Menjadi single parent memang tak mudah, di tengah kondisi negara abai terhadap rakyat. Aku harus pasang badan untuk menafkahi keluarga. Alhamdulillah ada saja jalan yang Allah tunjukkan kepadaku.
Oleh. Umi Adni
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-"Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim)
Hadis di atas menjadi pijakanku dalam mengarungi kehidupan ini. Berusaha untuk selalu tegar, walau diiringi deraian air mata. Mencoba terus berdiri kokoh, walau kadang terseok menapaki perjalanan hidup ini. Namun, aku yakin Allah selalu ada bersamaku, 'Innallaha ma'anaa.'
Saat Allah panggil ia dari sisiku, ku berkelana di desa kelahirannya. Setelah kuhabiskan masa idah (dari usia 3 bulan kandungan hingga melahirkan) di rumah ibu di Banten. Aku menguatkan diri, tinggal bersama empat orang anak yang masih kecil-kecil. Anak sulung berusia 7 tahun, anak kedua usia 5 tahun, anak ketiga usia 3 tahun dan si bungsu usia 4 bulan. Berbeda apa yang kurasakan, di kampung orang tanpa ada nakhoda yang harus kuikuti.
Pikirku, aku bisa mengelola usaha peninggalan suami di desa kelahirannya tersebut. Namun, alih-alih berkembang, yang ada malah berkurang, modal menyusut. Mungkin karena dipakai untuk biaya hidup. Sedangkan biaya hidup di sana begitu besar, karena jauh dari pusat kota, ditambah transportasi susah dijangkau. Diperparah dengan ketidakmampuanku untuk mengelola toko bangunan tersebut. Aku berdalih, seharusnya sebuah toko bangunan membutuhkan modal besar, link dengan perusahaan pengadaan bangunan harus banyak dan dibutuhkan marketing, sedangkan itu tak mampu kulakukan.
Dengan alasan ini, kuputuskan pulang ke kampung halamanku. Posisi rumah yang membelakangi perkampungan pun menjadi jajaran alasan penguat untuk pindah. Karena posisi rumah seperti itu, menyebabkan rumahku seakan jauh ke rumah penduduk yang lain. Hal ini membuat kekhawatiran ketika malam tiba. Lebih jauh lagi, aku ingin mencari sekolah terbaik untuk anak-anak yang mudah dijangkau.
Lingkungan Baru, Bisnis Baru
Menjadi single parent memang tak mudah, di tengah kondisi negara abai terhadap rakyat. Aku harus pasang badan untuk menafkahi keluarga. Alhamdulillah ada saja jalan yang Allah tunjukkan kepadaku.
Ada ide berjualan es mambo, mengingat kenangan masa kecilku. Ayah dan ibuku berjualan es ini, dan aku yang menjajakannya di sekolah. Kucoba memulai usaha ini, dan Alhamdulillah prospeknya bagus. Jika dibuatnya siang hingga menjelang sore, pagi sudah kusebar ke warung-warung. Tentu sebelumnya sudah ada obrolan kepada pemilik warung akan menitipkan es buatanku tersebut.
Bisnis ini pun hanya berjalan beberapa bulan. Karena saat itu pandemi melanda. Akhirnya aku berhenti memproduksi es, karena diberlakukan lockdown. 'Putus asa' jauh dari kamusku, aku yakin bahwa ada hikmah dari apa yang terjadi. Dan masyaallah, saat itu aku dapat mengikuti pelatihan kepenulisan. Mengasah kembali, skill menulis yang lama tertutup debu kehidupan. Hikmah lain yang kurasakan, aku bisa bertemu dengan para sahabat baru, bahkan sahabat lama yang jauh di seberang. Alhamdulillah, sungguh nikmat yang begitu besar kurasakan dapat bertemu banyak sahabat walau di dunia maya. Dengan bertemu banyak sahabat menjadi penyemangat tersendiri bagi diriku.
Aku pun fokus menulis, sambil membersamai anak-anak di rumah. Hingga aku bisa melahirkan karya dua buku solo novel anak dalam waktu yang berdekatan. Modal memaksakan diri dengan mengikuti challenge pada waktu itu hingga menjadi habit. Mengikuti antologi itu pun tak ketinggalan kujalani, hingga beberapa antologi kuhasilkan. Masyaallah, tabarakallah.
Menggapai Mimpi
Dalam dunia menulis, memang tak dapat kita harapkan menghasilkan pundi-pundi uang. Walaupun tak dimungkiri, kadang ada. Namun, tak dapat menutupi kebutuhan hidupku.
Masih terngiang akan mimpiku, "Bi, umi mah pengin bikin usaha kredit motor." Saat itu suami menanggapi seperti ini, "Atuh harus punya modal besar." Dorongan ingin memiliki usaha ini adalah dapat membantu banyak orang yang ingin terhindar dari ribawi, dengan dana yang minim. Ditambah alasan yang baru muncul, yaitu memanjangkan masa berlaku uang. Itung-itung menabung, uang tidak habis dengan cepat. Syukur-syukur dapat bertambah, menjadi penunjang ibadah. Pergi ke tanah suci bersama anak-anak. Aamiin!
Alhamdulillah, saat pindah ke Banten ada aset yang dijual di Bandung. Dipakai buat membangun rumah, dan ternyata masih ada sisa. Uang itu pun kupakai untuk memulai bisnis. Gayung bersambut, ada sahabat yang menjalani bisnis ini. Beliau mengelola uang yatim yang dititipkan kepadanya. Keuntungan diberikan semua kepada investor ia hanya mendapat fee penjualan di awal. Keuntungan yang diambil 25% dari harga jual. Saat itu Alhamdulillah aku memiliki uang cukup untuk beli 1 unit motor. Akhirnya diinvestasikan, hingga kembali dalam 1 tahun plus keuntungan.
Modal pun bertambah, saat aku putuskan untuk mengelola sendiri. Modal itu berasal dari ibuku yang turut bekerja sama menjadi investor dalam bisnis yang kukelola. Seiring berjalannya waktu, banyak peminat, aku pun menambah modal kembali dengan mengeluarkan tabungan hajiku yang masih setengahnya dari biaya dua porsi kursi.
Masyaallah, walau tanpa showroom, dana yang terbatas, tetapi dengan modal yakin pada Allah ini adalah jalan yang halal aku tekuni. Hingga banyak peminatnya, melalui mulut ke mulut, dan saling merekomendasikan, tentunya yang amanah.
Yang menarik, mereka pun dengan sabar menunggu antrean. Dan itu kembali pada rezeki yang Allah tetapkan kepada mereka. Hingga buah kesabaran itu mereka petik. Karena ada juga yang tidak sabar, mereka akhirnya kembali beralih ke dealer untuk membeli motor dengan cara leasing. Beberapa dari konsumen, motornya digunakan sebagai penunjang kerja mereka. Misalnya bekerja ke kota, yang membutuhkan kendaraan. Ada juga yang dipakai untuk bekerja ojek online.
Alhamdulillah bisnis ini dari tahun 2019 hingga kini saya tekuni, hingga sudah terjual 8 unit sepeda motor baru, 6 unit motor second, dan merambah ke barang lainnya seperti laptop, handphone, mesin cuci, kulkas, bahkan kasur.
Soal keuntungan jangan ditanya, yang pasti dari sini bisa dipakai untuk menghidupi keluarga, biaya sekolah, berkurban, dan keperluan lainnya.
Alhamdulillah, walau uang hanya mengendap sebentar di ATM, karena terkumpul sedikit ada yang beli lagi, terus begitu. Hanya bersyukur tiada terkira, karena atas kehendak-Nya uang itu berusia panjang.
Berbisnis kredit syariah ini, tidak menyita waktuku. Walau kadang sesekali harus keluar kota membeli motor. Namun, itu kan tidak sampai berhari-hari. Pembayaran pun cukup dengan ditransfer. Sehingga aku bisa menjalankan aktivitas sehari-hari seperti biasa. Bahkan aku pernah mengajar SDIT, dari pagi hingga sore, dalam setahun kemarin.
Untuk dunia menulisku bagaimana? Aku tetap bisa eksis. Bahkan tergabung di tim media di SDIT, setelah tidak mengajar, serta tergabung di lembaga penerbitan, menjadi tim editor dan penghubung.
Namanya usaha ada saja mengalami kerugian. Namun, alhamdulillah itu bukan berasal dari konsumen. Pernah sekali dari konsumen, yang mogok bayar, tetapi alhamdulillahnya barangnya handphone. Ada juga pernah ditipu, dan itu karena kelalaianku mempercayakan pembelian motor kepada orang. Pikirku kejadian itu adalah ujian untuk semua pihak, hanya bersabar menghadapinya. Karena sejatinya apa pun yang ada pada diri kita hanyalah titipan. Ada saatnya semua kembali kepada Pemiliknya.
Khatimah
Semoga dengan berbagi cerita ini, ada yang tergerak hatinya untuk bekerja sama untuk dapat menginvestasikan dananya. Karena banyak sahabat yang ingin terhindar dari ribawi, beralih kepada syariah.https://narasipost.com/motivasi/01/2022/terus-merasa-kurang/
Hanya rasa syukur yang dapat kusenandungkan. Atas kenikmatan yang Engkau berikan. Yang terus menopang rapuhnya hatiku. Yang terus kucurkan rahmat-Nya beriring derasnya air mataku. Menjaga kami, saat penjagaanku lemah. Mengingatkanku, saat jauh aku melangkah. Allah sebaik-baik penjaga, sebaik-baik pemberi, sebaik-baik penyayang dan Engkau Maha Segalanya. Jadikan kami mukmin yang selalu bersabar dan bersyukur.[]
MasyaAllah wa tabarakallah salut dengan perjuangan yang dilakukan penulis. Keyakinan kepada Allah memang modal utama sembari ditambah usaha dan tawakal yang tidak pernah terputus.
Kisah hidup yang sangat menyentuh.
Semoga Umi Adni dan anak-anak diberikan kesabaran dan rasa syukur yang terus bertambah.
Umi Adni ini Teh Farihah bukan ya?
Mba Mimy nih yg bocorin, sebenarnya malu nulis cerita ini, nulis biar jd inspirasi aja, tanpa tahu siapa nama penulis asli...
MasyaAllah, barakallah Mba, rezeki itu berasal dari Allah. Ada saja jalan jika kita mau berikhtiar dan bertawakal.
Masyaallah tabarakallah menjadi Abi sekaligus Umi bagi anak2. Memulai usaha baru dan terus mencobanya semoga Allah lancarkan urusannya dan melimpahkan rezeki-Nya. Kisah mengharukan miliknya mb Farihah layak dibaca oleh siapa saja, semoga apa yg diharapkan tercapai. Aamiin
Masyaallah, betul ya Mbak, setiap orang pasti memiliki rezekinya masing-masing. Meski tanpa suami, Allah pasti kasih jalan untuk menjemput rezeki. Emak-emak pebisnis ini mah. Barakallah ...
MasyaAllah, womanpreneur
Barakallah..
Pada zaman sekarang susah memang memberi kepercayaan untuk bekerjasama, terlebih jika kondisinya jauh, n hrs online. Namun jika percaya itu dilandasi karena Allah, tidak ada yg mungkin.
Wah rasa kilas balik kehidupan yang aku jalani bermuamalah saling percaya. Hal ini butuh orang-orang yang amanah.
Walau memang ada juga yang ingkar janji. Semua menjadi pelajaran kehidupan.
Sukses selalu mba.
MasyaAllah, ibu tangguh single parent dengan empat orang putra yang punya jiwa bisnis kuat.
Barakallah, semoga rezekinya selalu lancar.