Halte sultan dengan anggaran ratusan juta per halte dinilai gak urgen. Akan lebih baik bila digunakan untuk memperbaiki jalan yang rusak.
Oleh. Irma Sari Rahayu
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hai, Guys! Pernah mendengar tempat bernama “Planet” Bekasi? Tenang, ini bukan nama planet yang baru kok, tapi nama kota tetangga Jakarta. Kota Bekasi selalu punya cerita unik yang menghiasi gemerlap kotanya. Baru-baru ini, Pemerintah Kota Bekasi membangun 10 halte sultan, Guys. I mean halte bus yang disebut smart halte.
Kok disebut halte sultan? Gimana gak sultan, halte bus ini bergaya modern dengan atap transparan, dilengkapi kursi, pengisian daya ponsel, dan CCTV. Kabarnya biaya pembangunan untuk satu smart halte ini menelan biaya 180 juta lo (Kompas.com, 18/1/2024). Ckckck, mahal, ya!
Kesepuluh halte tersebut terletak di Jalan Cut Mutia sebanyak lima halte, Jalan Jendral Sudirman arah Stasiun Kranji satu halte, Jalan Jendral Sudirman depan Grand Mall satu halte, dan Jalan Chairil Anwar dua halte. Menurut informasi dari laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Bekasi, dana untuk membangun semua halte sultan tersebut diambil dari APBD tahun 2023 (Tempo.co, 18/1/2024).
Enggak Worth It!
Guys, kota Bekasi sekarang memang telah bertransformasi menjadi kota metropolis nan modern. Berbagai fasilitas dibangun Pemkot untuk mendukung aktivitas warganya, tak terkecuali halte sultan ini. Tapi, enggak semua warga Bekasi merasa kehadiran halte ini bermanfaat bagi mereka. Apalagi mereka menilai antara penampakan halte dengan biaya pembangunannya yang ratusan juta rupiah itu enggak worth it banget.
Warga mengkritik jumlah kursi yang disediakan hanya empat, enggak ada informasi apa pun di papan informasi dan enggak ada tempat pembuangan sampah. Wajar dong kalau warga bertanya-tanya, benar nih anggaran satu halte ratusan juta? Jangan-jangan…
Karena kejanggalan ini puluhan anggota/kader Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Syariah Mitra Karya Cabang Kota Bekasi melakukan unjuk rasa di depan gedung Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bekasi. Para mahasiswa menuntut kejelasan proyek pemeliharaan 32 titik halte dan 10 titik halte yang enggak sesuai harapan dengan anggaran APBD 2023.
Proyek sepuluh titik halte yang terakhir yang dikritisi, karena pada awalnya anggaran untuk pemeliharaan, tapi kok realitasnya adalah pembangunan halte baru. Mareka juga menuntut kejelasan urgensi pembangunan halte baru, karena ada halte yang dibangun bersebelahan dengan halte lama (inijabar.com, 24/1/2024).
Enggak Smart!
Kisruh halte sultan dan kecurigaan masyarakat Bekasi sebenarnya wajar, ya, Guys. Di era kapitalisme yang semua diukur pakai uang, berbagai hal bisa saja terjadi. Ketika kepercayaan masyarakat kepada penguasanya mulai menipis, timbul deh buruk sangka. Apalagi banyak fakta bicara kalau proyek-proyek yang digawangi negara sarat celah korupsi. Duh, mau enggak suuzan tapi kok susah?
Apalagi, jika dinilai dari urgensinya, pembangunan smart halte ini dinilai enggak urgen kok. Warga Bekasi justru lebih menginginkan agar anggarannya lebih baik digunakan untuk memperbaiki jalan yang rusak. Banyak lo pengendara motor yang mengalami kecelakaan karena jalan yang berlubang. Apalagi kalau hujan datang, lubang-lubang tersebut akan tertutup oleh genangan air sehingga tidak akan terlihat. Duh, tambah bahaya, Guys!
https://narasipost.com/opini/06/2022/smart-city-apakah-pilihan-yang-smart/
Masalah halte sultan ini semakin membuka mata kita, ya, Guys, kalau anggaran belanja negara baik di level pusat maupun daerah sering digunakan untuk hal yang enggak urgen dan enggak tepat. Warganya butuh apa, pemerintah malah membangun apa.
Muncul dugaan di masyarakat bahwa proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang digunakan dari dana APBD dilakukan hanya untuk menghabiskan dana tahunan, bukan karena kebutuhan. Buktinya, jika warga mengeluh ada jembatan atau jalan yang rusak, perbaikannya tidak dilakukan dengan segera. Alasannya dana tidak ada. Gemes enggak sih?
Smart with Islam!
Karut-marut tata kelola anggaran ini nyata ditemui jika pengelolaan negara ada di genggaman penguasa di sistem kapitalisme. Pengelolaan keuangan negara jadi terkesan boros dan enggak tepat sasaran. Berbeda ketika kekuasaan ada di tangan penguasa yang taat menerapkan aturan Allah Swt. Ada nilai ketakwaan kepada Allah sekaligus tanggung jawab sebagai pengurus umat.
Sistem pengelolaan keuangan dalam Islam unik dan keren lo, Guys. Dia enggak dibatasi oleh tahun anggaran seperti yang kita jalankan saat ini. Semua pos pendapatan dan pengeluaran dikelola oleh baitulmal dan khalifah sebagai penanggung jawabnya. Pos pendapatan negara bersumber dari harta fai, kharaj, jizyah, zakat, harta kafir zimi yang enggak punya ahli waris, dan pengelolaan harta milik umum.
Adapun dana untuk pembangunan infrastruktur maka akan dikeluarkan dengan mempertimbangkan maslahat dan kebutuhan masyarakat, misalnya untuk membangun sekolah, rumah sakit, jembatan, pengadaan alat kesehatan, memperbaiki sarana yang rusak, dll. Dana ini harus selalu tersedia di baitulmal, karena menjadi kewajiban negara untuk melaksanakannya.
Kalau enggak, bisa menimbulkan dharar atau keburukan bagi masyarakat. Bagaimana kalau dananya enggak cukup atau kosong? Maka, kewajiban ini berpindah kepada kaum muslim. Negara bisa meminta bantuan kepada rakyatnya yang kaya atau memberlakukan pajak kepada penduduk muslim yang kaya saja.
Enggak akan ada tuh mosi enggak percaya dari masyarakat kepada khalifah atas pengelolaan dana negara ini, karena mereka meyakini perintah khalifah wajib ditaati. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah An-Nisa ayat 59:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul (Nya) dan ulil amri diantara kalian”.
Kalau ada kekeliruan dalam mengambil kebijakan yang dilakukan oleh khalifah, maka wajib kita luruskan. Namun, enggak berarti kita melepas ketaatan. Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Nabi saw. bersabda:
”Barang siapa melihat sesuatu (yang tidak disukainya) dari amirnya, maka hendaklah dia bersabar atas itu. Karena, barang siapa memisahkan diri dari jemaah sejengkal saja, lalu dia mati, maka dia mati seperti kematian jahiliah.”
Nah, bisa kita bandingkan ‘kan antara sistem pengelolaan keuangan kapitalisme dan Islam. Kita enggak akan merasa terzalimi dengan kondisi jalan rusak, jembatan hampir ambruk, sementara pembangunan infrstruktur yang enggak penting terus berjalan. Masih mau merasa kesal terus dengan sistem zalim saat ini? Yakin masih alergi dengan sistem Islam? Wallahu a’lam bishawab.[]
Baru tahu istilah halte Sultan. Wah, bancakannya makin gede yack kalau proyeknya gede. Naudzubillah
Proyek dengan anggaran besar menjadi lahan subur terjadinya korupsi,, apalagi di era sistem ekonomi kapitalisme...
Ada-ada saja yaa istilah sekarang. Halte Sultan!
Mmm bukan hanya di Bekasi, Mbak. Hampir disemua wilayah kayanya banyak alokasi anggaran jatuh di proyek yang tak tepat sasaran.
Padahal, rakyat kita masih banyak yang butuh uluran tangan.
Jalanan di Bekasi memang ada yang masih berlubang, suka banjir, dll. Seharusnya memang ini yang diprioritaskan. Barakallah untuk penulis. Naskahnya keren meskipun penulisnya bukan kalangan remaja
Geregetan jadinya, Mbak.
Biaya pembangunan rumah yang kutinggali jauh di bawah halte yang sultan itu tuh.
Bukan apa-apa, tapi mbok ya dilihat tingkat urgensi dan kemanfaatan untuk umat, gak asal bangun aja.
Memang laporan pertanggungjawaban di dunia bisa selesai, bisa dimanipulasi. Tapi banyak yang lupa, laporan pertanggungjawaban di akhirat tidak ada yang bisa memanipulasi karena itu hak prerogatif Allah.
Allah, maaf kan hamba karena jadi julid, ya Allah.
Suwun naskah kerennya Mbak Irma.
Sistem kapitalisme memang hanya mementingkan gengsi biar terlihat wah dari luar saat membangun ini itu. Padahal yang diperlukan oleh rakyat adalah sarana dan prasarana yang bisa berfungsi dengan baik serta berguna bagi seluruh rakyat.
Miris memang sih. Prinsip pembangunan oleh penguasa dalam sistem kapitalisme memang bukan untuk kemaslahatan seluruh rakyat, jadi gak heran jika negara membangun tanpa melihat apa yang penting dan gak penting. Prinsip negara "yang penting anggaran habis" benar-benar gak smart.
Proyek2 di dalam sistem kapitalisme rawan tindakan curang macam korupsi. Yang dianggarkan berapa, yang dipakai berapa. Tidak sesuai. Selalu ada celah untuk mengambil keuntungan dari proyek. Tak heran jika kualitas yang dibangun tidak sepadan dengan anggaran yang dikeluarkan. Rakyat lagi yang dirugikan.
Penguasa dalam mengambil kebijakan memang bukan untuk kemaslahatan umat. Kasihan umat, sudah terbebani dengan biaya hidup yang mahal, pajak yang semakin tinggi, eh duitnya digunakan untuk proyek yang sebenarnya umat itu g butuh butuh amat. Saatnya menerapkan syariat Islam dalam setiap aspek kehidupan.
Betul banget mbak
MasyaAllah, barakallah penulis mbk Irma, kata orang Betawi, biar tekor asal nyohor