Ternyata manusia butuh jawaban dari pertanyaan “dari mana dirimu? Mau apa hidup di dunia, dan akan ke mana setelah di dunia?” Masyaallah terjawab sudah tiga pertanyaan itu. Sungguh Islam memuaskan akal, menenangkan hati, dan sesuai dengan fitrah manusia.
Oleh. Emirza, M.Pd
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Metanoiac berasal dari bahasa Yunani yang artinya adalah kemampuan mengubah pemikiran. Awal dengar rubin (rumah binaan) bernama Metanoiac, berkecamuk pikiranku untuk cari tau apa artinya, dan kenapa dinamakan demikian untuk kalangan mahasiswa cukup intelek kala itu.
Benar firasatku, kata itu spesial dikarenakan maknanya. Mempromosikan rubin Metanoiac sangat menantang karena Mbak Nur berkata, “Ce, kalau kamu masuk Rubin ini, berarti kamu istimewa, karena Metanoiac ini rubin yang spesial, lho.” Begitu si marketing langit menawarkan. Ya, memang Mbak Nur menyebut dirinya dan teman-teman kelompoknya sebagai kurir langit, marketing langit katanya jual belinya sama Allah. Masyaallah sungguh luar biasa, makin penasaran diriku.
Aku bernama Ice, anak perantauan dari Lampung. Sebenarnya aku diterima di Perguruan Tinggi Negeri di Palembang jurusan Hama Fakultas Pertanian. Tapi keputusan besar buat aku memilih Pendidikan Fisika di Perguruan Tinggi Negeri di Jakarta, karena apa? Karena ini keputusan besar yang aku pilih sendiri beserta konsekuensinya.
Pilihanku ke Jakarta sebenarnya membuat papa sedih, lantaran tidak ada di antara anaknya yang melanjutkan keinginan papa agar ada yang meneruskan di pertanian. Karena anak papa hanya dua, perempuan semua. Adikku masuk jurusan teknik dan aku pendidikan fisika. Tapi berbeda untuk mama, mama justru merasa bahagia, karena mama senang anaknya berkumpul bersama walaupun kami beda kampus, aku di Jakarta sedangkan adikku di Depok. Setidaknya bagi mama beliau dapat mengunjungi dua anaknya sekaligus.
Sebulan jadi maba (mahasiswa baru) aku masih tinggal dengan pakde di Depok, memang ada niatan untuk cari kos, tapi masih nyaman di Depok dan aku pun perlu survei tempat untuk jadi kosanku nanti. Sebulan berlalu, dari Depok ke Jakarta aku nyaman karena aku berangkat bareng sama abang sepupu anak pakde yang kuliah di kedokteran kampus Jakarta. Setidaknya, bisalah kenal calon-calon dokter teman abangku. Maklum masih pragmatis.
Kalau aku gak bareng dengan abangku, aku nebeng sama temanku yang dari Depok ke Jakarta, baik cewek ataupun cowok, lumayan irit ongkos. Karena aku harus menghemat uang bulanan yang mama papa kirim, sungkan untuk minta tambah. Kalau bisa aku gak usah dikasih bulanan lagi, karena aku akan cari uang dari mengajar privat sebagaimana kakak tingkatku yang lain.https://narasipost.com/teenager/09/2021/memilih-jalan-kematian/
Kembali ke Metanoiac, Mbak Nur berkata “Ce, di Metanoiac kamu bisa sambil mengajar les, di sana buka bimbel (bimbingan belajar) kalau sore, nanti tinggal diatur jadwalnya, bisa bayar rubin dari ngelesin di bimbel Metanoiac, lho”.
Wah menggiurkan sekali, bisa ngekos murah dan dapat tambahan uang untuk sehari-hari. Jadi, impian untuk gak minta uang bulanan ke orang tua semakin ketemu titik terangnya.
Lalu Mbak Nur pun menyampaikan kelebihan kalau aku tinggal di rubin Metanoiac, “Nanti kamu bisa berlatih untuk jadi perempuan salihah, dibimbing untuk bisa masak makanan keluarga, bisa berbenah agar nanti jadi istri yang pandai membenahi rumah, diajarin manajemen waktu, kamu tau waktu belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah dan lainnya”.
Waw, menggiurkan sekali, istimewa sekali di Metanoiac.
Akhirnya keputusanku sudah bulat, aku akan ke rubin untuk menempa hidupku menjadi lebih baik. Karena memang di rumah pakde nyaman sekali, ongkos bisa irit, makan tersedia, baju tinggal pakai dan weekend sering diajak jalan, kalau gak nongkrong di cafe ya menonton bioskop bersama kakak dan abang sepupu. Belum lagi kadang di jemput abang sepupu dari kampus, pulangnya bisa ke salon sama kakak sepupu. Tapi bismillah, sudah izin mama, papa, pakde juga menyerahkan keputusan kepadaku, akhirnya aku kos di rubin Metanoiac.
Perjumpaan kedua dengan penghuni Metanoiac. Sebelumnya, aku sudah datang lihat rubinnya. Rubin ini cukup nyaman, penghuninya juga ramah-ramah dan mereka terlihat alim juga bersahaja. Akhirnya perpindahanku dari Depok ke Metanoiac selesai, aku menempati kamar kedua yang di dalamnya ada kamar mandinya, ini kamar terbesar. Dalam satu kamar ada 4 orang yang menghuni.https://narasipost.com/story/08/2022/dalam-tangisku/
Posisi tempat tidurku bersebelahan dengan Teh Rere dari jurusan Geografi. Sisi lain ada Teh Lik dari jurusan Bahasa Inggris dan sebelah Teh Lik ada Kak Ema fakultas kedokteran di kampus yang berbeda. Kami tidur seperti orang Jepang, kasur kami bisa dilipat, selesai tidur dirapikan taruh di atas lemari plastik susun. Jadi satu lemari susun itu, harus muat semua kebutuhan dari baju hingga kerudung, alhamdulillahnya buku-buku bisa ditaruh di ruang tengah.
Ketika resmi menjadi anggota rubin, kami berkumpul setelah salat isya berjemaah di ruang tamu yang difungsikan sebagai ruang salat, belajar, juga diskusi. Hal itu karena ruangan tersebut adalah ruangan terbesar kedua setelah ruang bimbel di samping. Di pertemuan itu, aku dikenalkan dengan seluruh penghuni Metanoiac. Ada senior yang akan skripsi sampai maba yang sama sepertiku.
Ada Teh Ana dari jurusan Bahasa Arab yang sebentar lagi skripsinya selesai, ada juga Mbak Sofi dan Oty juga dari jurusan yang sama tapi beda angkatan. Lalu dikenalkan juga Teh Ella dari jurusan Akuntansi, Teh Ica dari Bahasa Inggris, dan yang semaba ada Yani, Diyah, Ina, dan Aning dari jurusan Ekonomi. Senior satu lagi Teh Lia jurusan Geografi. Mereka terlihat kompak sekali, ada satu leader-nya yang ditaati sama semua anggota rubin. Baru ini lihat ada kosan yang anggotanya harmonis satu sama lain. Kok bisa ya satu pemikiran, satu rasa, dan mau terikat dengan aturan yang sama?
Masih terheran-heran dengan sikap dan sifat orang-orang di rubin. Aku saja selama ini jadi manusia bebas, mamaku pun membebaskanku berbuat dan mengambil keputusan. Tapi di rubin, aku mengamati ada yang bak ibu, kakak, bahkan hal remeh-temeh semua di bahas dan diatur. Belakangan baru aku paham, oh, karena Islamlah yang menjadi dasar aktivitas mereka, fondasi rubinnya pun berdasarkan hukum syarak.
Mulailah diriku tertarik dengan kehidupan di rubin. Aku suka sekali dengan kepedulian masing-masing anggotanya. Bukan peduli tentang perasaan, tapi peduli tentang ibadah, masyaallah. Mereka juga janjian memasang alarm untuk tahajud dan sahur puasa Senin-Kamis. Yang kebagian jadwal memasak, mereka sudah menyiapkan bahan-bahannya sedari malam, pun nasi sudah ditanak di ricecooker.
Aku memilih ikut tahajudnya saja dulu, untuk puasa sunahnya nanti bertahap. Malam telah berlalu, ketika pukul 4 subuh, aku ikut terbangun mendengar sayup-sayup suara sahur mereka. Aku bergegas ambil wudu dan salat tahajud. Aslinya selesai salat aku bisa menyambung tidur lagi, namun sayang mending aku mandi, mumpung kamar mandi belum diminati. Selesai mandi, aku menata tempat tidur dan lanjut salat Subuh. Setelah salat Subuh, ternyata di sini juga ada kultum (kuliah tujuh menit). Masyaallah ada siraman rohaninya juga ternyata.
Setelah salat Subuh dan kultum, ada tadarus Al-Qur’an bersama. Indahnya pagi ini, tersemat harapan untuk menempa diri menjadi lebih baik. Bismillah, semoga Allah mudahkan, meskipun hanya niat dahulu. Setelahnya aku bersiap ke kampus, karena kampus MIPA ada di gedung B yang letaknya agak jauh dari rubin, maka aku harus naik bus. Atau bisa jalan kaki, tetapi akan memakan waktu yang lama. Karena jauhnya gedung MIPA, aku harus on the way satu jam sebelum kuliah dimulai.
Selesai kuliah biasanya aku ke kantin untuk cari makan siang. Namun, kali ini langsung pulang ke rubin aja deh, sudah ada makanan yang dimasak, sayang kalau gak dimakan. Rasanya menyenangkan ada tempat untuk pulang dan makan, seperti rumah bersama keluarga. Banyak pelajaran yang bisa aku dapatkan di rubin. Aku bisa berbenah, pel yang benar, dari mencuci baju, menjemur, hingga baju masuk lemari.
Alhamdulillah, akhirnya aku tahu apa yang membuat mereka semangat dan peduli, bukan hanya pada diri sendiri tapi perhatian juga dengan teman lainnya. Mereka pun bikin acara pelatihan, aku ingat waktu itu acaranya tentang jilbab. Ternyata, selama ini yang aku pahami tentang jilbab salah. Otomatis aku gemetar, sama seperti saat aku baca tentang wajibnya perempuan berjilbab. Karena kalau perempuan tidak berjilbab akan ada dosa sampai dia berjilbab, mengerikan ‘kan? Sehingga waktu itu aku langsung minta pakai jilbab ke mama.
Ternyata jilbab yang aku pahami selama ini salah. Ya Allah ampuni dosaku. Sebagai seorang muslim, jelaslah tuntunan menggunakan jilbab tertuang dalam Al-Qur’an, ternyata di QS. Al-Ahzab: 59 terdapat perintah wajib berjilbab, jilbab seperti baju terowongan, menutup tubuh dari atas ke bawah tanpa potongan. Ya Allah, bukan yang dikepala ternyata. Dan selama ini aku belum berjilbab. Metanoiac mengubah pemikiranku akan syariat, ternyata muslimah yang berjilbab itu ada di Qur’an.
Sedangkan perintah berkerudung ada di QS. An-Nur: 31. Inilah yang aku kira jilbab tadi, kerudunglah yang digunakan di kepala menutupi hingga dada. Ya Allah, baru tau aku kalau ternyata Islam lengkap mengatur manusia. Sebenarnya banyak sekali hal yang ingin aku tanyakan tentang kehidupan, yang akhirnya aku sampaikan ke Mbak Nur. Lalu Mbak Nur mengatakan aku nanti diajak mengaji sama Teh Ica untuk paham Islam.
Masyaallah, bada asar di Metanoiac, aku diajak masuk ke kamar Teh Ica. Di sana sudah lengkap ada white board dan spidol, benar-benar belajar ini, dalam hati berkata. Sebelum kajian dibuka, baca doa dulu baru masuk materi. Masyaallah inilah yang aku cari-cari jawaban dalam hidupku. Pertanyaan mendasar, kata Teh Ica itu uqdatul qubro.
Ternyata manusia butuh jawaban dari pertanyaan “dari mana dirimu? Mau apa hidup di dunia, dan akan ke mana setelah di dunia?” Masyaallah terjawab sudah tiga pertanyaan itu. Sungguh Islam memuaskan akal, menenangkan hati, dan sesuai dengan fitrah manusia. Benar-benar berubah pemikiranku saat itu. Dan terjawab juga kenapa anggota rubin ini sepemikiran, sehati, dan kompak.
Sejak saat itu aku pun semangat untuk selalu mengkaji Islam. Karena pemahaman yang benarlah yang akan menyelamatkanku. Islam bukan hanya mengatur ibadah ritual saja seperti salat, puasa, zakat, naik haji. Tetapi dibutuhkan aturan Islam dalam bermasyarakat, seperti jual beli, kerjasama, upah, bertetangga, berinteraksi dengan sesama muslim, nonmuslim, dan laki-laki, Islam sudah mengaturnya. Kata Teh Ica, hampir 80% isi Al-Qur’an mengatur hubungan dan interaksi manusia dengan manusia. Ini benar-benar jleb, aku kira Islam hanya ibadah ritual.
Yang membuatku semakin tercengang adalah ternyata Islam juga mengatur dalam bernegara, Rasulullah sudah mencontohkan sebagai kepala negara kemudian diteruskan oleh para sahabat, tabi’in tabi’ut dan khalifah-khalifah selanjutnya. Nah, ini aku harus banyak belajar tentang Islam. Bismillah, aku mau mengkaji Islam dengan serius di waktu yang bukan sisa, tapi waktu terbaik untuk mengkaji Islam. Masyaallah inilah perubahan pemikiran yang aku alami, sehingga aku siap jadi pengemban dakwah. Berpartisipasi untuk mewujudkan Islam sebagai rahmatan lilalamin. Wallahualam.
Beruntungnya mereka yang saat saat berhijrah masih muda atau masih sekolah ya. Kenangannya lebih membekas ketimbang belajar Islam saat sudah tua.
Alhamdulillah, smoga istiqomah hingga akhir
Masyaallah.. jadi teringat masa-masa kuliah dahulu.. kenal Islam lebih dalam berawal dari mbak2 pembina kost..
Barakallah mbak Emirza Erbayanthi..
MasyaaAllah, masa kuliah yang menyenangkan ya.. Karena bisa mengenal Islam kaffah. Barakallahu fiik…
Islam memang bisa merubah kita jadi lebih baik ya mbak...
yang tadinya buka aurat, jadi tutup aurat..
yang tadinya boncengan sama cowok non mahram, sekarang memilih nolak untuk boncengan sama lelaki asing..
masih banyak yang lainyaa....
Setuju… dengan Islam jadi selamat dan tau ternyata hal tersebut dilarang Allah
MasyaAllah beruntung kita masih memdapatkan kesempatan umur untuk belajar Islam lebih dalam hingga menuju aqidah tauhid yang benar.
Alhamdulillah, hidayah dari Allah, smoga sampai akhir dalam keselamatan