Keluarga adalah salah satu aset berharga yang Allah Swt. titipkan pada kita di dunia ini. Terlebih lagi, jika keluarga kita adalah keluarga muslim yang produktif, tentulah itu menjadikan rumah kita seolah bagaikan surga di dunia ini.
Oleh. R. Bilhaq
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Di dalam kehidupan dunia ini, setiap manusia pasti mempunyai batas akhir hidup (ajal) yang telah ditentukan oleh Sang Pencipta. Menyadari hal ini, sangatlah penting bagi kaum Muslimin untuk menjadikan keluarganya sebagai keluarga muslim yang produktif dengan senantiasa menjadikan anggota keluarganya bertakwa pada Allah Swt. dan menjalani sunah Rasul-Nya.
Jika kita sadari, durasi kehidupan di dunia ini tidaklah sebanding dengan kehidupan di akhirat kelak yang bersifat abadi. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim janganlah sampai kita membiarkan anggota keluarga kita mengisi waktunya dengan berbagai aktivitas yang penuh dengan kesia-siaan. Melainkan, sudah sepatutnya kita harus membina mereka agar mengisi waktunya dengan perbuatan yang Allah Swt. dan Rasul-Nya ridai.
Jika seorang muslim telah mengenali jati dirinya, bahwa dirinya berasal dari Allah Swt. diciptakan untuk beribadah kepada-Nya, dan akan kembali juga nanti kepada-Nya, maka dengan demikian, kehidupannya pun akan menjadi terarah. Namun, lain halnya jika seorang tersebut tidak mengenal jati dirinya dikarenakan belum mampu memecahkan simpul pertanyaan besar dan mendasar mengenai dirinya (uqdatul kubra), maka sudah bisa dipastikan kehidupannya pun akan berpotensi menuju pada kesesatan dan inilah yang semestinya keluarga kita hindari.
Uqdatul kubra atau simpul pertanyaan besar dan mendasar dalam kehidupan manusia ini adalah suatu hal yang sudah semestinya mampu dipecahkan oleh setiap anggota keluarga kita. Bukan hanya pasangan dan orang tua kita saja, melainkan anak kita pun harus memahaminya dengan benar. Sedari anak kita kecil, kita bisa membantu mereka untuk memahaminya dengan cara menerangkannya bahwa segala yang ada di muka bumi ini adalah ciptaan Allah Swt., kemudian, menerangkan bahwa kita harus selalu beramal saleh agar Allah Swt. rida dan memasukkan kita ke dalam surga-Nya, serta menjelaskan padanya bahwa semua yang ada di jagat raya ini kelak akan kembali lagi pada-Nya. Dengan demikian, diharapkan nantinya ketika dewasa ia tidak akan kehilangan arah dalam menjalani kehidupannya yang singkat ini.
Corak Sistem Sekularisme
Setelah Institusi kekhilafahan umat Islam di Turki runtuh pada tanggal 23 maret 1924, maka sejak saat itulah sebagian besar keluarga kaum muslimin sedikit demi sedikit telah berubah menjadi keluarga muslim yang sekuler. Keluarga yang tadinya memiliki kesatuan pemikiran, perasaan, dan peraturan yang sama yakni Islam, kini telah berubah menjadi keluarga yang berpemikiran dan berperasaan sekuler, sehingga kehidupannya pun rela diatur oleh berbagai peraturan yang lahir dari akidah sekularisme ini. Telah kita ketahui bersama bahwa akidah sekularisme adalah akidah yang lahir dari meniadakan peran agama dalam kehidupan. Alhasil, tidak aneh jika mereka pun kini tak lagi mengaitkan berbagai aktivitasnya dengan hukum syarak. Dengan kata lain, mereka pun kini menjadi keluarga yang liberal (bebas berkehendak tanpa batas).
Hari ini, cobalah kita perhatikan keluarga muslim yang ada di sekitar kita. Betapa banyaknya seorang suami yang lebih memilih menganggur, mengisi hari-harinya hanya untuk berbaring menatap layar gadget, sehingga ia pun lalai untuk mendidik anak dan istrinya. Bahkan, tak jarang seorang suami pada zaman ini hanya menjadi beban keluarga dikarenakan dirinya enggan untuk bekerja mencari nafkah. Di sisi lain, seorang istri pun kini banyak yang mengabaikan statusnya sebagai seorang ibu dan pendidik anak-anaknya. Alhasil, mereka pun disibukkan dengan berbagai urusan pribadinya yang nirfaedah, enggan mengabdi pada suami, enggan mengurus anaknya, bahkan rela menjadi pasukan iblis dengan cara mengumbar aurat dan menggoda para lelaki di luaran sana. Pun demikian dengan anak-anak hari ini, mereka disibukan dengan tawuran, menghabiskan waktunya untuk pacaran, menonton drama, mendengarkan musik, bermain game, bahkan hingga berani menonton video porno melalui gadgetnya, sungguh sangat menyayat hati.
Sifat yang Harus Dihindari
Setiap manusia yang hidup di dunia ini pastilah memiliki segudang aktivitas yang berbeda-beda. Mengapa demikian? Ya, karena manusia mempunyai hak untuk memilih. Memilih mengisi hari-harinya untuk berbuat kebaikan berupa amal saleh, atau malah mengisinya dengan berbuat keburukan yang sejatinya hanyalah kesia-siaan belaka. Apa pun yang manusia itu pilih, sesungguhnya semuanya itu akan dipertanggungjawabkannya kelak di akhirat.
Beramal saleh tentunya adalah pilihan yang terbaik dari dua pilihan yang ada. Sudah selayaknya kita menjadikan keluarga kita untuk selalu menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat (beramal saleh) agar tidak mengundang mudarat yang akan menimpa di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana yang disampaikan Ibnul Qoyim rahimahullah,beliau mengatakan:
من أعظم الأشياء ضرراً على العبد بطالته وفراغه، فإن النفس لا تقعد فارغة، بل إن لم يشغلها بما ينفعها شغلته بما يضره ولا بد
“Bahaya terbesar yang dialami seorang hamba adalah adanya waktu menganggur dan waktu luang. Karena sesungguhnya jiwa tidak akan pernah diam. Ketika ia tidak disibukkan dengan yang bermanfaat, pasti ia akan sibuk dengan hal yang membahayakannya.” (Thariq al-Hijratain, hlm.413)
‘Umar bin Khattab ra. adalah salah seorang sahabat yang membenci sifat menganggur. Beliau pernah menyampaikan rasa ketidaksukaannya mengenai orang yang menganggur dengan mengatakan:
إني لأرى الرجل فيعجبني، فأقول: له حرفة؟ فإن قالوا: لا؛ سقط من عيني
“Sungguh, terkadang aku melihat seorang lelaki yang membuatku terkagum, maka aku berkata, ‘Apa pekerjaanya?’, jika mereka menjawab ‘pengangguran’, orang itu pun langsung jatuh wibawanya di hadapanku.” (Kanzul Ummal, no. 9858)
Selain ‘Umar bin Khattab ra., ada juga sahabat lainnya yakni, Ibnu Mas’ud ra. yang tidak menyukai sifat menganggur, beliau mengatakan:
إني لأمقت أن أرى الرجل فارغا لا في عمل دنيا ولا آخرة
“Sungguh, aku marah kepada orang yang menganggur. Tidak melakukan amal dunia maupun amal akhirat.” (HR. Thabrani)
Mensyukuri Nikmat Sehat dan Waktu Luang
Nabi Muhammad saw. pernah bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Dua nikmat yang kebanyakan manusia lalai, yakni nikmat sehat dan waktu luang.” (HR. Bukhari)
Nikmat sehat adalah nikmat luar biasa yang terkadang orang tak menyadarinya. Dengan kondisi sehat, maka tubuh pun akan mudah melakukan beragam aktivitas. Terkadang, kita baru menyadari betapa besarnya nikmat sehat itu ketika kita ditimpa ujian berupa sakit. Bukankah ketika sakit, kita tidak bisa leluasa mengerjakan berbagai urusan dikarenakan tubuh yang tak berdaya sehingga lebih banyak berbaring di atas kasur? Oleh karena itu, ketika kondisi tubuh kita sehat, maka manfaatkanlah kesempatan itu sebaik-baiknya dengan perbanyak beramal saleh.https://narasipost.com/books/08/2022/bait-bait-cinta-keluarga-perindu-surga/
Ketika Allah Swt. menguji salah satu anggota keluarga kita dengan musibah sakit, yakinkanlah pada mereka bahwa, mereka masih bisa produktif dengan cara tetap melakukan salat wajib sesuai kemampuan (duduk atau berbaring), kemudian bisa memperbanyak membaca istigfar, zikir, menadaburi Al-Qur’an dan juga membaca berbagai kitab yang bermanfaat, serta tidak lupa untuk mendoakan kaum muslimin lainnya di luar sana.
Terkait produktifitas, apakah sama produktifitasnya orang yang beriman dengan yang tidak beriman? Jawabnya tentulah berbeda. Orang yang beriman, mereka akan melakukan berbagai segudang aktivitasnya sesuai dengan rambu-rambu agamanya (Islam). Sehingga, selain mereka mendapat keuntungan berupa materi, mereka pun juga mendapat pahala dari Allah Swt. yang akan menghantarkannya ke dalam surga-Nya. Adapun orang yang tidak beriman, mereka hanyalah berlandaskan hawa nafsu saja ketika melakukan berbagai aktivitas. Memang, mereka mendapat apa yang mereka inginkan berupa materi. Namun, sayangnya di akhirat kelak mereka tidak memperoleh keberuntungan disebabkan tempat kembali mereka ialah di neraka sebagai seburuk-buruk tempat kembali.
Keluarga Muslim yang Beruntung
Menjadi idaman bagi setiap manusia untuk memperoleh keberuntungan di dunia dan akhirat. Terlebih lagi jika keberuntungan itu pun diperoleh juga oleh keluarganya. Selain berkumpul dengan keluarga di dunia, kita pun juga berharap bisa berkumpul kembali di ahkirat kelak, tepatnya di dalam surga-Nya. Oleh karenanya, perlulah kita mencari tahu karakteristik orang yang beruntung dalam pandangan Allah Swt., sehingga kita pun bisa mengamalkannya bersama-sama dengan keluarga kita.
Allah Swt. telah berfirman:
وَالْعَصْرِ . إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. Kecuali, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3)
Di dalam surah tersebut, Allah Swt. menerangkan pada kita bahwa orang yang beruntung ialah yang orang yang senantiasa mengerjakan kebajikan, saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Maka, melibatkan diri dalam dakwah adalah suatu keberuntungan. Memang, dalam menjalani dakwah, terlebih dakwah Islam ideologi pasti akan menemukan banyak rintangan di zaman yang sekuler saat ini. Namun, yakinlah bahwa Allah Swt. akan selalu membersamai dan memberi ganjaran terbaik di akhirat kelak.https://narasipost.com/family/12/2022/menyiapkan-keluarga-menjadi-agen-perubahan/
Dalam menjalani dakwah, ada baiknya kita pun juga melibatkan anggota keluarga untuk ikut serta di dalamnya, sehingga keluarga kita pun mendapat kemuliaan yang sama di sisi Allah Swt. dengan mendakwahkan Islam ideologi ke tengah-tengah umat. Dengan demikian, diharapkan keluarga masyarakat muslim sekuler pun akan kembali pada jati dirinya sebagai keluarga muslim yang produktif yang akan memperjuangkan tegaknya Khilafah di muka bumi.
Khatimah
Keluarga adalah salah satu aset berharga yang Allah Swt. titipkan pada kita di dunia ini. Terlebih lagi, jika keluarga kita adalah keluarga muslim yang produktif, tentulah itu menjadikan rumah kita seolah bagaikan surga di dunia ini. Jika kita analogikan dunia ini adalah sebuah jembatan dan akhirat adalah sebuah rumah, mungkinkah kita hanya fokus membangun jembatannya saja, tanpa membangun rumahnya? Dalam arti, mungkinkah kita membiarkan keluarga kita sibuk dengan urusan dunia tanpa memikirkan urusan akhiratnya nanti? Wallahu a’lam bishawab.
MasyaAllah. Indahnya hidup ini jika kita menjadikan keluarga sebagai pejuang membela agama Allah. Jazakillah. Barakallah.
semoga keluarga kita termasuk keluarga produktif yang diridai Allah ya Mbak..
Masyaallah keren naskah ini. Mengingatkan kita agar terus menggunakan nikmat sehat dan waktu yg ada sebaik-baiknya. Menjadi muslim yg produktif tentulah dambaan kita semua. Yuk semakin semangat nih berfastabiqul khairat.
syukron Mbak Mimi.. barakallah..
Dakwah yang utama itu sama keluarga terdekat dulu, jangan sampai kita terlalu sibuk mengajak orang lain, tapi mengabaikan yang di dalam rumah.
Sepakat ukhty, menjadikan keluarga sebagai target pertama dakwah kita. Kita butuh dukungan mereka. Sebagamana Rasul mendakwahkan Islam ke tengah keluarganya terlebih dahulu kemudian sahabat2nya dan seterusnya.
Keluarga adalah tempat untuk fastabiqul khoirot. Kelak di yaumil akhir, yang paling tinggi surganya akan menarik anggota keluarga lainnya. Di dunia saling support, di akhirat saling menolong
MasyaAllah..
Semoga kita termasuk keluarga muslim yang dapat membentuk anak-anak sesuai dengan ideologi pemikiran Islam, dan senantiasa terjaga dari api neraka. Rajinlah mendidik dengan ikut pengajian. Barokallah penulis.
barakallah juga Mbak..
Syukron Mom dan Tim..
Masyaallah, betul mbak. Seharusnya setiap keluarga muslim menyiapkan generasinya semaksimal mungkin agar menjadi keluarga yang produktif ya. Meski saat ini tantangannya kian berat. Barakallah ...
barakallah juga Mbak Sartinah...