Undang-Undang Baru India, ‘Singkirkan’ Kaum Muslim di Sana?

Undang-Undang India

Undang-Undang baru ini dinilai mendiskriminasi umat Islam. Sangat berbeda dengan kedudukan nonmuslim dalam Islam yang harta dan darah mereka dijaga.

Oleh. Ummu Ainyssa
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kebencian orang-orang kafir terhadap kaum muslim adalah realitas yang sangat jelas di depan mata. Wajar, jika hampir setiap hari kita dengar berita, terjadi hal-hal yang sangat memprihatinkan pada kaum muslim saat mereka menjadi minoritas di bawah kekuasan kaum kafir. Mereka tertindas tanpa bisa bebas, hak-hak mereka pun terampas.

Pemerintahan India, yang dikuasai partai nasionalis Hindu Bharatiya Janata (BJP), di bawah pimpinan Narendra Modi, pada Senin (11/3) membuat peraturan untuk memberlakukan Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan/ Citizenship Amendment Act (CAA). UU ini diterapkan untuk membantu memudahkan naturalisasi para pengungsi Hindu, Parsi, Sikh, Budha, Jain, dan Kristen yang melarikan diri dari Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan sebelum 31 Desember 2014. Namun, UU ini mengecualikan warga muslim.

Gelombang protes pun bermunculan di berbagai tempat untuk memprotes UU yang dinilai akan mendiskriminasi umat Islam tersebut. Aksi unjuk rasa pun diwarnai dengan pembakaran salinan undang-undang serta seruan pemogokan di seluruh negara bagian India.

Seperti dilansir dari Associated Press, Parlemen India sebenarnya telah menyetujui UU tersebut sejak tahun 2019 lalu. Namun, unjuk rasa penolakan meletus besar-besaran di berbagai tempat hingga menewaskan puluhan warga dan ratusan orang terluka. Akibatnya, pemerintah menunda penerapan UU tersebut.

Para kritikus berpendapat bahwa undang-undang tersebut adalah bukti lebih lanjut bahwa pemerintahan Perdana Menteri (PM) Narendra Modi sedang mencoba mengubah negara tersebut menjadi negara Hindu dan meminggirkan 200 juta umat Islam di sana. Sebab, realitasnya pemerintahan Modi berulang kali dianggap melakukan diskriminasi terhadap warga muslim.

Sementara itu, pengawas hak asasi manusia Amnesty India mengatakan UU tersebut "melegitimasi diskriminasi berdasarkan agama". Jika memang benar UU tersebut ditujukan untuk melindungi kelompok minoritas yang teraniaya, maka seharusnya juga mencakup kelompok agama minoritas muslim yang sering menghadapi penganiayaan di negara mereka sendiri. (CNBCIndonesia.com, 15-3-2024)

Bukan Kali Pertama

Sejatinya, ini bukanlah pertama kalinya penduduk muslim India merasa dipinggirkan oleh pemerintahan PM Modi. Akhir Januari lalu, Modi meresmikan Kuil Ram di kota Ayodhya yang dibangun tepat di tempat Masjid Babri. Masjid yang pernah berdiri sejak abad ke-16, tapi dirobohkan oleh massa nasionalis Hindu pada Desember 1992.

Selain itu, sejak 2014 PM Modi mulai berkuasa, umat muslim telah menjadi sasaran rentetan serangan dari kelompok Hindu garis keras. Massa Hindu melakukan pembunuhan terhadap puluhan warga muslim atas tuduhan memakan daging sapi atau menyelundupkan sapi, hewan yang dianggap suci bagi umat Hindu. Bahkan pelecehan dan pelarangan kerudung terhadap para muslimah di lingkungan pendidikan, serta pembakaran tempat ibadah juga terjadi di sana.

https://narasipost.com/opini/02/2022/muslim-minoritas-makin-tergilas-adakah-solusi-tuntas/

Bisnis-bisnis muslim pun banyak yang diboikot, di mana lingkungan sekitar mereka telah dibuldoser. Beberapa seruan terbuka telah dibuat atas genosida yang terjadi, tetapi pemerintah seolah buta. Sikap diam Modi atas kekerasan antimuslim ini nyata-nyata telah menguatkan sebagian pendukungnya yang paling ekstrim.

Penyebab Buruknya Nasib Muslim Minoritas

Beginilah nasib umat Islam hari ini di bawah pemerintahan sekuler. Terlebih dengan posisi mereka sebagai minoritas di bawah kepemimpinan nonmuslim. Perlakuan buruk rezim selalu mereka alami. Bahkan keberadaan mereka pun sering kali dianggap tidak ada. HAM, jargon kebebasan yang sering digembar-gemborkan sistem sekuler demokrasi, nyatanya tidak berlaku bagi kaum muslim.

Bukan hanya di India saja, nasib semua minoritas muslim di dunia saat ini nyaris sama buruknya. Di Barat, islamofobia makin hari makin nyata. Kasus pelarangan hijab, pembakaran Al-Qur’an, masih sering terjadi di negara yang katanya menjunjung tinggi nilai demokrasi dan HAM. Muslim Uighur pun tak luput menjadi korban sadisnya rezim di Cina. Nasib muslim Rohingya yang menjadi minoritas di Myanmar juga menjadi sasaran genosida oleh junta militer Myanmar, hingga kini mereka masih terlunta-lunta.

Sejak runtuhnya institusi negara adidaya Islam pada 1924 lalu, kaum muslim tidak lagi bisa merasakan ketenangan dan kedamaian. Setiap saat hanya ketakutan yang menghantui mereka. Bagaikan seorang anak yang ketakutan, menunggu sang ibu pulang dan memberi ketenangan. Sayangnya, ibu sebagai pelindung itu telah 100 tahun lamanya menghilang.

Sementara saudara seiman pun tak mampu atau bahkan tidak pernah mau membantu membebaskan mereka. Meski saudara itu menjadi mayoritas di suatu negeri. Hati, mata, dan telinga mereka telah dipenjarakan oleh sistem peninggalan penjajah. Tangisan pilu, teriakan minta tolong, tidak lagi terdengar di telinga. Bahkan tak sedikit pemimpin negeri-negeri muslim yang justru tertawa satu meja bersama para penjajah.

Padahal Allah Swt. telah memberikan peringatan-Nya di dalam surah Ali-Imran ayat 118,

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian menjadikan orang-orang yang di luar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkanmu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih besar lagi. Sungguh, telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti."

Kewarganegaraan dalam Islam

Berbeda dengan sistem kapitalisme, di dalam negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah. Seorang pemimpin (khalifah) adalah penjaga, mereka bertanggung jawab atas semua urusan rakyatnya. Semua orang baik muslim maupun nonmuslim yang hidup dan tunduk terhadap aturan negara (kafir zimi), maka mereka semua dianggap sebagai warga negara Islam (Khilafah). Mereka semua diperlakukan sama sesuai ketentuan syariat.
Hak-hak mereka sebagai warga negara dilindungi dan dijamin penuh oleh negara.

Islam tidak memaksa warga nonmuslim untuk masuk Islam ataupun menutup tempat peribadatan mereka. Nonmuslim juga dibiarkan hidup berdampingan dengan kaum muslim selama mereka tidak melakukan permusuhan dan memerangi kaum muslim. Begitu juga harta dan darah nonmuslim terjaga sebagaimana terjaganya harta dan darah kaum muslim.

Bahkan Rasulullah saw. telah menyatakan dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Al-Khatib dari Ibnu Mas'ud bahwa, siapapun yang menyakiti kafir zimi sama saja dengan menyakiti kaum muslim.

“Barang siapa menyakiti kafir zimi, maka aku berperkara dengannya, dan barang siapa berperkara denganku, maka aku akan memperkarakannya di hari kiamat. (Imam Al-Jalil Abu Zahrah, Zuhrat At-Tafaasiir, juz 1, hal. 1802)

Kafir zimi tidak akan dipaksa untuk meninggalkan agama mereka, tetapi mereka diwajibkan membayar jizyah. Jizyah hanya dikenakan kepada laki-laki yang telah balig dan tidak dipungut dari orang-orang miskin, lemah, atau membutuhkan sedekah. Mereka tidak dipungut biaya lain kecuali yang menjadi syarat dalam perjanjian.

Diriwayatkan dari ‘Urwah bin Zubair, ia berkata bahwa Rasulullah saw. pernah mengirim surat penduduk Yaman dan berkata,

“Siapa saja yang telah memeluk agama Nasrani dan Yahudi, mereka tidak akan dipaksa untuk keluar dari agamanya, mereka hanya wajib membayar jizyah.” (HR. Ibnu Hajar, Talhis Al-Habir, juz IV, 123, As-Syawkani, Nayl Al-Awthar, juz VIII, hal. 218).

Ketentuan ini juga berlaku bagi orang musyrik.
Kaum muslim dipersilahkan untuk bermuamalah dengan kafir zimi, boleh jual beli maupun kerja sama dengan mereka sesuai syariat. Kafir zimi juga boleh ikut berperang bersama kaum muslim, meski ini tidak diwajibkan atas mereka. Mereka juga berhak mendapatkan hak pelayanan, perlindungan, dan perlakuan yang baik dari negara.
Inilah beberapa contoh perlakuan Islam terhadap warga negara minoritas (nonmuslim) yang hidup di negara Islam.

Tentunya sangat jauh berbeda dengan perlakuan negeri kafir terhadap kaum muslim minoritas saat ini. Hal ini sekaligus menepis stigma buruk tentang perlakuan negara Islam saat kembali tegak. Sebab, banyak propaganda yang menganggap bahwa ketika negara Islam ditegakkan maka kaum minoritas akan mengalami diskriminasi. Padahal justru dengan tegaknya kembali negara Islam inilah yang akan menjadi solusi untuk menyelamatkan minoritas muslim dari cengkeraman rezim penjajah. Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Ummu ainyssa Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Perang Sarung Marak, Cermin Remaja Rusak
Next
Polemik Awal dan Akhir Ramadan
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Firda Umayah
Firda Umayah
7 months ago

Landasan sistemnya sudah sekuler, jadi tidak akan pernah berpihak kepada muslim

Dewi Kusuma
Dewi Kusuma
7 months ago

Astaghfirullah! Umat muslim sering terdzalimi so hanya penerapan sistem Islam secara sempurna solusi tuntasnya

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram