Berbeda dengan sistem Islam, keberagaman suku, keyakinan, dan bahasa. Sangat dihargai mesti tetap prinsipnya "Bagiku Agamaku dan Bagimu Agamamu" kendati demikian merekapun mendapat hak yang sama dalam hal perlindungan dan haknya dalam menjalankan keyakinan, terbukti ketika sistem Islam tegak di masa Rasulullah, begitu menghargai keanekaragaman dan perbedaan keyakinan warga negaranya, selama mereka mentaati aturan yang di terapkan pemerintah Islam.
Oleh: Devita Deandra (Aktivis Muslimah)
NarasiPost.com - Belum lama usai dilantiknya Yaqut Cholil sebagai Menteri Agama (Menag), sudah menimbulkan kontroversi, pasalnya ia menyatakan bahwa akan memenuhi dan melindungi hak beragama warga Syiah dan Ahmadiyah di Indonesia. Bahkan Kementerian Agama bersedia menjadi mediator jika ada kelompok tertentu bermasalah dengan dua kelompok tersebut (nasional.tempo.co, 25/12/2020)
Adapun alasan Yaqut memberikan afirmasi tersebut, agar tidak ada warga yang menganut dua kepercayaan ini terdiskriminasi. Ia membantah bahwa pernyataan itu bukan sebagai sikap memberi perlindungan khusus pada penganut Syiah dan Ahmadiyah. Namun, ia berdalih hanya memberi perlindungan kepada warga negara dari semua kelompok kepercayaan.
Padahal, fatwa MUI yang menyatakan kedua aliran tersebut sesat sangatlah jelas. MUI sebagai lembaga yang menyatakan bahwa Ahmadiyah dan Syiah merupakan aliran sesatpun merespon pernyataan Menag. Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas meminta Menag berhati-hati dalam memberikan pernyataannya soal rencana afirmasi terhadap kelompok Syiah dan Ahmadiyah. Menurut Abbas, dalam Islam perbedaan teologis adalah persoalan fundamental karena terkait dengan tauhid.
Lantas kenapa? Kontroversi soal paham Syiah dan Ahmadiyah yang telah ada sejak dulu ini seolah tak ada habisnya di negeri ini. Padahal telah jelas perbedaannya bukan hanya terletak pada penafsiran, tapi sudah menyangkut perbedaan yang prinsipil. Bahkan bukan hanya dua paham ini masih banyak aliran sesat lainnya yang ditetapkan oleh MUI. Namun sampai kini merekapun tetap eksis.
Tentu saja semua ini ada sebabnya, tumbuh suburnya aliran sesat bukanlah tanpa sebab. Dan akar masalahnya ada akibat dari penerapan ide kebebasan ala demokrasi. Paham kebebasan atau liberalisme yang dijunjung tinggi oleh sistem ini membuka celah ajaran dan paham baru sehingga kesesatan tumbuh subur. Di tambah Isu hak asasi manusia dan kebebasan berkeyakinan yang digaungkan di tengah masyarakat. Propaganda pluralisme juga senantiasa selalu diopinikan namun disatu sisi narasi intoleran disematkan pada umat yang menolak paham pluralisme.
Padahal sejatinya ketika negara berperan sebagai penjamin keberagaman tanpa harus menyamaratakan, tentu tak ada polemik berkepanjangan begitu pula konflik antar agama. Namun justru kondisi ini diperparah lagi dengan asas sekularisme dari sistem demokrasi. Yang mana seluruh penyelesaian konflik antar umat/agama tidak diambil dari Al-Quran dan As-Sunnah akibat adanya pemisahan agama dari kehidupan. Alhasil konflik akan selalu ada. Sementara menjaga dan menjauhkan umat dari aliran sesat merupakan sesuatu yang mustahil.
Berbeda dengan sistem Islam, keberagaman suku, keyakinan, dan bahasa. Sangat dihargai mesti tetap prinsipnya "Bagiku Agamaku dan Bagimu Agamamu" kendati demikian merekapun mendapat hak yang sama dalam hal perlindungan dan haknya dalam menjalankan keyakinan, terbukti ketika sistem Islam tegak di masa Rasulullah, begitu menghargai keanekaragaman dan perbedaan keyakinan warga negaranya, selama mereka mentaati aturan yang di terapkan pemerintah Islam.
Dalam pemerintahan Islam umat yang beragama selain Islam (Ahlu Dzimah) mereka hidup rukun berdampingan. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Barangsiapa menyakiti seorang kafir dzimi (nonmuslim yang tidak memerangi Muslim) maka sesungguhnya dia telah menyakitiku. Barangsiapa yang telah menyakitiku, maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah.” (HR AT Thabrani)
Lain halnya dengan Syiah dan Ahmadiyah, yang mana adalah paham yang menyimpang dari ajaran Islam. Dalam pemerintahan Islam, hal ini tidak akan dibiarkan berkembang dan tumbuh subur. Para penganut paham yang menyimpang akan dibubarkan dan kepada individu-individu penganutnya akan dibina kembali kepada ajaran Islam jika sebelumnya mereka Islam. Apabila jika mereka menolak mereka dinilai sebagai orang yang murtad dan diberikan sangsi sesuai dengan aturan Islam.
Jika mereka sebelumnya nonmuslim maka akan dinilai sebagai kafir musyrik, dimana hewan sembelihan mereka haram dikonsumsi oleh umat Muslim. Para wanitanya dilarang menikah dengan Muslim.
Demikianlah Islam mengatur dengan aturan yang berasal dari Allah Swt. sehingga mampu menyelesaikan konflik antar umat beragama dan juga mencegah menjamurnya ajaran yang menyimpang yang dapat membahayakan pemahaman umat Islam. Sebab Islam mampu menjaga keragaman namun bukan berarti harus menyamaratakan. Oleh karena itu, Islamlah satu-satunya solusi yang dapat menyelesaikan permasalah umat dan memberikan hak berkeyakinan sesuai dengan jalur yang benar.
Wallahu A'lam