“Setiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (TQS. Al-Anbiya:35)
Oleh. Desi Wulan Sari
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Setiap ingin menuliskan kisah ini, perasaanku mulai mellow lagi. Entah kenapa, tapi itulah yang kurasakan. Baru hari ini aku mantapkan hati untuk bisa menuliskan cerita yang akan kukenang seumur hidupku. Dan yang ingin aku ceritakan adalah tentang persahabatan yang mampu mengukir sebuah kisah tidak terlupakan.
Antara Amran, Naufal, dan Thoriq
Anakku bernama Amran sedangkan sahabatnya bernama Naufal dan Thoriq. Mereka berusia 9 tahun saat itu. Kebetulan Amran dan Naufal masuk di SD yang sama, SDIT Insantama, Bogor. Sedangkan Thoriq di sekolah berbeda. Dengan jarak rumah yang berdekatan membuat mereka sering bermain bersama.
Inilah Kisahnya
Awal perkenalan Amran dan Naufal saat seorang teman bernama Ale mulai mengenalkan mereka berdua.
"Fal, kenalin nih temen ana, Amran." Ale mulai mengenalkan Amran pada Naufal.
"Eh, Antum ‘kan di kelas 4C, ya?" ujar Naufal meyakinkan dirinya. Dijawab dengan senyum dan singkat oleh Amran "Hehe, iya."
Sejak itu, mereka mulai main bersama, seakan tidak terpisahkan. Ayah Naufal bekerja di bidang telekomunikasi. Secara kebetulan, ayah Amran juga bekerja di bidang telekomunikasi. Justru dengan kesamaan pekerjaan orang tua inilah membuat Amran dan Naufal melek dengan gadget. Selain itu mereka juga suka membuat vlog kreatif mengisi waktu bermain mereka. Alhamdulillah, bagiku ibunda Naufal juga seorang wanita yang aktif dan protektif terhadap perkembangan anaknya. Kami bersama memiliki misi dan visi yang sama dalam mendidik anak, yaitu agar menjadi anak yang saleh dan generasi rabbani.
Serunya Sahabat Bermain
Persahabatan Amran dan Naufal semakin hari semakin dekat. Jalinan kisah mereka rangkai setiap harinya. Setiap pagi berangkat sekolah, sejak kelas 5 naik sepeda bersama, dan sepulang sekolah mereka selalu janjian lagi untuk main sepeda walau hanya seputar area kompleks rumah dan sekitarnya. Masyaallah, semangat geraknya terasa sekali, mereka anak-anak yang aktif.
Sejak itu pulalah Amran mulai mengenalkan Thoriq pada Naufal. Walau mereka asyik bermain, tetapi tidak pernah absen untuk salat jemaah di masjid. Masyaallah, teman sesurga cita-citanya. Jika hari libur, menjadi agenda tetap mereka untuk janjian main bersama. Terkadang, secara bergantian mereka bermain atau menginap di rumah salah satu dari mereka.
Ah ... suara-suara yang kurindukan, selalu terngiang di telingaku.
"Amraaaa ... n!"
"Naufaa ... al!"
“Thoriii...iq!”
Saling jemput di depan pagar rumah dengan memanggil namanya.
Menghadapi UN (Ujian Nasional) Kelas 6
Persiapan belajar untuk menghadapi UN tidak membuat mereka kendor dalam berinteraksi. Masyaallah, memang ketiga anak ini luar biasa dekatnya. Lucunya lagi, di sekolah banyak yang bilang kalau Amran dan Naufal memiliki kemiripan di wajahnya. Hmm ... setelah dilihat-lihat iya juga sih, sama-sama chubby. dalam hatiku.
Suatu hari, aku, Amran, Mama Ani, dan Naufal, ngobrol sambil menanyakan kelanjutan studi setelah lulus SD. Mama Ani dan Naufal sepertinya sudah ada rencana untuk melanjutkan ke sekolah SMP almamater sang mama. Dengan spontan aku pun menawarkan hal yang sama kepada Amran untuk boarding ke Jakarta, bareng bersama Naufal. Keduanya tersenyum bersamaan dengan gaya manja-manja mereka, menandakan mereka menyetujui.
Setelah ujian UN selesai, survei sekolah boarding pun sudah terlaksana. Di saat usia mereka beranjak 11 tahun, waktunya acara perpisahan kelas 6, dengan Pesantren Wisuda di vila yang asri dan tenang daerah Ciapus, Bogor. Teringat sibuknya kami, para bunda mempersiapkan pakaian yang dikenakan saat akhir acara Pesantren Wisuda. Menggunakan pakaian kemeja lengan panjang, celana panjang hitam, dan dasi. Masyaallah, ganteng-gantengnya saleh boy kami saat itu. Alhamdulillah mereka lulus dengan sangat baik.
Berpisah Sekolah
Ternyata, yang direncanakan belum tentu yang terkabulkan. Di usia 12 tahun, rencana untuk boarding bareng di SMP tidak terwujud. Karena saat tes masuk Amran dalam kondisi sakit. Akhirnya Naufal lanjut terus, dan mereka meneruskan sekolah di SMP yang berbeda. Namun, kami selalu mengingatkan mereka, jika berbeda sekolah bukan berarti tidak bermain lagi, justru akan semakin luas wawasan pertemanannya.
Alhamdulillah, Amran, Naufal, dan Thoriq mengerti dan mulai menjalani aktivitas di sekolah yang baru dengan semangat baru, insyaallah.
Tiga bulan pertama semester awal kelas 7, Amran dan Thoriq bersama Papa dan Mama Naufal berkunjung ke sekolah boarding Naufal di Jakarta. Awal pertemuan sungguh mengharukan, mereka terlihat sangat senang dan saling berpelukan bahu. Terlihat saling kangen satu sama lain. Wajah-wajah mereka pun terlihat semringah. Dan bagi Naufal, ini adalah kunjungan yang sangat istimewa. Naufal mengajak Amran dan Thoriq salat zuhur berjemaah di masjid sekolahnya. Tidak lupa, Naufal mengumpulkan sandal sahabat-sahabatnya dalam satu kantong kresek, supaya tidak hilang katanya. Masyaallah, pemandangan indah yang tak akan pernah hilang. Setelah selesai salat, mereka menikmati makan siang bersama dengan hati gembira. Walau hanya sebuah kunjungan dan makan siang bersama, seakan memiliki nilai yang tidak bisa tergantikan dengan apa pun.
Ada satu hal yang unik tentang hari libur sekolah Naufal, yaitu libur di hari Jumat, sedangkan Amran dan Thoriq libur sekolah di hari Sabtu dan Minggu. Itulah mengapa Amran, Thoriq, dan keluarga kecil Naufal mengunjunginya di hari minggu. Sedangkan Naufal saat berkunjung ke Bogor di hari Jumat. Naufal suka berkunjung ke sekolah almamater di hari Jumat, bertemu dengan Amran dan teman-teman lainnya di sana. Masyaallah.
Kabar Membingungkan
Selang seminggu setelah kunjungan ke Jakarta, suatu sore aku mendapat pesan WA dari guru anak-anak di sekolah Insantama. Beliau mengabarkan bahwa Naufal Zaidan telah pergi untuk selamanya. Di saat masih merasa bingung, aku tetap tidak bergeming, tidak bereaksi, hanya membisu sambil mencoba memahami apa yang baru aku baca. Kemudian aku balas kembali WA itu berkali-kali, untuk mengonfirmasi berita yang sangat membingungkan ini.
"Naufal yang mana, Pak?" tanyaku.
"Naufal teman Amran, kah?" sekali lagi aku meyakinkan.
"Gak mungkin deh Pak, ‘kan baru ketemu minggu kemarin, sehat kok, baik-baik aja kondisinya, yakin Pak Diki?" kucoba infokan kondisi Naufal minggu lalu padanya.
Kuulang-ulang terus pertanyaan itu hingga aku yakin dan baru mengucapkan "Innalillahi wa innailaihi rojiun."
Setelah itu, aku berteriak memanggil anakku,
"Amraaaaaaan! Cepat kesini, cepat, cepat!" Tergesa-gesa Amran berlari ke arahku dengan wajah kebingungan.
"Ada apa, Ma?" Langsung aku jatuh ke pelukan anakku sambil menangis terisak sekuat-kuatnya, tak kutahan emosi yang ada dalam diriku. Aku tak sanggup bicara, aku tak sanggup keluarkan kata-kata karena tercekat dalam kerongkongan. Air mata jatuh terus tanpa henti di pipi sambil memeluk anakku. Terbata-bata aku sampaikan,
"Amran ... Naufal ... Naufal ... Naufal ... " Anakku semakin kebingungan mengapa sang bunda begitu terluka dan terpukul saat ini.
"Apa, Ma? ... kenapa Naufal, Ma? Mama ini kenapa sih?" ujarnya bingung melihat mamanya yang tiba-tiba terlihat shock.
Setelah agak tenang, aku duduk dan coba bersuara untuk menyampaikan kabar duka ini. "Naufal meninggal, Nak. Kabarnya tadi siang terjadi musibah di sekolah, detailnya mama kurang tau, nanti kita cari tahu." Amran tampak tak percaya dengan kabar itu, setitik air mata tak terbendung dari ujung matanya.
"Innalillahi wa innailaihi rojiun. Beneran, Ma? Mama tau dari mana?" Kusampaikan semua cerita yang aku tahu dari guru anak-anak kami, Pak Diki. Dan sesaat semua menjadi hening dengan pikiran kami masing-masing, tak ada kata yang keluar satu pun, hanya bibir ini selalu mengucapkan istigfar mencari ketenangan. Tak lupa, aku segera memberitahukan kabar ini kepada ibunda Thoriq, kabar mengejutkan bagi mereka juga, seakan tak percaya dengan apa yang terjadi.
Melepas Kepergian
Kenyataan berat yang harus dihadapi Amran dan Thoriq adalah saat kehilangan sahabat yang sangat disayanginya. Aku pun tak kuasa menahan sedih ini, apalagi perasaan sahabatku, Ani, saat menerima kenyataan yang tak kuasa menolak takdir yang begitu menyesakkan. https://narasipost.com/story/08/2022/dalam-tangisku/
Saat itu almarhum masih berada dalam perjalanan menuju Bogor, akhirnya Amran dan Thoriq kubujuk untuk setia menanti kedatangan sang sahabat sejati di pintu rumahnya. Sudah berjam-jam menunggu hingga waktu menunjukkan pukul 01.00 WIB dini hari. Tibalah sahabat yang ditunggu-tunggu di depan pintu rumah yang tak asing lagi bagi mereka. Amran dan Thoriq menyambut kedatangannya dengan perasaan tak menentu, seakan suara Naufal terdengar menyapa mereka berdua.
"Assalamualaikum, Sahabat. Ini aku, bahagia kalian datang menyambutku, walau ini pertemuan terakhir aku bersama kalian. Takdir tidak dapat ditolak, keikhlasan harus dihadapi dengan tegar. Hai, Sahabat. Aku memanggil dari tempat yang jauh, doakan aku mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Sang Pencipta dengan rasa bahagia, aku tunggu kalian di surga-Nya kelak. Titip adikku yang paling cantik sedunia, tolong buat tersenyum papa dan mama aku ya."Antara percaya dan tidak, namun suara-suara itu seakan terus terngiang dalam pikiran mereka.
Naufal, apa pun yang menyebabkan dirimu pergi begitu cepat, kami ikhlas dan Allah lebih mengetahui takdir bagi hamba-Nya.
Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Anbiya ayat 35:
كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗوَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ
“Setiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.”
Setelah mendengar sapa sahabat mereka dalam doa, Amran dan Thoriq mendekati tubuhnya yang telah kaku dan terbungkus kain putih bersih, bersiap menanti penjemput sang malaikat surga. Selamat tinggal Naufal, selamat tinggal sahabat surgaku, selamat bertemu kembali di surga-Nya kelak. Doa kami akan selalu ada untukmu, kami semua sayang padamu sahabat.
NAUFAL ZAIDAN KHAIRIANSYAH.
In memoriam for beloved best friend ever
Naufal Zaidan. 5 Juli 2005 - 16 November 2017.
Mama Ani, you are the best mom in the world.[]
Baca storynya iku merasakan kesedihan yg dirasakan Mba dan Amran. Hampir ikut nangis juga
Semoga Naufal mendapat tempat terindah dan terbaik
Baca storynya membuat hati ini ikut merasakan kesedihan. In syaa Allah surga untuk mu Ananda Naufal.
Aamiin
jadi ingat Almarhum Mbah (adik laki-laki dari nenek) yang meninggal hari ini.. semoga Allah Swt menetapkannya termasuk bagian dari jiwa-jiwa yang tenang..
Aamiin Allahumma Aamiin
Masyaallah ... persahabatan itu selalu meninggalkan kesan mendalam ya. Meski terpisah oleh maut, semoga ananda dikumpulkan kelak di surga-Nya. Aamiin ...
InsyaAllah Aamiin ya Allah
Masyaallah, terharu ..
Persahabatan yang indah, semoga mereka dipertemukan di syurga. Amin.
Aamiin ya Allah
Bener teh selalu bikin melow mai ingat Ini
Masyaallah, speechless
Innalilahi, sungguh kematian tak berbau. Bisa meminang kapan saja. Dari kisah ini mengajarkanku tuk terus menjaga diri dan hati dari sesuatu yg kotor dan tetap dalam ketaatan. Semoga ketika malaikat menjemput diberikan kematiaan husnul khatimah
Aamiin. Jazakillah khaira mb Desi naskah mengingatkanku.
Persahabatan selalu menimbulkan aneka rasa. Selalu membuat kerinduan tersendiri. Semoga persahabatan yang terjalin mampu menghantarkan hingga kesurga-Nya.
Akupun jadi melow jika teringat persahabatan yang telah lama berselang dikampung halaman.
Selalu menimbulkan kerinduan.
Keren mba Desi