Sebenarnya komunitas yang banyak menjadi pasien HIV/AIDS itu merindukan sentuhan dakwah untuk membawa mereka kembali ke fitrah.
Oleh. Ragil Rahayu, S.E.
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Alhamdulillah, pada Jumat, 17 November 2023 pukul 19.00 NarasiPost.Com kembali berkesempatan mengadakan acara sharing ilmu secara daring melalui Zoom Meeting dan Live YouTube. Kali ini Sharing Ilmu membahas tema "Diskriminasi Penderita HIV, Kapan Berakhir?" Adapun narasumber yang berbagi ilmu adalah Zulyana Aksan. Beliau adalah seorang perawat dan konselor HIV/AIDS. Acara dipandu oleh host Tsuwaibah al-Aslamiyah.
Setelah pembukaan dan pembacaan CV narasumber, host bertanya tentang latar belakang penderita HIV/AIDS saat ini. Narasumber yang akrab disapa Mbak Yana menjelaskan bahwa mayoritas penderita HIV/AIDS adalah usia produktif. Usia pasien paling kecil adalah bayi. Di tempat beliau bertugas saja, ada 17 bayi yang terkena HIV.
HIV/AIDS disebabkan oleh virus yang tidak bisa dibunuh sehingga pengobatan dilakukan dengan meningkatkan imun dan melemahkan virus. Pasien diarahkan untuk memperbaiki gaya hidup, termasuk meninggalkan pergaulan bebas. Pasien juga harus disiplin minum obat pada jadwal tertentu, tidak boleh terlewat dari jadwal karena ketidakpatuhan minum obat ini bisa membuat virus berubah dan tidak bisa dikenali oleh obat.
Banyak ODHA yang tidak mau disiplin minum obat. Penyebabnya adalah mereka sudah tidak punya harapan, merasa pada akhirnya akan mati sehingga berusaha menulari orang lain demi membalas dendam atas diskriminasi yang acap kali mereka terima.
Selanjutnya host menanyakan media penularan HIV/AIDS. Mbak Yana menjelaskan bahwa HIV/AIDS tidak menular lewat keringat dan sentuhan, melainkan lewat cairan tubuh seperti cairan vagina, cairan sperma, dan darah. Sedangkan jika mereka terkena herpes dan hepatitis, yang menular lewat keringat adalah herpes dan hepatitis ini. Pasangan ODHA bisa memiliki anak asalkan terus berada dalam pemantauan konselor dan mengikuti arahan mereka.
Tanda-tanda penderita HIV/AIDS tidak mudah dilihat karena tidak terlihat. Barulah ketika sudah parah akan tampak. Adapun terkait pengobatan, obat-obatan untuk ODHA gratis. Tujuan penggratisan ini adalah untuk memutus rantai penyebaran HIV/AIDS.
Para ODHA mengalami stigma dan diskriminasi di masyarakat karena persepsi yang berkembang di masyarakat bahwa HIV terkait dengan perilaku negatif. Stigma adalah prasangka yang timbul disertai dengan pemberian label untuk orang-orang yang tidak dikehendaki sebagai akibat yang terbentuk karena kurangnya pemahaman terhadap suatu masalah. Sedangkan diskriminasi adalah aksi-aksi spesifik yang didasarkan pada berbagai stereotip negatif yakni aksi-aksi yang dimaksudkan untuk mendiskreditkan dan merugikan orang.
Adapun bentuk-bentuk stigma yang dialami ODHA adalah dianggap pendosa, penjahat, orang tidak "benar", pezina, orang nakal, tidak berguna, tidak bermoral, dan pelanggar norma. Padahal tidak semua ODHA bersalah, ternyata 70 persen ODHA adalah ibu rumah tangga dan anak-anak yang tertular dari suami dan karena transfusi darah. Untuk sekarang, proses transfusi darah sudah ketat agar tidak terjadi penularan HIV/AIDS melalui transfusi darah.
Faktanya tidak semua orang yang memiliki tanda-tanda HIV mau tes HIV. Ini menjadi tugas konselor untuk mengedukasi orang tersebut agar mau tes HIV. Bisa dengan pendekatan agama sehingga mereka ikhlas tes dan bila positif, mau menjalani proses pengobatan.
Diskriminasi terhadap ODHA ada bermacam-macam bentuknya, yaitu menjauhi, penolakan, mengejek, mengabaikan, antipati, tidak peduli, cuek, dan pelecehan. Untuk menghapus diskriminasi terhadap ODHA, menjadi tugas bersama, yaitu tokoh agama, tokoh masyarakat, pendidik, tenaga kesehatan, aktivis penggiat HIV/AIDS, dan setiap orang. Sebenarnya komunitas yang banyak menjadi pasien HIV/AIDS itu (seperti PSK, LGBT, dll.) merindukan sentuhan dakwah untuk membawa mereka kembali ke fitrah.
Setelah penjelasan panjang dari Mbak Yana, acara masuk ke sesi tanya jawab dengan peserta. Banyak pertanyaan yang masuk dan semuanya dijawab dengan baik oleh narasumber. Pada akhir acara ditegaskan bahwa solusi hakiki maraknya HIV/AIDS adalah penerapan Islam secara keseluruhan. Dengan demikian butuh kerja sama antara semua pihak, baik individu maupun masyarakat untuk memuhasabahi penguasa bahwa kebijakan yang ada selama ini tidak solutif untuk menyelesaikan HIV/AIDS. Secara pribadi, solusi HIV/AIDS bukan hanya menaikkan imun, tetapi juga iman. Sedangkan ODHA dari kaum pelangi yang tidak mau tobat, mereka justru harus didiskriminasi, yaitu dijauhi dll. agar mereka mau tobat.
Alhamdulillah acara berjalan dengan lancar hingga selesai. Semoga acara ini bermanfaat bagi umat. Wallahu a'lam bishawab. []
Para ODHA mengalami stigma dan diskriminasi di masyarakat karena persepsi yang berkembang di masyarakat bahwa HIV terkait dengan perilaku negatif, padahal banyak IRT juga terkena HIV. MasyaaAllah sering ilmunya sangat bergizi....
MasyaAllah reportase Mbak Ragil keren dan komplit untuk mengikat ilmu yang sangat berharga ini. Jazakillah khair Mbak Yana atas sharing ilmunya yang sangat bermanfaat, yang banyak tidak diketahui masyarakat.
Semoga bermanfaat, Mbak. Memang pematerinya keren banget. Karena praktisi langsung.
Masyaallah, sharing medical oleh ahlinya memang keren ya. Dapat ilmu yang hebat dari pemateri hebat. Reportasenya mbak Ragil selalu keren eh ...
Alhamdulillah kita dapat banyak ilmu baru ya mbak.
MasyaAllah banyak ilmu pada event sharing ilmu kemarin.. jazakumullahu khairan mb Yana sebagai Narsum, tim NP sebagai penyelenggara, juga mb Ragil sebagai reporter
InsyaAllah NP akan terus mengadakan sharing ilmu yang keren2 sehingga bisa menjadi amunisi dakwah literasi.
Ulangannya mantap
Ulasan kok jadi ulangan ya....hee typo
He he... Serasa ujian, Mbak.
Syukran sudah mau berbagi ilmu dengan kita semua. Semoga semua lelah mbak berbuah janah.