Jumawa Manusia

Sejatinya, jika saat ini masih ada manusia yang bertahan dengan sikap arogansi kesombongannya, menggunakan kekuasaan, jabatan dan kekayaan untuk mengangkangi hukum Allah Swt., maka hakikatnya dia telah melakukan bentuk pengingkaran yang nyata dan bisa menjadikan cacat aqidahnya

Oleh. Ulfa Ni'mah

NarasiPost.Com-Terdengar getaran suara dari gawaiku saat belajar daring di siang hari. Karena sedang fokus menyimak, maka kubiarkan panggilan video itu terus memanggil. Bukan mengabaikan, tetapi memang sudah menjadi kesepakatan bersama, jika ada panggilan di saat daring, maka dibiarkan saja, tidak perlu diangkat.

Sebenarnya peraturan itu tidak begitu saklek, sebab bila panggilan itu berasal dari suami atau orang tua,  maka boleh meminta ijin untuk mengangkat panggilan.

Sementara gadgetku sedang bermasalah, sudah sepekan ini berubah fitur pengaturan di layar. Aku tidak bisa melihat siapa gerangan yang memanggil, maka kuhiraukan saja panggilan tersebut.

Di saat yang bersamaan, dari ruang tengah yang bersebelahan dengan kamar dimana aku sedang belajar daring, terdengar perbincangan suamiku dengan seseorang. Seksama kudengarkan pelan dengan siapa ia berbincang. Rupanya suara keras Bulik, adik kandung Ibu mertuaku terdengar dari arah gawai.

Bulik mengabarkan bahwa Ibu mertua sedang disuapi makan bubur ayam. Sejak pagi,  ibu merasa mual, muntah-muntah, kepala pusing dan kurang enak badan.

Mendengar kabar bahwa ibu sedang sakit, membuat hati kami merasa pilu. Betapa tidak, tersebab karena jarak yang jauh di antara kami. Aku dan suami  menetap di Brebes, kota paling ujung, perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat, sementara Ibu berada di Blora, kota paling ujung di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Inilah yang membuat kami merasa prihatin. Di saat beliau sedang sakit, aku dan suami  tidak membersamainya. Yang bisa dilakukan adalah memberi support dan doa agar Ibu lekas pulih kembali. Apalagi di tengah pandemi, mobilitas dibatasi dan sebisa mungkin orang rumah menjadi dokter bagi anggota rumah yang lain.

Semoga dengan berkomunikasi lewat gawai, bertatap dan berbincang dengan anak dan cucunya, membuat Ibu memiliki semangat untuk sembuh dan ceria kembali. Terlebih ibu memang sering sakit pasca ditinggalkan Bapak yang telah lebih dulu menghadap Allah setahun lalu.

*

Sudah menjadi hukum alam, semakin bertambah waktu, usia kian menua, sementara kekuatan tubuh kian renta. Tubuh yang dulu sehat, kuat, energik dan lincah, kini berkerut, mengendur, lemah tak bertenaga dan tidak selincah sewaktu muda. Dulu, ibu sangat aktif dalam kegiatan berorganisasi. Separuh hidupnya selain menjadi kepala sekolah pendidikan dasar, beliau aktif dalam organsisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia, yaitu sebagai ketua Muslimat tingkat ranting Kabupaten Blora. Namun, kini usianya telah memasuki senja, pasti berbeda secara fisik dan tenaga. Sehari saja beraktivitas, beliau merasa kelelahan, tidak seperti dulu kala.

Ya, siapa pun akan menemui masanya, menghitung waktu yang entah berapa lagi tersisa dan diijinkan menghirup napas di dunia.

Dengan bertafakur, akan kita dapati bahwa hidup di dunia hanyalah sebentar. Semua berproses dan bertumbuh mengikuti hukum alam. Seorang anak bani Adam terlahir ke dunia dalam keadaan mungil, lemah tak berdaya, kemudian beranjak besar menjadi remaja, tumbuh dewasa dan menua hingga menemui ajalnya.

Namun, ada juga yang tidak berproses dan bertumbuh. Baru saja sebentar menengok ke dunia, kemudian tidak berselang lama, Allah telah memanggilnya. Ya,  semuanya bergerak sesuai ketetapan yang telah tercatat di Lauhul Mahfudz-Nya.

Episode kehidupan manusia memang berputar. Tidak selamanya seseorang hidup sehat. Namun, dia juga pernah merasakan sakit. Tidak selamanya dia selalu muda dan energik, suatu waktu dia menjadi tua dan terlihat renta. Ada juga seseorang yang hidupnya dulu miskin papa, kemudian sekarang bergelimang harta atau sebaliknya. Semua itu sudah menjadi suratan takdir. Manusia hanyalah lakon kehidupan.

Di sisi lain, dalam menjalani kehidupan, manusia haruslah mengingat kematian. Sebab, apa pun proses yang dijalani, kehidupan manusia pasti akan bermuara pada satu titik akhir, yaitu menuju kematian. Di sinilah perlu adanya ruang berpikir, bahwa jika ada kehidupan pasti ada kematian. Setiap manusia pasti akan menemui ajalnya.

Kematian tidak hanya menimpa yang tua ataupun yang sedang sakit parah saja. Namun, di saat sehat bugar pun maut bisa menyambangi bila sudah datang waktunya.

Allah Swt. telah banyak memperlihatkan kepada kita, bahwa ajal menjemput siapa saja dengan tiba-tiba, ketika sedang bermain sepakbola, wawancara, salat, tidur atau bahkan duduk santai. Jika sudah waktu ajalnya, maka siapa pun tidak bisa mengelak atau mengulur, meski seperkian detik waktu. Bagaimanapun kerasnya usaha seseorang untuk menghindarinya, maka tidaklah mampu ia melakukan.

Ini artinya, kehidupan manusia berada dalam genggaman Allah Sang Penguasa Yang Mahakuasa. Allah Swt. telah menetapkan di mana, kapan dan dengan kondisi apa seseorang menemui ajalnya.

Seharusnya apa yang terjadi di sekitar kita cukup menjadi ikhtibar, bahwa manusia hanyalah makhluk Allah yang lemah tak berdaya.

Alangkah naifnya, jika sebagai makhluk lemah tak berdaya, namun, dalam hatinya memiliki rasa sombong, merasa sempurna, lebih baik karena kekayaan, jabatan, ilmu yang dimiliki. Manusia juga sering jumawa, merasa sehat, muda, berakal cerdas, dan kuat. Padahal, semua itu adalah titipan Allah Swt. yang tidak perlu dibanggakan hingga dia terbenam dalam kesombongan.

Akibatnya, tidak sedikit dari mereka yang sombong, sulit menerima kebenaran bahkan enggan menunjukkan ketaatan dan ketundukkan kepada hukum yang telah Allah tetapkan.

Padahal, jika Allah telah memberi sedikit ujian dan himpitan kepadanya, manusia tersebut sudah merasa kalang kabut. Sebagai misal, ketika berhadapan dengan makhluk kecil tidak kasat mata saja, yaitu Covid-19, manusia dibuat tidak berdaya, apalagi jika Allah Swt. murka karena kesombongan dan keangkuhan. Manusia pasti akan lebih tidak berdaya.

Allah Swt. dengan tegas telah mengingatkan kita agar terhindar dari sikap sombong.

"Janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri" (TQS Luqman: 18).

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim, Rasulullah bersabda,

"Maukah kuberitahukan kepada kalian siapakah penghuni neraka itu? Yaitu, setiap orang yang berperilaku bengis, kasar dan menyombongkan diri."
(HR. Bukhari-Muslim).

Sungguh telah jelas peringatan di atas, tidak ada guna memelihara sikap sombong. Kesombongan hanya akan membawa pelakunya pada kerugian dunia dan akhirat.  Karena kesombongan pula, manusia akan hidup dalam kenestapaan. Betapa tidak, Iblis yang sombong dan angkuh harus menerima akibat dari sikap yang dimilikinya yaitu diturunkan dari surga_Nya dan diturunkan ke bumi. Iblis pun ditetapkan Allah kelak ditempatkan sebagai penghuni neraka. Ini karena kesombongannya, merasa lebih baik dari  Nabi Adam as.

Bila berbicara jujur, apa  yang menimpa umat saat ini pun tersebab karena kesombongan. Umat dikepung oleh sifat zalim penguasa yang menolak aturan Sang Pencipta. Semua bersumber dari sifat jumawa.
Manusia merasa lebih hebat hingga bisa mengatur dirinya, lingkungan, negara dan dunia, hanya dengan aturan yang bersumber dari akal lemah manusia. Mereka merasa yakin mampu menyelesaikan segala problema yang ada dengan aturan manusia. Bahkan mereka berani dengan sombongnya mengutak-atik hukum Allah Swt. agar sesuai dengan kemaslahatan mereka, dengan anggapan, bahwa aturan yang diterapkan di zaman Rasulullah dulu sudah tidak lagi relevan bila diterapkan saat ini, dengan teknologi yang sudah semakin berkembang pesat.

Padahal, pada faktanya, ketika aturan yang bersumber dari akal manusia itu diberlakukan, justru umat saat ini mengalami penderitaan, kemiskinan, kekacauan, kenestapaan. Bahkan kerusakan telah nampak di bumi baik di darat ataupun laut akibat pengaturan yang serakah dan mencerabut nilai-nilai manusiawi.

Inilah buah kesombongan. Sayangnya, sikap ini justru dipelihara dan tumbuh subur dalam alam demokrasi kapitalis. Pandangan hidup sekuler telah melahirkan manusia-manusia berwatak sombong yang tidak mengenal Tuhannya lebih dekat. Mereka hanya mengakui Tuhan dalam ranah ibadah, namun  mengingkari keberadaan Tuhan dalam aspek kehidupan nyata. Wajar saja, ketika aturan Sang Pencipta tak lagi diberi ruang untuk mengatur tata aturan kehidupan yang ada, maka rusaklah tatanan kehidupan manusia.

Seharusnya kisah kezaliman dan keangkuhan Fir'aun, raja zalim yang memimpin negerinya dengan pengakuan sebagai Tuhan tersebut bisa diambil hikmahnya. Ternyata kehidupan Fir'aun dan pengikutnya sungguh tragis, berakhir nestapa. Allah Swt. benamkan dan hancurkan kezalimannya dalam lautan kekuasaan-Nya.  

Sejatinya, jika saat ini masih ada manusia yang bertahan dengan sikap arogansi kesombongannya, menggunakan kekuasaan, jabatan dan kekayaan untuk mengangkangi hukum Allah Swt., maka hakikatnya dia telah melakukan bentuk pengingkaran yang nyata dan bisa menjadikan cacat aqidahnya. Karena hal itu merupakan bentuk legitimasi terhadap perbuatan maksiat secara  terang-terangan di hadapan Allah. Jelas, hal ini telah tegas dilarang oleh Allah Swt.

Oleh karena itu, buanglah kesombongan dan berjalanlah dengan ketundukan dan penuh ketaatan sebagai makhluk Allah Swt! Sebab, sejatinya hanya Allah Swt. yang berhak membuat aturan, bukan akal manusia.  Namun, jika tetap kukuh berada dalam kesombongan, maka jangan salahkan jika kelak dikumpulkan ke dalam kelompok orang-orang yang hina, sebagaimana Allah telah sebutkan hal ini kepada Iblis dalam firman-Nya:

"Turunlah kamu dari surga itu, karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina." ( TQS al-A'raf: 13).[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ulfa Ni'mah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Masyarakat Cerdas, Kritis dan Peduli dalam Naungan Khilafah
Next
Cinta Pertama
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram