan kebutuhan pertanian yang ramah lingkungan.
Selain itu, program air organic agriculture dilaksanakan untuk menekan dan mengurangi aktivitas pelepasan balon udara yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini karena pelepasan balon udara sudah menjadi aktivitas rutin di kota Wonosobo.
Di samping itu, General Manager AirNav Indonesia Cabang Yogyakarta, Zainal Arifin Harahap mengatakan bahwa AirNav Indonesia tengah berupaya membangun perusahaan yang berkelanjutan dengan komitmen terhadap prinsip Environment, Social, and Governance (ESG).
Program air organic agriculture disebut sebagai bentuk kontribusi perusahaan dalam menerapkan prinsip ESG pada aspek lingkungan. Dengan program ini, Zainal berharap dapat menekan emisi karbon pada sektor pertanian yang disebabkan oleh pupuk kimia.
Keanehan Program Air Organic Agriculture
AirNav Indonesia adalah satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyediakan jasa pelayanan navigasi penerbangan Indonesia. Tujuannya adalah untuk mencapai efisiensi dan efektivitas penerbangan, baik dalam lingkup nasional dan internasional.
Namun, mengapa program air organic agriculture yang bertujuan menciptakan sebuah ekosistem pertanian ramah lingkungan dan menjadikan pertanian yang berkelanjutan ini justru dilaksanakan oleh perusahaan AirNav?
Hal ini menjadi sesuatu yang sulit ditemukan korelasi antara pelayanan navigasi penerbangan dengan program air organic agriculture dan pelepasan balon udara oleh masyarakat. Memang tidak dimungkiri, pelepasan balon udara bisa mengganggu penerbangan sebagaimana yang sering dilakukan pejabat atau perusahaan swasta ketika melakukan acara peresmian.
Namun, sejak ada Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor 40 Tahun 2018, balon tidak lagi dilepas untuk mengudara, tetapi sekadar ditambat atau dikontrol di tempat. Dengan demikian, tradisi festival balon di Wonosobo jelas tidak lagi mengganggu penerbangan.
Oleh karena itu, menjadi aneh dan penuh tanda tanya ketika perusahaan AirNav malah membuat program air organic agriculture dan mengurusi pertanian.
Program seperti ini harusnya dilakukan oleh pihak yang ahli dalam pertanian. Apalagi, pertanian di Indonesia masih memiliki banyak masalah, termasuk rusaknya tanah. Oleh karena itu, perlu diberikan edukasi kepada para petani, seperti bagaimana pengolahan lahan secara organik.
Hanya saja, negara mestinya tidak melimpahkan peran ini kepada swasta, tetapi memberikan edukasi dan pelayanan pertanian dengan mengirimkan ahlinya. Negara juga harus melakukan perhatian yang serius berikut langkah-langkahnya, untuk melakukan perbaikan sistem pertanian negara, apalagi di tengah ancaman krisis pangan global seperti saat ini.
Waspada dan Belajar dari Pengalaman
Mengingat tidak ada korelasinya antara dua bidang tersebut, masyarakat terutama pemilik tanah dan para petani harus lebih waspada terhadap berbagai program yang belum jelas arah dan tujuannya. Masyarakat harus lebih kritis terhadap program-program yang ditawarkan. Terlebih jika program tersebut dirasa tidak ada relevansi.
Masyarakat mesti belajar dari gagal totalnya program peningkatan penyediaan pangan berbasis food estate yang digalang Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Fakta di lapangan menjelaskan bahwa selain hasilnya nihil, juga menimbulkan kerusakan alam, merusak kultur budaya, serta menghambur-hamburkan banyak uang, bahkan menimbulkan konflik pertanahan.
Alih-alih meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan rakyat, program yang berkedok sebagai lumbung pangan itu malah disebut-sebut sebagai bagian dari kejahatan lingkungan. Kondisi yang ada menggambarkan bahwa program-program peningkatan ketahanan pangan, hanya merampas ruang hidup masyarakat.
Pertanian Dijadikan Bisnis para Kapitalis
Inilah ketika negara tidak hadir bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya, termasuk dalam ketahanan pangan dan pengelolaan lahan pertanian. Sejak awal, pemerintah selalu melibatkan perusahaan swasta atau korporasi dalam menjalankan program-programnya. Padahal, sebagaimana watak perusahaan atau korporasi adalah mengejar materi dan mengutamakan keuntungan sebesar-besarnya.
Bukan tidak mungkin, ketika program air organic agriculture diterapkan, baik benih, pupuk, maupun distribusinya akan dikelola oleh perusahaan. Dalam praktiknya, perusahaan akan mendominasi peran. Ujung-ujungnya, pemilik lahan atau petani hanya dijadikan mitra kerja atau sebagai buruh semata. Akhirnya, program yang digembar-gemborkan untuk menciptakan ekosistem yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, malah dijadikan ladang bisnis yang menggiurkan bagi korporasi.
https://narasipost.com/opini/01/2024/ketahanan-pangan-terwujud-dengan-sistem-islam/
Itulah risiko negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Negara tidak hadir untuk mengurusi rakyatnya. Pemimpin hanya berperan sebagai regulator yang memberi perizinan untuk memudahkan langkah korporasi atau oligarki. Akibatnya, segala urusan rakyat seperti perdagangan, tanah garapan, pertanian, maupun bidang-bidang lainnya, semua akan dikendalikan oleh korporasi.
Oleh karena itu, selama negeri ini masih menerapkan ideologi kapitalisme, yang di dalamnya ada demokrasi, sekularisme, maupun liberalisme, pemimpin negara sekalipun tidak bisa berbuat apa-apa. Kehidupan rakyat akan dikontrol oleh para kapitalis seperti korporat atau oligarki. Bahkan, makin lama ideologi kapitalisme bercokol di negeri ini, makin kuat pula para kapitalis mencengkeram seluruh bidang kehidupan rakyat.
Lahan Pertanian Dalam Islam
Kondisi yang demikian itu tentu tidak akan dijumpai jika negeri ini menerapkan sistem pemerintahan Islam. Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab secara langsung terhadap seluruh urusan rakyat, termasuk bidang pertanian. Terlebih, pertanian dan pengelolaan lahan adalah salah satu bidang yang kebutuhan pokok rakyat bergantung padanya. Tanggung jawab negara ini sesuai dengan perintah Allah sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw.,
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari).
Oleh karena itu, negara akan berperan langsung dalam kepengurusannya dan tidak akan melimpahkan kepada perusahaan atau swasta. Negara akan menentukan kebijakan pengolahan lahan, termasuk produksi dan distribusinya, semua didasarkan pada Al-Qur’an dan sunah. Selain itu, setiap kebijakan yang diambil pun demi kemaslahatan umat, bukan untuk kepentingan sebagian orang seperti para korporat.
Dalam hal ini, negara bersistem Islam wajib memperhatikan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) sehingga tidak justru menimbulkan kerusakan lingkungan dan bencana alam.
Dalam syariat Islam, tanah dibagi menjadi tiga kepemilikan:
Pertama, tanah yang dimiliki oleh individu, yaitu seperti lahan pertanian. Tanah ini boleh diperjualbelikan serta bisa dikenai zakat dari penghasilan tanah itu, tetapi jika ditelantarkan hingga tiga tahun lamanya, lepaslah kepemilikannya.
Kedua, tanah milik negara, yaitu seperti tanah yang ditelantarkan, atau yang tidak ada pewarisnya, juga tanah di sekitar fasilitas umum dan lain-lain. Rasulullah saw. bersabda,
قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ: مَنْ أَحْيَا أَرْض اً مَيْتَة فَهِيَ لَهُ، وَلَيْسَ لِمُحْتَجِرٍ حَقٌّ بَعْدَ ثَلاَثَ سِنِيْنَ
Umar bin Al-Khaththab ra. berkata, “Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu miliknya dan orang yang memagari tidak memiliki hak setelah tiga tahun.” (HR. Abu Yusuf)
Ketiga, tanah milik umum, yaitu tanah yang di dalamnya terkandung harta milik umum seperti tanah hutan, tanah yang mengandung banyak tambang, juga tanah yang di atasnya terdapat fasilitas umum. Dengan demikian, tidak akan ada pihak yang bisa mendominasi pengelolaan maupun kepemilikan tanah, walaupun ia mampu membelinya.
Adapun pada lahan pertanian, negara dalam sistem Islam memberi bantuan pada para petani berbagai hal yang dibutuhkan. Negara akan menyiapkan modal, benih, pupuk, atau sarana prasarana produksi yang dibutuhkan. Bahkan, negara juga memfasilitasi infrastruktur pendukung yang bisa dinikmati dengan murah, bahkan gratis. Semua itu bertujuan untuk memudahkan dan meningkatkan produksi petani.
Khatimah
Demikianlah gambaran sistem Islam dalam mendorong terciptanya ekosistem pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan. Dengan sistem Islam, tidak akan ada keanehan sebagaimana perusahaan navigasi penerbangan yang mengurusi pertanian organik. Namun, sistem Islam yang bernama syariat akan tegak hanya jika negara menerapkan sistem pemerintahan Islam. Bukankah seorang muslim harusnya mengupayakannya?
Wallahua'lam bishawab. []
#GerakAksaraRamadan
#ChallengeRamadan
#NPselaludihati
Ujung-ujungnya selalu ada para kapitalis di balik program yang dijalankan
Sangat menarik sekali ❤️✨