Sinifikasi Al-Qur’an: Permusuhan Nyata Komunis terhadap Islam

al quran cina

Rencana sinifikasi terhadap semua agama menjadi bagian dari strategi jangka panjang yang diambil Xi Jinping dalam mengarungi panggung politik dunia.

Oleh. Muthiah Al Fath
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Meraki Literasi)

NarasiPost.Com-Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) menjadi sorotan usai Presiden Xi Jinping berencana mengintervensi semua agama monoteistik agar kompatibel dengan sosialisme. Terbaru, rezim Xi Jinping berencana memodifikasi terjemahan Al-Qur’an agar selaras dengan nilai-nilai konfusianisme (Konghucu) dan komunisme. 

Modifikasi tafsir dan terjemahan Al-Qur’an tersebut merupakan bagian dari upaya “sinifikasi” terhadap syariat Islam, oleh Pusat Sosialisme Tiongkok yang merupakan bagian dari Kelompok Kerja Front Persatuan Partai Komunis Cina. Rancangan sinifikasi Islam tersebut telah dicanangkan sejak 2018, dengan menargetkan mayoritas muslim di Xinjiang, wilayah barat daya Cina. (CNN Indonesia, 21/9/2023)

Sebagaimana biasanya, ketika syariat Islam dinista, berbagai kecaman berdatangan dari para pemimpin negeri-negeri muslim, para ulama, dan beberapa kaum muslim. Tak jarang juga ada kaum muslim yang berkomentar bahwa isu ini tidak perlu direspons dengan serius, karena ada Allah Swt. yang akan selalu menjaga kesucian Al-Qur’an. Lantas, bagaimana sikap dan upaya nyata bagi kaum muslim dalam menanggapi isu ini?

Makin Autokrasi

Cina sebagai negara yang dipimpin oleh partai komunis terkenal otoriter dengan memaksa kelompok agama di dalam negaranya agar patuh dan setia terhadap nilai-nilai sosialisme dan konfusianisme. Sejak Agustus lalu, Cina makin memperketat pengawasan terhadap kaum muslim dan beberapa agama monoteistiklainnya dengan menerapkan beberapa aturan, antara lain:

Pertama, Cina akan mengevaluasi dan menghapus ayat-ayat Al-Qur’an yang bertentangan dengan komunisme. Pemerintah Cina berdalih bahwa upaya ini dilakukan untuk mencegah pemikiran ekstrem dan pandangan sesat yang membahayakan negara.

Kedua, seluruh anggota Partai Komunis Cina (PKC) dilarang memeluk atau memiliki keyakinan agama tertentu. Bahkan keluarga anggota partai diminta untuk tidak berpartisipasi dalam kegiatan agama apa pun di depan publik. Dengan kata lain, anggota PKC harus menjadi ateis Marxis yang tegas. 

Untuk memastikan hal ini, pemerintah Cina akan menerapkan kurikulum pendidikan ateis di sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Sedangkan bagi anggota partai yang ketahuan memiliki agama akan diminta dengan tegas untuk meninggalkan agamanya.

Ketiga, tidak hanya mengintervensi Islam, pemerintah Cina juga ikut mengaduk-aduk urusan agama lain, seperti Katolik dan Protestan. Pasalnya, Cina secara sepihak menunjuk uskup Shen Bin untuk menjadi pemimpin gereja Shanghai. Penunjukan oleh Cina tersebut dianggap tidak sah karena melanggar perjanjian bilateral yang dibuat bersama Vatikan pada 2018. (CNN Indonesia, 27/9/2023)

Xi Jinping juga berupaya agar ia menjadi satu-satunya sosok yang diagungkan di Cina, dengan menyuruh mengganti poster Yesus dengan potret dirinya. Sejak 2018, obsesi autokrasi Xi Jinping tersebut terlihat saat ratusan gereja independen di Cina ditutup, para pemimpin gereja dipenjara, dan salib-salib dimusnahkan. (CNN Indonesia, 22/9/2023)

Rencana sinifikasi terhadap semua agama menjadi bagian dari strategi jangka panjang yang diambil Xi Jinping dalam mengarungi panggung politik dunia. Pasalnya, ini merupakan salah satu strategi Tiongkok untuk menjadikan negaranya digdaya di masa mendatang. 

Sinifikasi Al-Qur’an: Berbahaya

“Barang siapa berkata tentang Al-Qur’an (menafsirkan) dengan akalnya, ternyata benar, maka sungguh dia telah berbuat salah.” (HR. At-Tirmidzi)

Bagi kaum muslim, Al-Qur’an berisi firman Allah Swt. yang tidak boleh disamakan dengan buku-buku buatan manusia yang lainnya. Rencana memodifikasi tafsir dan terjemahan Al-Qur’an dengan menggabungkan paradigma Konghucu merupakan tindakan pelecehan secara nyata terhadap syariat Islam. Tentu saja, rencana ini sangat berbahaya dan dapat menyesatkan kaum muslim, karena bertentangan dengan konsep Islam dalam memahami Al-Qur’an. Tindakan represif rezim Xin Jinping terhadap kaum muslim, kembali menyadarkan kita tentang islamofobia negeri komunis yang telah berkarat.https://narasipost.com/world-news/10/2023/al-quran-dimodifikasi-cina-akankah-umat-islam-diam/

Ilmu tafsir merupakan bagian terpenting dari tsaqafah Islam dan harus dilakukan oleh kaum muslim yang memahami hukum-hukumnya. Bagaimana mungkin, seseorang yang tidak memahami Islam, hadis, asbab al-nuzul, dan tidak mengetahui bahasa Arab dapat menerjemahkan Al-Qur’an dengan benar. Padahal kaum muslim saja dilarang untuk menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan pendapat akal dan nafsunya semata.

Sinifikasi Al-Qur’an sangat berbahaya karena dapat mereduksi ajaran Islam. Sebab fikrah dan metode konfusianisme, sosialisme, maupun komunisme sangat bertolak belakang atau bertentangan dengan akidah Islam. Konfusianisme misalnya, adalah sistem kepercayaan yang memuja roh-roh leluhur. Sedangkan sosialisme maupun komunisme mengandung ide materialisme yang memosisikan agama sebagai candu, dan dapat menghalangi kebangkitan sebuah negara. Pada akhirnya, sinifikasi Islam akan mengarahkan kaum muslim untuk memisahkan urusan agama dengan aspek kehidupan, bahkan akan menjerumuskan pada pemurtadan sistematis.

Semua ini bukanlah sebuah hal yang mengherankan, sebab kebencian dan misi utama musuh-musuh Islam telah diberitakan oleh Allah Swt. melalui firmannya:

Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup.” (TQS. Al-Baqarah: 217)

Sungguh, rencana sinifikasi Islam harus diwaspadai dan mendapat penolakan tegas dari kaum muslim, terutama pemimpin di negeri-negeri muslim. Sayangnya, seperti yang kita lihat bahwa tidak ada satu pun penguasa negeri-negeri muslim yang tegas menentang rencana sesat rezim Xin Jinping tersebut. 

Realitas ini seharusnya menjadi bahan introspeksi yang sangat serius, bahwa ideologi kapitalisme yang diemban oleh para penguasa negeri muslim saat ini telah gagal melindungi agama dan akidah kaum muslim. Al-Qur’an dan syariat Islam terus-menerus dilecehkan ketika konstelasi politik global dikooptasi oleh sekularisme. Negara sekuler senantiasa memaksa kaum muslim agar mengingkari agamanya dengan memaksa mereka menerapkan ideologi yang bertentangan dengan akidah Islam.

Tak ubahnya dengan Xin Jinping, kebanyakan penguasa negeri muslim tanpa sadar telah mengabaikan Al-Qur’an. Meskipun Al-Qur’an berulang kali dilecehkan, namun para penguasa negeri-negeri muslim hanya sebatas pada tindakan mengecam dan mengutuk. Padahal mereka tahu bahwa sikap pembelaan yang terkesan tidak serius tersebut tidak akan membuat pelakunya jera. Parahnya lagi, berulang kali Cina mendiskriminasi Islam, namun tetap saja, banyak penguasa kaum muslim yang justru menjalin kerja sama dengannya.

Pentingnya Perisai Umat

Kaum muslim seharusnya menyadari bahwa pemimpin negeri-negeri muslim di bawah cengkeraman kapitalisme tidak akan pernah serius membela dan memuliakan Al-Qur’an. Juga menyadari bahwa meninggalkan atau mengabaikan syariat Islam kaffah hanya akan menghilangkan muruah kaum muslim di mata para musuh Islam. Sejatinya, mengabaikan dan membiarkan pelaku penista Al-Qur’an, sama dengan melecehkan Al-Qur’an itu sendiri. 

Tanpa Khilafah, Cina tidak hanya berani melakukan genosida terhadap kaum muslim, namun juga berani memodifikasi Al-Qur’an. Cina bahkan berani mengkriminalisasi semua hal tentang syariat Islam, seperti menghancurkan masjid bersejarah di Xinjiang, pelarangan hijab dan salat, bahkan memaksa muslimah menikahi laki-laki kafir. Saat yang sama, kaum muslim tidak berdaya ketika Cina menggunakan semua cara keji tersebut untuk melanggengkan kekuasaannya.

Ketidakberdayaan kaum muslim saat ini tidak mungkin terjadi jika syariat Islam kaffah ditegakkan dalam naungan negara. Sejarah mencatat bagaimana dalam Khilafah, seorang pemimpin (khalifah) mampu mendalami perannya laksana perisai, yakni sebagai pelindung kaum muslim. Saat Kekhilafahan Turki misalnya, Sultan Abdul Hamid dengan tegas mengirimkan surat ancaman kepada Prancis, ketika Henri de Bornier berencana membuat pentas drama komedi untuk menghina Nabi Muhammad. Demikian pula ketika Khalifah Al-Mu’tasim Billah yang berani membela kehormatan seorang muslimah dengan mengirim puluhan ribu pasukan.

 Di bahwa naungan Khilafah, seorang khalifah akan tegas memerangi siapa saja yang menista Allah Swt., Al-Qur’an, Nabi Muhammad saw., kaum muslim, dan kesucian syariat Islam. Tidak ada kata lain, selain memberi hukuman tegas terhadap penista agama, terlebih dilakukan oleh penguasa negeri kufur. Jika setelah diperingati, namun mereka tetap menista Islam maka khalifah akan memaklumkan perang terhadap pelakunya.

Al-Qur’an memang tetap suci dan akan selalu dijaga oleh Allah Swt. Namun, bukan berarti kaum muslim tetap diam jika kitab sucinya dinista. Rasulullah saw. mengajarkan kita bagaimana sikap tawakal dan ikhtiar harus berjalan beriringan. Ketika musuh Islam telah nyata memerangi kaum muslim dan menista ajaran Islam, maka sikap yang benar adalah dengan menunjukkan sikap tegas dan marah kepada pelakunya. Lebih dari itu, kaum muslim harus berani memerangi musuh-musuh Islam yang secara nyata menunjukkan kebenciannya terhadap Islam, apalagi terbukti telah menzalimi kaum muslim. Hanya dengan begitu, mereka akan segan dan tidak berani mengulangi perbuatannya.

Oleh karena itu, mewujudkan Khilafah bukan hanya sebuah kebutuhan, namun sebagai kewajiban yang mampu menjaga Al-Qur’an dari orang-orang yang sengaja menafsirkannya sesuai akal dan nafsunya. Sebab ideologi Islam memang hadir dan didesain untuk melawan kezaliman yang disebabkan oleh ideologi-ideologi bengis, seperti halnya komunisme. Wallahu a’lam bishawab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Muthiah Al Fath Salah satu Penulis Tim Inti NarasiPost.Com. Pemenang Challenge NP dengan reward Laptop 256 GB, penulis solo Meraki Literasi dan puluhan buku antologi NarasiPost.Com
Previous
Pembangunan PLTU,  antara Kesejahteraan Rakyat dan  Oligarki
Next
Meneropong Urgensi Program PPG Prajabatan
3.7 3 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

13 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Atien
Atien
1 year ago

Ambisi penguasa negara kafir sudah sedemikian nyata. Dengan terang-terangan mereka berupaya menghancurkan Islam di segala lini kehidupan.
Semoga umat Islam segera bangkit untuk membela agamanya.

Wd Mila
Wd Mila
Reply to  Atien
1 year ago

Aamiin yaa mujibassailiin....

Siti komariah
Siti komariah
1 year ago

Aneh memang. Melakukan kecaman pada negara yang menginjak-injak ajaran Islam, tapi justru masih saja terus melakukan kerja sama. Salah satunya Indonesia. Penistaan agama tidak pernah selesai, jika Islam tidak ditegakkan.

Wd Mila
Wd Mila
Reply to  Siti komariah
1 year ago

Sikap paradoks penguasa negeri negeri muslim merupakan bukti nyata, bahwa mereka tidak pernah menjadikan Islam sebagai prioritas. Mereka hanya menjadi kaki tangan Barat untuk melanggengkan kapitalisme

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Cina berani berbuat semaunya dengan mengacak-acak syariat Islam, pastinya karena negara itu merasa di atas angin. Fakta-fakta miris seperti ini seharusnya semakin menunjukkan urgensi penegarkan Khilafah sebagai raain dan junnah bagi kaum muslim. Tanpa Khilafah, nestapa kaum muslim sebagai negara tertindas akan terus terjadi.

Wd Mila
Wd Mila
Reply to  Sartinah
1 year ago

Iya Mba, Islam kehilangan muruahnya karena mengabaikan Al-Quran, kitabnya sendiri.

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
1 year ago

Sepakat jika mewujudkan khilafah bukan sekedar sebuah kebutuhan, namun sebagai kewajiban yang mampu menjaga Al-Qur'an dari orang-orang yang sengaja menafsirkannya sesuai akal dan nafsunya, sebagaimana orang Cina.

Wd Mila
Wd Mila
Reply to  Isty Da'iyah
1 year ago

Tanpa Khilafah, syariat Islam dan kaum muslim akan terus dinista.

Wd Mila
Wd Mila
1 year ago

jazakunallah Khoir MOm dan Tim NP

Dyah Rini
Dyah Rini
1 year ago

Betul Mbak umat Islam saat ini memang butuh pemimpin yang menjadi perisai. Yang akan menjaga agama/akidah, jiwa, dan kemuliaan Islam. Pemimpin yang berani menyerukan jihad dan dakwah ilal alamin, sehingga tidak ada lagi yang berani melecehkan Al-Qur'an yang mulia. Pemimpin yang mampu menjadikan ideologi Islam menjadi kiblat seluruh negara di dunia. Yakni kholifah dengan sistemnya Khilafah

Wd Mila
Wd Mila
Reply to  Dyah Rini
1 year ago

Tanpa Khilafah, Islam akan terus menjadi sasaran kafir harbi untuk menista Islam.

Hanimatul Umah
Hanimatul Umah
1 year ago

Mengharap kaum muslimin sadar akan bahaya laten komunis, yang akan menguasai pemikiran umat dengan tindakan bahaya ini. Jika tidak ingin tatanan hidup hancur dengan mengobrak-abrik kesucian Alqur'an

Wd Mila
Wd Mila
Reply to  Hanimatul Umah
1 year ago

komunis sebagai ideologi ingin bangkit kembali, sebab sampai kapan pun para pengusung ideologi komunisme akan berusaha agar ideologinya kembali digdaya...

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram