Dalam kapitalisme, pendapatan negara terdiri dari pajak dan bukan pajak. Namun, pada akhirnya, keduanya diperoleh dari rakyat. Kekayaan alam dimanfaatkan untuk keuntungan asing dan pengelolaan sumber daya negara hanya menguntungkan segelintir orang.
Oleh. Widhy Lutfiah Marha
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pendidik Generasi)
NarasiPost.Com-Di tengah wilayah Zamrud Khatulistiwa, isu yang semakin meningkat adalah pajak yang menjadi beban berat bagi masyarakat. Meskipun dikelilingi oleh pesona alam tropis dan kekayaan sumber daya alam, warga merasa tertekan oleh beban pajak yang terus meningkat. Ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana sistem pajak saat ini memengaruhi kehidupan sehari-hari dan ekonomi di negara tersebut.
Pada Kampanye Simpatik Perpajakan Spectaxcular 2023 di Sarinah, Jakarta, pada tanggal 6-8-2023 yang lalu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menggarisbawahi bahwa uang pajak yang dikumpulkan dari masyarakat bukan hanya digunakan untuk membangun infrastruktur. Pajak juga disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk subsidi dan bantuan sosial, seperti subsidi BPJS, subsidi listrik, LPG 3 kg, BBM, dan lain sebagainya.
Lebih dari 98 juta warga Indonesia, menurut klaimnya, mendapatkan akses ke layanan kesehatan melalui BPJS Kesehatan yang dibiayai oleh negara melalui dana pajak. Selain itu, ada 20 juta keluarga yang mendapatkan bantuan sosial yang didanai oleh negara melalui pendapatan pajak. Sri Mulyani menegaskan bahwa pajak berperan sebagai alat untuk menjadikan Indonesia negara yang sejahtera dan berkembang. Dengan kontribusi pajak, masyarakat memiliki harapan untuk keluar dari kemiskinan dan mendapatkan pendidikan dasar, terutama mereka yang tinggal di wilayah terpencil di Indonesia. (liputan6.com, 07/08/2023)
Pandangan yang Menyesatkan
Pemerintah sedang serius meningkatkan penerimaan pajak dari rakyat. Oleh karena itu, mereka berupaya meyakinkan bahwa pajak adalah kewajiban yang perlu didukung oleh rakyat. Ini menjadi penting karena sebagian besar pendapatan negara, lebih dari 80%, berasal dari pajak. Data BPS 2023 menunjukkan bahwa dari total penerimaan negara sebesar Rp2.443,187 triliun, sekitar Rp2.016,923 triliun berasal dari pajak. Sisa pendapatan berasal dari sumber lain. (kemenkeu.go.id, 16/08/2022)
Pemerintah tampaknya tidak memiliki alternatif lain selain meningkatkan pendapatan pajak. Mereka terus mencari celah untuk mengambil uang dari rakyat. Bahkan sektor layanan publik dan usaha kecil juga dikenai pajak.
Meskipun perekonomian lokal dan global sedang terpuruk setelah pandemi, pemerintah tetap fokus pada pemulihan ekonomi yang memerlukan dana besar. Namun, ada juga tanggungan untuk membayar utang yang semakin besar. Pada April 2023, utang pemerintah mencapai Rp7.848,8 triliun dengan rasio utang terhadap PDB mencapai 38,15%. Bunga utangnya sendiri mencapai Rp441,4 triliun atau 2,10% dari PDB dengan pertumbuhan 14,25%.
Anehnya, dalam pandangan sistem kapitalisme neoliberal, utang ini dianggap masih dalam batas yang aman. Oleh karena itu, pemerintah terus menambah utang, bahkan dianggap prestasi jika berhasil menarik investasi asing. Pembangunan yang disebut untuk rakyat sebenarnya menguntungkan korporasi. Dan pembayaran utang ini berakhir dengan pajak yang terus dikenakan pada rakyat.
Kekeliruan kapitalisme dalam membebankan masyarakat dengan pajak merupakan norma kapitalisme neoliberal. Sistem ini menguntungkan pemilik modal yang berkuasa melalui mekanisme demokrasi. Hal ini terjadi karena kebebasan dalam sistem ini memberi ruang bagi mereka yang memiliki modal untuk mengontrol ekonomi. Mereka bisa memanfaatkan kekayaan untuk memengaruhi kebijakan negara demi kepentingan mereka.
Sistem ini tidak berpihak pada nilai-nilai moral dan spiritual. Penguasa hanya mengatur, bukan mengurus atau menjaga rakyat. Hubungan mereka dengan rakyat bersifat transaksional. Jika rakyat bisa membayar, mengapa tidak? Jika ada yang tidak mampu, rakyat lain membantu melalui pajak dan program sosial dengan dalih kemandirian atau bantuan sesama.
Sayangnya, meskipun kaya dan memiliki banyak sumber daya, penguasa tidak mampu memajukan rakyat. Sumber daya ini justru dimanfaatkan oleh pengusaha yang bekerja sama dengan penguasa. Modal untuk kesejahteraan hanya berasal dari pajak dan utang yang memberatkan rakyat. Dalam kapitalisme, pendapatan negara terdiri dari pajak dan bukan pajak. Namun, pada akhirnya, keduanya diperoleh dari rakyat. Kekayaan alam dimanfaatkan untuk keuntungan asing dan pengelolaan sumber daya negara hanya menguntungkan segelintir orang.
Solusi dalam Islam
Satu-satunya harapan adalah Islam. Islam memiliki aturan yang adil dan berlandaskan pada nilai-nilai benar. Aturan ini mengatasi semua masalah kehidupan, menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi semua.
Dalam hukum Islam, pajak sering disebut sebagai dharibah atau kewajiban finansial atas harta maupun individu di luar norma agama. Berbagai tokoh seperti Syekh Rawwas Qal'ah Jie dan Syekh Abdul Qodim Zallum memiliki pandangan serupa terkait definisi ini. Dalam mengatur pajak, negara Islam mengikuti prinsip syariat dan menggunakan syariat sebagai dasar penentuan pendapatan dan pengeluaran negara.
Dalam konteks kebijakan pajak dalam negara Islam memiliki pandangan khusus yang didasari pada syariat Islam. Pengaturan APBN negara Islam atau baitulmal didasarkan pada prinsip-prinsip Islam. Ada sumber pendapatan tetap dan tidak tetap.
Sumber pendapatan tetap mencakup berbagai elemen seperti fai (anfal, ganimah, khumus), jizyah, kharaj, usyur, harta umum yang dilindungi negara, harta haram pejabat, khumus, rikaz, dan harta orang murtad. Sumber ini tetap ada tanpa memperhatikan kebutuhan. Sumber pendapatan tidak tetap adalah yang bersifat instrumental dan insidental. Pajak masuk dalam kategori ini. Negara Islam boleh menarik pajak untuk memenuhi kewajiban dan pos yang tak tercukupi oleh baitulmal.
Pengaturan pajak dalam negara Islam mencakup beberapa prinsip. Pajak hanya ditarik dari muslim yang mampu dan hanya untuk membiayai kebutuhan yang diatur oleh syariat Islam. Pajak juga hanya bersifat insidental dan tak dimaksudkan untuk menghambat pertumbuhan atau menghalangi kemakmuran.
Dalam negara Islam, ada enam kewajiban dan pos yang harus dibiayai oleh baitulmal. Jika dana tidak cukup, pajak boleh ditarik dari umat muslim yang memenuhi syarat. Ini mencakup biaya jihad, industri perang, fakir miskin, dan Ibnu Sabil, gaji pegawai, kepentingan pokok mendesak, dan penanggulangan bencana. Namun, pajak hanya ditarik dari muslim yang mampu dan memiliki kelebihan harta setelah memenuhi kebutuhan dasar. Hal ini sesuai dengan ajaran nabi yang menekankan untuk mulai dari diri sendiri dan keluarga.
Dalam negara Islam, pajak diambil hanya untuk membiayai kebutuhan yang diatur oleh syariat Islam. Pajak tak langsung seperti PPN, pajak barang mewah, dan lainnya tidak dikenakan. Pelayanan publik seperti kesehatan dan pendidikan diberikan secara gratis. Negara juga tidak memungut biaya administratif dan layanan publik.
Islam juga mengakui kesejahteraan sebagai hak setiap individu. Strategi ekonomi Islam memastikan hal ini terwujud, termasuk akses kekayaan dan keadilan. Negara berperan sebagai pengelola dan pengawas, memiliki modal untuk tugas-tugasnya, termasuk pembagian harta dalam ekonomi Islam.
Sistem ini menjamin pemasukan dari sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat. Kekayaan alam yang melimpah digunakan untuk kesejahteraan melalui mekanisme yang adil. Islam tidak membebankan pajak seperti sekarang. Dalam situasi darurat, pajak hanya dikenakan pada mereka yang mampu. Dengan sistem ekonomi Islam, semua kekayaan mencukupi untuk menyejahterakan rakyat, bukan hanya menguntungkan kapitalis.
Kesimpulan
Menurut dari fakta dan bukti-bukti yang telah terjadi akar penderitaan masyarakat saat ini berasal dari sistem kapitalisme sekuler neoliberal yang merajalela. Jika masyarakat ingin merasakan kesejahteraan yang sejati, sistem ini harus digantikan dengan Islam, karena sistem berlandaskan pada keadilan dan kebaikan bagi semua. Masyarakat perlu memahami dan sadar bahwa solusi terbaik hanya ada dalam Islam.
Memang, dibutuhkan usaha dalam mendekatkan masyarakat pada pemikiran Islam yang komprehensif, sehingga mereka mengerti urgensi perubahan menuju sistem Islam. Perubahan ini harus dimulai dengan memperkuat keyakinan terhadap nilai-nilai Islam, serta pemahaman tentang sistem ekonomi Islam yang membawa kesejahteraan.
Maka, dakwah pemikiran Islam yang komprehensif adalah kunci dalam mengatasi pengaruh destruktif kapitalisme. Cara ini akan membangkitkan kesadaran dalam masyarakat tentang pentingnya sistem Islam. Dakwah ini akan mengangkat tingkat pemikiran masyarakat sehingga mereka tidak mudah teperdaya oleh retorika manipulatif para penguasa yang mencari dukungan untuk kepentingan mereka.
Maka dari itu, satu-satunya cara untuk meraih kesejahteraan adalah dengan mengikuti ajaran Islam. Dengan menggantikan sistem kapitalisme dengan sistem ekonomi Islam, masyarakat dapat hidup dalam keadilan, keberkahan, dan kesetaraan. Ini adalah panggilan untuk membangun kesadaran kolektif dan mengambil tindakan dalam menghadapi tantangan sistem yang merugikan ini serta mencari keberkahan hidup di dunia dan akhirat.
Wallahu a'lam bishawab.[]
Heran deh.
Pemerintah malah terus menambah utang, bahkan dianggap prestasi jika berhasil menarik investasi asing.
Contohnya relokasi masyarakat Pulau Rempang.
Pajak memang menjadi urat nadi dalam APBN negeri ini. Tanpa asupan dari pajak, bisa tumbanglah negeriku tercinta. Sistem ini memang tak menjadikan SDA sebagai pemasukan negara. Jadi tak heran jika setiap hal yang berpotensi menjadi pemasukan negara maka akan dipalak, eh dipajak, hehe ...
Pajak oh pajak. Derita yang tanpa akhir. Inilah kalau bertumpu kepada sistem kapitalis sekuler neoliberal.
Besarnya iuran pajak membuktikan bahwa demokrasi itu "dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk penguasa"