”Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi di antara mereka adalah ibarat satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya)." (HR. Muslim)
Oleh. Choirin Fitri
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pernah sakit gigi? Bagaimana rasanya? Meriang, pusing, badan tak enak, makan tak selera, atau apa?
Memang ya, kalau gigi sudah terasa sakit semua raga rasanya ikutan sakit. Perut berdemo minta makan, eh mulut tak selera. Hmm, berabe memang urusan.
Hal yang sama juga bakal terjadi saat kita enggak berhati-hati menggunakan pisau. Tiba-tiba saja hari kita sedikit tergores. Otomatis mulut langsung menjerit. Kalau darah enggak segera berhenti, panik pun melanda. Semua orang yang ada di sekitar ikut panik gara-gara kita heboh. Pernah mengalami kejadian semacam ini?
Ada pula kisah tragis di jalanan. Kita mengalami kecelakaan. Sontak dong enggak hanya ada yang menolong, tetapi bisa jadi kita jadi tontonan. Iya sih kalau kecelakaannya biasa saja, sakitnya masih bisa ditahan, kalau parah, jangan sampai deh, ya!
Dari tiga contoh itu kita bisa membayangkan dan merasakan ternyata jika ada satu bagian tubuh yang sakit, bagian tubuh yang lainnya ikut merespons. Kalau pun enggak merasakan sakit juga, minimal ada rasa enggak enak yang mendera. Sepakat, ya?
Nah, ternyata eh ternyata, ribuan tahun yang lalu Rasulullah Muhammad saw. telah menyatakan bahwa seorang mukmin dengan mukmin yang lainnya ibarat satu tubuh. Begini bunyi hadis lengkapnya:
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى (رواه مسلم)
"Dari An-Nu'man bin Bisyir dia berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda: 'Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi di antara mereka adalah ibarat satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya)." (HR. Muslim)
Nah, dari ucapan Rasulullah saw. Ini, tampak banget ya bahwa dengan saudara seiman kita kudu memiliki kepekaan yang sama. Minimal ada rasa sakit yang menghunjam kala ada yang tertimpa musibah, bencana, atau pun terjajah.
Pertanyaannya, sudahkah kita merasakan sakit itu ketika melihat saudara-saudara kita di Uighur diusir dari tanah kelahiran mereka? Mereka sempat terkatung-katung di lautan demi menjaga diri dan mencari perlindungan. Sayangnya, hasilnya nihil. Kaum muslimin enggak punya kekuatan untuk menolong mereka. Lalu, benarkah kita dikatakan saudara seiman?
Tengoklah juga saudara-saudara seiman kita di Palestina! Bagaimana kabar mereka? Tanah tumpah darah mereka dikerat-kerat hingga hanya tinggal sekerat oleh penjajah Israel. Bahkan, mereka enggak segan menginjak-injak rumah Allah yang mulia, Masjidilaqsa demi memuaskan jiwa penjajahan mereka. Lalu, kita di mana? Sudahkah kita merasakan sakit dengan keburukan yang ditimpakan pada saudara seiman kita?
Etnis Muslim Uighur pun masih terjajah. Pemerintah Cina memberlakukan peraturan diskriminatif yang membuat rasa aman dalam berislam hilang. Bahkan, penyiksaan demi penyiksaan baik psikis maupun fisik kerap sering dirasakan. Lalu, bagaimana dengan kita? Apakah masih ada rasa belas kasih atau merasakan sakit yang sama?https://narasipost.com/opini/07/2023/islam-penjaga-akidah-umat/
Mereka mungkin di belahan bumi yang lain. Kalau mau mengulik di belahan bumi yang sama tempat kita berpijak, ada banyak kasus yang menyakitkan sebenarnya. Tengok saja bagaimana kaum muslimin negeri ini dari golongan miskin. Untuk makan sehari-hari saja mereka kesulitan, apalagi memenuhi hajat hidup lainnya. Bahkan, pelecehan terhadap muslimah pun kerap terdengar di berbagai media. Lalu, kita bagaimana? Sudah adakah yang kita perbuat? Ataukah kita masih diam berpangku tangan?
Astagfirullah, hanya pada Allah kita memohon ampunan atas ketidakpedulian kita yang lebih sering kita tampakkan. Padahal, Allah pun telah mengingatkan bahwa setiap orang yang beriman itu bersaudara.
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ ࣖ
"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat." (Surah Al-Hujurat:10)
Ayat ini memberi tahu pada kita untuk mendapatkan rahmat dari Allah enggak gratis. Kita mesti memiliki semangat bersaudara dengan sesama orang yang beriman, pun menjadi pribadi bertakwa. Seseorang yang menjadikan syariat Allah sebagai standar kehidupan. Bukan malah sibuk memilih standar duniawi dalam bersaudara. Bahkan, seharusnya saudara seiman kita merasa aman ada di sisi kita.
Sayangnya karena efek virus individualisme hasil karya sekularisme, kita enggak punya rasa empati. Bahkan, simpati pada sesama muslim. Kita asyik dengan kehidupan sendiri, yang penting happy, begitu istilahnya.
Kita pun dibuat enggak peduli dengan kondisi muslim di belahan bumi yang lain karena efek nasionalisme. Yang penting negeri sendiri aman. Urusan negeri orang lain, biar diurus sendiri. Begitu yang terdengar santer.
Astagfirullah, sungguh virus individualisme dan nasionalisme ini enggak sesuai dengan tuntunan Rasulullah dan firman Allah yang sudah kita bahas. So, jangan diam berpangku tangan! Singsingkan lengan untuk membabat virus-virus yang merusak persatuan! Siap?
Betul mbak, makanya nasionalisme dianggap ikatan yang rapuh. Sekat-sekat nasionalisme tidak mampu mewujudkan ikatan yang sahih. Barakallah ...
Barakallah ❤️
Yuk, membabat virus-virus yang merusak persatuan.
Sejak Islam runtuh kehidupan kaum muslimin tercerai berai. Pemikiran sekuler terus merangsek merusak akidah umat dan persaudaraan hingga membuat mati rasa. Muncul sikap lue lue, gue gue. Apolitik, gak peduli nasib agama. dll.
Padahal sejatinya umat Islam mau di manapun bersaudara. Dan harus saling menjaga, melindungi, menyayangi dll.
Sekat2 nasionalisme inilah yg kemudian mematikan rasa seiman, bagai anggota tubuh yg diamputasi, hidup sendiri2.
Jadi ingat puisi alm. ustadz Hari Moekti.. menggambarkan penderitaan umat muslim di belahan dunia..