Sampai saat ini, belum semua negara mampu mengatasi masalah sampah makanan ini. Padahal, sampah makanan ini tidak kalah berbahayanya dari sampah-sampah lainnya.
Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Mungkin, ada di antara kita yang suka menyisakan makanan. Bukan menyisakan buat dimakan lagi ya, tetapi dibuang. Mungkin karena sedang sakit sehingga tidak nafsu makan. Mungkin juga karena kurang suka rasanya. Bisa juga karena porsinya terlalu besar sehingga perut tidak mampu lagi untuk menampungnya.
Nah, sisa makanan ini kemudian menjadi penghuni tong sampah. Banyak yang mengira bahwa sampah makanan ini tidak berdampak buruk pada lingkungan. Ternyata, sampah makanan tidak kalah berbahaya dari sampah lainnya bagi lingkungan. Padahal, makanan yang menjadi sampah itu mudah terurai. Lantas, di mana letak bahayanya?
Mengenal Sampah Makanan
Sampah makanan adalah makanan yang tidak dikonsumsi atau terbuang. Sampah makanan dapat dibedakan menjadi food loss dan food waste. Food loss adalah sampah yang tercipta saat makanan masih dalam tahap produksi. Misalnya, adanya buah-buahan serta sayur-sayuran yang rusak akibat hama atau cuaca, sehingga tidak dapat dikonsumsi dan harus dibuang. Food loss juga dapat terjadi karena penanganan dan penyimpanan yang buruk pascapanen.
Sedangkan food waste adalah sampah yang terbentuk saat produk makanan telah berada di tangan peretail dan konsumen. Misalnya, makanan yang sudah basi sehingga tidak dapat dikonsumsi oleh manusia. Demikian pula, jika produksi makanan terlalu banyak. Sedangkan konsumen sudah tidak mampu menghabiskan produk tersebut. Akibatnya, makanan akan kedaluwarsa dan tidak dapat dikonsumsi lagi. (kanopi-indonesia.org)
Dari sini dapat disimpulkan, bahwa sampah makanan bisa berupa bahan pangan, seperti beras, tepung terigu, gula, dan sebagainya. Demikian pula dengan makanan yang tidak habis dikonsumsi, seperti nasi, sayur, atau lauk.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), sebanyak 23–48 juta ton makanan terbuang di Indonesia tiap tahun antara tahun 2000–2019. Porsi terbesar bersumber dari padi-padian, sebanyak 44%. Disusul buah-buahan sebesar 20%, sayur-sayuran 16%, ikan 9%, dan buah biji berminyak 3%. Kemudian, sampah makanan dari daging sebanyak 2% dan sampah makanan dari susu, telur, serta lemak sebesar 1%.
Jumlah sampah makanan tersebut tidaklah sedikit. Menurut Arief Prasetyo, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), sampah makanan sebanyak itu mestinya cukup untuk 61–125 juta orang. Jumlah yang sangat besar, bukan? (dataindonesia.id, 22/07/2023)
Bahaya Sampah Makanan
Sampai saat ini, belum semua negara mampu mengatasi masalah sampah makanan ini. Padahal, sampah makanan ini tidak kalah berbahayanya dari sampah-sampah lainnya. Ada beberapa bahaya sampah makanan. Pertama, menghasilkan Gas Rumah Kaca (GRK). Meskipun dapat terurai, sampah makanan tetap membutuhkan waktu untuk proses penguraian. Selama proses penguraian itulah, akan terbentuk gas rumah kaca. Gas rumah kaca adalah gas yang dapat memerangkap panas matahari dalam atmosfer bumi.
Ada beberapa gas yang terbentuk, yaitu gas karbon dioksida (CO2), gas nitrogen dioksida (NO2), dan gas metana (CH4). Di samping itu, tumpukan sampah makanan juga dapat menghasilkan gas hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), belerang heksafluorida (SF6). Ketiganya disebut sebagai gas freon.
Gas-gas ini dapat terbakar. Itu sebabnya, terjadi kebakaran di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Cimahi pada tanggal 21 Februari 2005. Saat itu, gas metana dalam gunungan sampah setinggi 60 meter dengan panjang 200 meter itu meledak. Saking kerasnya ledakan itu, suaranya terdengar hingga sejauh 10 kilometer. Ledakan itu mengakibatkan longsornya gunungan sampah.
Celakanya, ribuan ton sampah itu menimpa permukiman penduduk yang ada di bawahnya. Sebanyak 157 orang dari Kampung Cilimus dan Kampung Pojok ditemukan tewas dan ratusan lainnya dinyatakan hilang. Untuk mengingatkan manusia pada peristiwa tersebut, tanggal 21 Februari kemudian ditetapkan sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN). (tempo.co, 20/09/2023)
Gas metana yang dihasilkan dari pembusukan sampah ini ternyata 21 kali lebih kuat dibandingkan karbon dioksida. Gas ini memberikan kontribusi sebesar 6–8% dari emisi gas rumah kaca. Dengan demikian, sampah makanan memberikan dampak yang cukup besar dalam meningkatkan polusi udara.
Kedua, menghasilkan air lindi. Saat hujan turun, airnya akan mengguyur tumpukan sampah. Nah, air yang mengalir dari tumpukan sampah inilah yang disebut dengan air lindi. Air lindi ini mengandung polutan yang dapat mencemari air tanah.
Cara Mengurangi Sampah Makanan
Laman infid.id menyebutkan bahwa pada tahun 2021, Indonesia berada di posisi pertama sebagai negara yang menghasilkan sampah makanan paling banyak di Asia Tenggara. Data ini terdapat dalam laporan United Nations Environment Programme (UNEP) dengan judul Food Waste Index 2021. Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2021, Kompas.com mengilustrasikan timbunan sampah makanan di Indonesia lebih tinggi dari Tugu Monas. Sebagian besar sampah makanan itu berasal dari restoran, hotel, katering, swalayan, serta mereka yang gemar menyisakan makanan.
Untuk mengurangi sampah makanan, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan. Pertama, melakukan food preparation. Melalui cara ini, kita dapat membuat daftar makanan yang hendak kita makan. Melalui perencanaan seperti ini, kita dapat menghindarkan terbuangnya bahan pangan. Di saat yang sama, kita juga menghemat waktu serta pengeluaran.
Kedua, menghabiskan makanan. Agar makanan di piring kita tidak tersisa, kita dapat melakukannya dengan mengambil porsi yang sedikit terlebih dahulu. Dengan cara seperti ini, kita dapat mengukur apakah kita perlu menambah lagi atau tidak.
Ketiga, mengubah sampah makanan menjadi kompos. Untuk mengubah sampah makanan menjadi kompos tidaklah sulit. Saat ini juga banyak dijual peralatan untuk membuat kompos dengan harga yang terjangkau. Kompos yang dihasilkan akan sangat berguna dalam menyuburkan tanaman.
Konsep Islam dalam Konsumsi Makanan
Makan merupakan salah satu pemenuhan hajat al-udlwiyah atau kebutuhan fisik yang harus dilakukan. Kebutuhan ini munculnya dari dalam diri manusia. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, dapat mengantarkan seseorang pada kematian.
Meskipun makan itu penting, tetapi Islam melarang kita berlebihan dalam makan. Allah Swt. telah melarang kita melakukan hal ini melalui firman-Nya dalam surah Al-A'raf [7]: 31.
وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْا
Artinya: "Makan dan minumlah kalian, dan jangan berlebih-lebihan."
Rasulullah saw. memerintahkan kepada kita agar membagi isi perut kita. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah.
مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ اُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
Artinya: "Tidak ada tempat yang lebih buruk daripada memenuhi perut anak Adam. Cukuplah anak Adam itu makan sehingga dapat menegakkan sulbinya. Jika harus mengisinya, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk napasnya."
Oleh karena itu, hendaknya kita menakar makanan yang hendak kita makan agar sesuai dengan kebutuhan kita. Hal ini sesuai dengan anjuran Rasulullah saw. untuk menakar makanan yang akan kita santap. Menurut beliau, menakar makanan akan membawa keberkahan bagi kita.
Di samping itu, kita juga dianjurkan untuk berbagi dengan orang lain, misalnya saudara atau tetangga. Bahkan, dalam hadis riwayat Imam Bukhari, kepedulian terhadap tetangga ini dikaitkan dengan keimanan.
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِيْ يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَاىِٔعٌ إِلَى جَنْبِهِ
Artinya: "Tidak dikatakan orang yang beriman, orang yang kenyang sedangkan tetangganya merasa kelaparan hingga ke lambungnya."
Dengan beberapa cara inilah, sampah makanan dapat dikurangi. Makanan tidak akan terbuang dengan sia-sia. Dengan cara ini, kita telah turut menjaga kelestarian bumi.
Wallaahu a'lam bi ash-shawaab.[]
Astaghfirullah, yah, yang namanya sampah pasti berbahaya jika tidak diatur. mulai dari pemisahan sampahnya organik dan nonorganik, mengatur pola makan.. dan untuk masalah ini, memang kita butuh peran negara untuk mengatur masalah sampah dari hulu hingga hilir.. seperti mendukung teknologi daur ulang sampah, dll.
Subhanallah baru tahu sampah makanan sampai jutaan ton, dan bahaya mengerikan dari sampah makanan. Sementara jutaan manusia tengah kesulitan mencari sesuap makanan. Jika diterapkan sistem Islam tidak akan ada orang yang menghamburkan makanan dan enggan bersedekah. Jika ada maka khalifah akan memaksanya, karena dalam harta orang kaya ada hak fakir miskin. Khilafah akan mendorong rakyatnya berlomba-lomba dalam bersedekah, bukan berfoya-foya ( melakukan perbuatan mubazir).
Miris ya disatu sisi makanan tidak termakan karena tidak laku akhirnya basi dan terbuang . Disisi yang lain masih banyak warga yang kekurangan gizi dan tidak bisa makan karena tidak punya uang untuk beli makanan. Yang keduanya menimbulkan bahaya.
Ya memang hanya Islam solusi tuntasnya.
Naskah nya keren mba membuka wawasan baru
Betul, hanya Islam solusinya
Sungguh sedihnya.. di saat ada makanan yg tersisa atau tidak dimakan dgn berbagai alasannya, di saat yg sama ada manusia di belahan bumi lain yg kekurangan makanan...
Betul mbak, kondisi yang njomplang ya
Ini masalah yang sepertinya ringan tetapi banyak diabaikan orang ya. Banyak makanan akhirnya terbuang sia-sia karena memperhitungkan kemampuan makannya. Kalau di kampung, biasanya sisa makanan dikasihkan sama ayam
Ya, sama di tempat saya. Meskipun di kota, tapi suasananya seperti desa. Masih banyak pepohonan dan banyak yang memelihara ayam. Jadi sisa makanan diberikan ke ayam.
Allah, ternyata begitu berbahayanya sampah makanan.
Baraakallah Mbak Mariyah.
Saya pribadi sudah menerapkan sistem komposer dalam menangani sampah meski belum maksimal. Semoga bisa Istiqomah.
Aamiin.