Gempuran Program KB Hadapi Bonus Demografi

Program KB

Berbagai masalah yang timbul bukan karena jumlah penduduk, namun lebih dikarenakan salahnya pengaturan politik yang dijalankan oleh negara. Politik demokrasi sebagai buah dari sistem kapitalis sekuler, memberi efek kemiskinan dan kerusakan yang luar biasa terhadap alam, perlindungan keamanan, maupun generasi.

Oleh. Nita Savitri 
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pemerhati Kebijakan Publik)

NarasiPost.Com-Slogan banyak anak banyak rezeki, masih terdengar sayup-sayup di tengah impitan ekonomi yang menyapa negeri dengan julukan Zamrud Khatulistiwa. Hal ini membuat pemerintah kelabakan dan mengerahkan jurus program keluarga berencana untuk menahan ledakan penduduk, dengan angka kelahiran yang kemungkinan meninggi, di masa bonus demografi.

BKKBN telah menyatakan adanya bonus demografi yang dialami Indonesia saat ini harus dimanfaatkan untuk pembangunan negara. Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi BKKBNSukaryo Teguh Santoso menegaskan ada 70 persen usia produktif, sehingga jika mampu membangun sumber daya manusia dengan baik akan mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. (Antara, 14/6/2023)

Data Biro Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk Indonesia hingga pertengahan 2023, di angka 278,69 juta jiwa. Hal ini mengalami kenaikan dari setahun sebelumnya (year of year) sebesar 1,05%, karena pada pertengahan 2022 tercatat di angka 275,77 juta jiwa. Komposisi penduduk usia produktif masih menempati porsi besar, yaitu hampir 70% di tahun tersebut. Bahkan menurut Presiden Jokowi, jumlah penduduk Indonesia di tahun 2023 telah mencapai 280 juta jiwa, dan 66,3 juta jiwa didominasi pemuda/pemudi berusia 15-30 tahun. (CNBCIndonesia, 15/5/2023)

Namun diprediksi di tahun 2045, usia produktif akan mengalami penurunan di angka 65,79% dari setahun sebelumnya 69,78%. Sebaliknya usia nonproduktif (65 tahun ke atas) akan bertambah dari angka 6,16% meningkat menjadi 14,61%. Indonesia akan mengalami turun peringkat dari empat terbesar jumlah penduduk dunia, menjadi enam besar.Nigeria dan Pakistan  menggantikam di urutan empat dan lima. Sementara India menggantikan Cina, ada di urutan pertama. (Katadata.co.id, 18/7/23)

Bonus Demografi, Ancaman Kemajuan atau Kemunduran?

Bonus demografi, menurut Indonesia.co.id, adalah kondisi keuntungan ekonomi dengan terlepasnya ketergantungan ekonomi dari fertilitas yang berkepanjangan. Di mana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dibanding usia nonproduktif (kurang dari 14 tahun dan lebih dari 64 tahun). Indonesia diperkirakan akan memasuki era ini,  pada tahun 2030-2045. Namun, pada tahun 2045 nanti, jumlah penduduk akan berkurang, seiring berjalannya program Keluarga Berencana (KB), yang kembali mulai digencarkan bagi kalangan usia produktif.

Hampir semua negara pernah mengalami bonus demografi. Tercatat ada Jepang yang pernah mengalami bonus demografi di tahun 1950. Negeri ini bisa bangkit menjadi negara maju di era sekarang, walau mengalami pengeboman oleh adidaya Amerika Serikat pada tahun 1945. Hal ini terjadi setelah Jepang mengembangkan bidang keilmuan, pendidikan, teknologi, dan inovasi yang berkaitan dengan komunikasi dan transportasi. Korea Selatan pun juga pernah mengalami bonus demografi di tahun 1950. Negara ini telah menyiapkan berbagai sektor seperti teknologi senjata, komunikasi, dan kemandirian pangan dalam negeri, yang menunjangnya mampu menjadi negara maju dan disegani. Berikutnya Cina, mengalami bonus demografi di tahun 1990, dan berhasil mengeruk keuntungan ekonomi di tengah bonus demografi yang dimiliki. Kebijakan negaranya terbukti membawa Cina sebagai Macan Asia yang berpengaruh di dunia. 

Negara-negara tersebut dinyatakan berhasil menghadapi bonus demografi, dengan menyiapkan berbagai kebijakan yang mampu mendorong keberhasilan di berbagai sektor kehidupan, seperti pendidikan, teknologi, kesehatan, maupun ketenagakerjaan. Sehingga keberadaan bonus demografi akan menjadi peluang kemajuan, jika negara telah menyiapkan segala aspek kehidupan yang mendukung era tersebut.https://narasipost.com/challenge-np/08/2023/program-keluarga-berencana-di-tengah-bonus-demografi/

Puncak bonus demografi yang diperkirakan terjadi pada 2030, memang menjanjikan peluang kemajuan pembangunan dengan meningkatnya jumlah usia produktif (15-64 tahun). Namun, perlu diperhatikan masa setelah puncak bonus demografi, dan ketika berlangsungnya program KB yang mengendalikan pertambahan penduduk akan ditemui berlebihnya penduduk usia tua dibanding usia produktif. Jika dalam bonus demografi, negara tidak siap dengan hal-hal yang mengarah dan mendukung kemajuan ekonomi, seperti pendidikan, pangan, perumahan, ketenagakerjaan, inovasi dalam teknologi, maka bukan kemajuan yang ditemui, tetapi mungkin malah kemunduran ekonomi. 

Indonesia seperti kita saksikan, saat ini belum menyiapkan hal-hal yang mendukung kemajuan ekonomi tersebut. Terbukti masih banyak kita temukan berbagai kasus seperti :

  1. Pendidikan

Program Wajar (Wajib Belajar) 9 tahun yang ditetapkan pemerintah, masih bermasalah dengan ditemukan angka putus sekolah. Data BPS (Biro Pusat Statistik) per 2022, diperoleh angka putus sekolah untuk SD, 1 per 1000 anak, sedang untuk SMP, 10 per 1000 anak. Mahalnya pendidikan tinggi, membuat hanya kalangan tertentu saja yang mampu mengenyam bangku kuliah. Terlebih, juga ditemukan output generasi didik yang terjebak kriminalitas maupun korban kekerasan dan perundungan.

  • Pangan

Kebutuhan pangan yang semakin melangit, dengan berbagai kenaikan harga sembako membuat rakyat semakin menjerit. Impor yang meluas membuat matinya hasil bumi lokal, kalah dalam persaingan barang impor dengan harga yang lebih rendah. Pun tidak meratanya distribusi pangan menjadi sebab krisis pangan yang melanda sebagian wilayah negeri, menambah masalah yang belum terselesaikan. Kasus kelaparan yang mencuat di Papua, hingga menyebabkan kematian 6 warganya meninggalkan duka tanpa solusi berarti bagi masalah pangan di bumi kaya SDA.

  • Perumahan

Tidak berbeda dengan pangan, kebutuhan rumah menjadi barang mewah bagi generasi millenial. Banyak laporan yang menunjukkan sulitnya mereka memiliki rumah karena mahalnya tanah dan bahan bangunan. Pun, solusi KPR tidak menyelesaikan masalah. Bunga yang berubah cenderung tinggi membuat macetnya angsuran dan disitanya perumahan.

  • Ketenagakerjaan

Masalah pengangguran juga belum terselesaikan. Banyak perusahaan harus melakukan PHK besar-besaran karena ekonomi melemah pascapandemi. Kebijakan UU Ciptakerja yang diberlakukan semakin memudahkan PHK, dan hanya menguntungkan pihak pengusaha. Ditambah banyak industri yang lebih banyak memilih tenaga kerja perempuan dibanding lelaki, membuat terbaliknya dunia kerja yang dominan kaum hawa.

  • Inovasi Teknologi

Berbagai inovasi sudah dilakukan oleh para intelektual untuk memajukan teknologi. Namun ketiadaan dukungan dari negara, membuat terbengkalainya penemuan dan berhenti di tengah jalan. Kasus penutupan IPTN, Dirgantara, maupun penemuan mobil tenaga surya, SMK, BBM dari air, cukup menunjukkan negara tidak memberi fasilitas terhadap karya anak negeri. 

Strategi KB, Solutifkah?

Pelopor pemikiran mengenai masalah kepadatan penduduk mulai digilirkan oleh Thomas Robert Malthus (1766-1834), seorang ekonom Inggris. Dia beranggapan bahwa pertumbuhan penduduk seperti deret ukur (2,4,8,16,32,64,..),sedangkan pangan seperti deret hitung (2,3,4,5,..). Hal ini tertuang dalam karyanya yang berjudul “The Essay on the Principle of Population “. Teori ini sangat berpengaruh terhadap kebijakan kependudukan di Inggris dan dunia. Mereka beranggapan dengan sedikit anak, akan lebih menyejahterakan anak dan keluarga.

Sementara untuk  Indonesia, program KB dikenal mulai tahun 1950. Program KB dikenal di Indonesia sebagai program untuk mengendalikan jumlah penduduk. Slogan dua anak cukup, telah populer sejak tahun 1970 di era Presiden Soeharto. BKKBN menyatakan adanya bonus demografi tidak terlepas dari keberhasilan program KB dalam membatasi jumlah penduduk dan mengurangi kematian ibu dan anak. 

Jika kita cermati program KB yang dicanangkan di negara kapitalis muncul dari pemikiran sekuler yang meniadakan peran agama dalam kehidupan. Hal inilah yang menghasilkan ketakutan tidak tercukupinya bumi beserta kekayaan alamnya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Jumlah penduduk yang tinggi akan menimbulkan kepadatan wilayah tempat tinggal, kemiskinan, kurangnya gizi, banyaknya kriminal, hingga bencana alam berupa banjir dan kekeringan, dsb. Sehingga mulai digulirkan pemikiran untuk mengurangi atau mengendalikan jumlah penduduk dunia, salah satunya dengan program KB.

Padahal berbagai masalah yang timbul bukan karena jumlah penduduk, namun lebih dikarenakan salahnya pengaturan politik yang dijalankan oleh negara. Politik demokrasi sebagai buah dari sistem kapitalis sekuler, memberi efek kemiskinan dan kerusakan yang luar biasa terhadap alam, perlindungan keamanan maupun generasi.

  1. Kerusakan Alam

Eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam (SDA) yang dikuasai oleh para korporat, menyisakan duka bencana bagi rakyat jelata. Kerakusan mereka dalam menguasai SDA, tanpa memedulikan kelestarian lingkungan dilegalkan oleh penguasa. Banyaknya kasus karhutla, deforestasi, lubang liar bekas tambang, banjir tahunan, hanya menjadi tontonan yang menyesakkan dada. Memang, terjadinya bencana alam tidak akan terjadi tanpa kuasa Sang Khalik, Allah Swt. Namun manusia juga turut andil dalam merusaknya. 

  • Kemiskinan

Kemiskinan yang melanda negeri sebagai akibat berkurangnya peluang bagi rakyat untuk melakukan usaha. Ketika terbentur modal yang banyak, atau persaingan kualitas produk dengan produk impor. Minimnya dukungan negara untuk rakyat kecil, banyak menjadikan pengangguran berlanjut kemiskinan.

  • Maraknya Kriminal

Kriminalitas menjamur buah dari lemahnya iman dan ketidaktegasan hukum negara. Kebutuhan hidup yang semakin tinggi, tetapi tidak diimbangi dengan besarnya pendapatan para penanggung nafkah mengakibatkan segala cara dihalalkan demi meraih selembar cuan. Pinjol, judi online, hingga kasus pembunuhan bermutilasi menjadi tontonan yang menyeramkan disuguhkan media tiada henti.

  • Rusaknya Generasi

Banyaknya kasus pergaulan bebas, tawuran, hingga nekat bunuh diri atau menjadi pelaku penghilangan nyawa seseorang, memang marak di kalangan pemuda saat ini. Dunia pendidikan tercoreng karena ketidakmampuan mencetak generasi unggulan. Hal ini karena ketidakjelasan kurikulum hingga kesalahan dalam menentukan tujuan pendidikan. Peserta didik hanya ditarget lulus dengan nilai baik tanpa adanya pemahaman ilmu yang diajarkan.

Bonus Demografi Penunjang Kehebatan Negara Berideologi

Adanya bonus demografi dengan meningkatnya angka usia produktif akan menjadi penunjang kehebatan/kemajuan suatu negara. Bukan suatu hal yang ditakuti dengan program pembatasan kelahiran seperti Keluarga Berencana (KB). Namun syaratnya negara mesti berideologi murni. Bukan pembebek/pengikut suatu negara adidaya, tetapi negara yang mampu menentukan arah politiknya secara mandiri sesuai ideologi yang dimiliki.

Seperti halnya saat ini, Amerika  menjadi satu-satunya pemegang kendali dunia dengan kapitalisme sebagai ideologinya. Walau ideologi yang dipakai buatan manusia, bukan dari Sang Khalik sebagaimana Islam. Namun dengan komitmennya memegang teguh ideologi kapitalisme, membuat Amerika masih bertahan menjadi adidaya dan pengatur dunia.  Amerika pun menduduki peringkat ketiga negara terpadat di dunia dengan jumlah 340,13 juta jiwa dan komposisi 66% merupakan usia produktif. (Kompas.com, 17/10/23)

Amerika dengan jumlah penduduknya yang besar, mampu menjadi negara super power karena kesiapannya dalam memanfaatkan sumber daya manusia. Ditunjang kekuatan mengemban ideologi dan penyebarannya yang secara masif ke berbagai negara di penjuru dunia. Keberhasilan ini wajar karena  mayoritas penduduknya beragama Nasrani. Agama yang tidak selengkap aturan Islam, sehingga ketika menerapkan ideologi kapitalisme yang berasas sekuler, menjadikan mereka melesat dan memimpin dunia.

Sebaliknya, Indonesia adalah negeri yang mayoritas penduduknya muslim. Maka semestinya negeri ini memakai Islam sebagai ideologi. Islam sebagai agama sempurna dan paripurna mempunyai aturan yang lengkap untuk kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Bukan kapitalisme seperti Barat yang hanya berlandaskan materi, di mana yang berkuasa adalah para pemilik modal/oligarki. SDA yang seharusnya milik rakyat sebagian besar dikuasai oleh mereka. Sementara rakyat hanya sebagai tumbal yang diperalat demi nafsu keserakahan para oligarki.

Semestinya bukan masalah pertambahan jumlah penduduk yang membuat masalah, namun penerapan sistem negara yang salah. Kapitalisme memunculkan kesempitan berusaha bagi rakyat kecil, ketika persaingan dunia usaha dimenangkan oleh para pengusaha besar. Pun perasaan takut tidak tercukupinya lahan beserta kekayaannya jika jumlah penduduk meningkat, lahir dari pemikiran sekuler yang menjadi asas kapitalisme. Menghilangkan peran agama dari kehidupan, padahal Islam telah menjamin adanya rezeki semata dari Allah Swt. Hal ini seperti tertuang dalam firman-Nya, “Yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, lalu mematikanmu, kemudian menghidupkanmu kembali.” 
(TQS. Ar-Rum: 40)

Adanya KB dalam Islam hukumnya mubah (boleh), jika sebagai alat pengatur kelahiran. Bukan untuk membatasi dengan program nasional dua anak cukup, seperti sekarang. Pada masa Rasulullah, para sahabat juga ada yang melakukan azl (mengeluarkan sel sperma), dengan maksud untuk menghindari terjadinya kelahiran yang terlalu dekat jaraknya. Mereka paham bahwa anak adalah amanah, yang tidak boleh ditolak atau dilarang keberadaannya.

Maka yang perlu disiapkan dengan adanya bonus demografi adalah kekuatan pemahaman Islam sebagai ideologi. Suatu pandangan kehidupan yang akan menuntun setiap muslim untuk berusaha sekuat tenaga membangun negara secara mandiri, tanpa campur tangan asing, dan ditegakkannya setiap amal perbuatan berpijak pada  halal-haram dari Ilahi Rabbi. Penerapan syariah kafah oleh negara yang berideologi Islam akan menciptakan generasi unggulan dengan ketinggian iman dan penebar kebaikan. 

Hal inilah yang akan mewujudkan Indonesia Emas dengan tercapainya kesejahteraan secara adil dan makruf, sebagaimana tertulis dalam kalam-Nya, “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan mengerjakan amal kebajikan, bahwa Dia akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama  yang telah Dia ridai. Dan Dia telah benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.” (TQS. An-Nur:55)

Wallahu’alam bishawab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Nita Savitri Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Bersabar dan Bersyukur
Next
Beasiswa Menghilang, Mahasiswa Kelimpungan
4.3 4 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

9 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Ragil
Ragil
1 year ago

Indonesia sudah dikaruniai jumlah penduduk yang besar. Jika didukung dengan sistem yang sahih, pasti hasilnya adalah kemajuan yang luar biasa.

Firda Umayah
Firda Umayah
1 year ago

Bonus demografi jika tidak disiapkan dengan baik justru menjadi musibah bagi bangsa. Semoga masyarakat muslim segera sadar akan penting dan wajibnya memahami syariat Islam untuk menghadapi bonus demografi nanti

Maya Rohmah
Maya Rohmah
1 year ago

Bonus demografi usia produktif PLUS kekuatan mengemban ideologi

HASILNYA negara adidaya.

InsyaAllah Islam akan menjadi next negara adidaya (kembali).

Wd Mila
Wd Mila
1 year ago

keberadaan bonus demografi akan menjadi peluang kemajuan, jika negara telah menyiapkan segala aspek kehidupan yang mendukung era tersebut. Namun, Negeri Wakanda yang telah terjerat utang ribawi dan di bawah cengkeraman kapitalisme membuat bonus demografi disikapi sebagai beban negara.

Dia dwi arista
Dia dwi arista
1 year ago

Bagi negara yang paham kekuatan bonus demografi tentu akan menyiapkan sarpras sedini mungkin. Namun, sayangnya itu bukan negara konoha

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Mantra "dua anak cukup" memang sudah menginfeksi pemikiran sebagian masyarakat. Beginilah ketika Islam tidak dijadikan sandaran. Bonus demografi justru bisa menjadi petaka jika dikelola dengan sistem yang salah. Barakallah Bu dokter

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
1 year ago

MasyaAllah. Tulisan b.Dokter Nita Sawitri membahas masalah KB, sangat komplet.

Kenyataannya dengan sistem kapitalis saat ini Indonesia belum siap untuk menerima bonus demografi.

Nita Savitri
Nita Savitri
Reply to  Isty Da'iyah
1 year ago

Alhamdulillah.. bener, belum siap Indonesia nih, Mbak. Hayuu..para mutiara umat bergerak bersama, tuk menyiapkannya..

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram