“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu dalam kebaikan. (HR. Bukhari dan Muslim)"
Oleh. Hanum Hanindita, S.Si.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Belum lama ini viral kasus perceraian pasangan selebriti yang cukup menghebohkan publik, karena selama ini dinilai pernikahan mereka dalam keadaan yang harmonis. Berbagai spekulasi pun muncul ke permukaan. Salah satunya masyarakat menduga perceraian terjadi karena pihak istri disinyalir sudah berhijrah, terlihat dari pakaiannya yang sudah menutup aurat secara syar’i serta meninggalkan dunia kerartisannya, sementara pihak suami masih berada di dunia entertainment dengan segala keglamorannya. Maka publik pun menilai ada gap spiritual di antara keduanya. Lantas, bagaimanakah Islam memandang hal ini dan bagaimana cara mengatasinya?
Sejatinya, masalah gap spiritual dapat terjadi di rumah tangga mana pun, bukan hanya pada selebritis saja. Bisa pihak istri yang sudah mendalami agama terlebih dahulu, sementara suami belum, atau pun sebaliknya. Sekali pun banyak yang menilai bahwa kondisi suami yang lebih dahulu berhijrah akan menjadi lebih mudah untuk mengajak serta pihak istri, ketimbang istri yang sudah paham agama lebih dahulu. Perbedaan atau gap ini adalah sesuatu yang normal terjadi, karena pernikahan menyatukan segala hal yang berbeda dari kedua belah pihak. Perbedaan bisa berasal dari latar belakang masing-masing pasangan, pola asuh, lingkungan bergaul, atau pekerjaan dan lain sebagainya. Maka seiring perjalanan waktu pun perjalanan spiritual antar keduanya bisa saja menemui perbedaan.
Sejatinya, gap dalam bentuk apa pun itu, walaupun bisa terjadi dalam kehidupan pernikahan, bukan berarti pernikahan tidak bisa dijalankan. Oleh karena itu Islam mengajarkan agar sebelum dan selama membina rumah tangga harus ada fondasi atau dasar yang dibangun dan selalu dikuatkan.
Menurut Pemerhati Keluarga dan Generasi, Ustazah Reta Fajriah, fondasi yang harus dibangun dan tidak boleh ada perbedaan adalah keimanan atau akidah. Maka, Allah memerintahkan untuk menikahi sesama muslim sebagai prioritas, laki-laki muslim boleh menikahi ahli kitab, namun wanita muslim wajib dengan pria muslim. Agama tidak boleh hanya menjadi sekadar identitas di KTP. Pasangan suami istri di dalam rumah tangga harus berkomitmen terus mempertahankan fondasi keimanan ini. Jika ada persoalan yang dihadapi maka harus dikembalikan kepada aturan agama sebagai solusi.
Dalam proses berjalannya kehidupan rumah tangga, pasangan harus selalu berorientasi mengajak kepada kebaikan. Baik istri atau pun suami, sama-sama senantiasa mengajak pasangannya dalam ketaatan. Apabila suatu hari ditemukan kendala, misal istri lebih dahulu paham agama, sementara suami masih biasa saja, maka kuatkan doa kepada Allah agar membuka pintu hidayah bagi sang suami. Allah Swt. adalah yang memiliki hati manusia sekaligus berkuasa membolak-balikkannya.
Seorang istri juga harus mengajak suaminya agar taat kepada Allah dengan cara yang baik, tidak dengan kesombongan, apalagi sampai menunjukkan sikap yang lebih pintar dari suami. Sebab suami tidak akan mau terlihat lebih rendah, sepintar apa pun seorang istri, harus taat kepada suami. Nasihatilah suami dengan bahasa yang lembut dan penuh kesabaran, jangan menggebu-gebu menampakkan pertentangan. Bagaimanapun juga sering kali terjadi pertengkaran antara pasangan karena tidak bisa saling menyampaikan maksud dengan makruf. Bersabar lebih utama, menunggu pasangan dalam keadaan tenang dan dilakukan dengan pendekatan perasaan dan kasih sayang. Penting untuk menghindari berdebat dalil, sebab nalurinya suami itu tidak mau digurui.
Jika sudah dilakukan upaya untuk menyamakan visi misi namun belum juga menemukan titik temu, ada batasan standar yang bisa ditoleransi atau pun memang bisa mengambil jalan berpisah. Contoh batasan yang boleh ditoleransi adalah selama tidak terjadi kemaksiatan. Jangan sampai salah satu tidak menunaikan kewajibannya atau memenuhi hak. Suami tidak boleh memutus nafkah terhadap istri dan istri tetap melayani suami dengan baik walau dalam kondisi bertengkar. Secara garis besar masih bisa ditoleransi, selama suami tidak memerintahkan hal-hal yang melanggar syara', seperti meminta membuka kerudung, melarang salat wajib, suami mengambil akad riba dengan menggunakan tanda tangan istri, dan lain sebagainya. Sebab ini adalah bentuk maksiat kepada Allah dan pada hakikatnya tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal maksiat. Hal ini diperkuat dengan dalil yang berbunyi, “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu dalam kebaikan.” (HR. Al-Bukhari No. 7252 dan Muslim No. 1840, lafaz hadis ini milik Imam Muslim)
Bila memang kondisinya demikan, dan sudah diupayakan oleh istri untuk mengajak suami pada ketaatan dengan segenap kekuatan yang ia miliki, namun suami tetap terjebak kepada maksiat dan tidak siap hidup di dalam cahaya maka jalan berpisah adalah pilihan yang bisa jadi perlu dilakukan. Sebab orang yang tidak mau hidup di dalam cahaya, niscaya akan selalu menolak kebenaran dan menjauhi cahaya tersebut, kecuali Allah Swt. izinkan ia untuk menerimanya. Lebih dari itu, ketaatan seorang suami dan pemahamannya yang lurus sebagai imam dalam keluarga, akan menentukan nasib anak dan istrinya kelak di hari akhir, sebab suami bertanggung jawab menjaga keluarganya dari siksa api neraka. Wallahu a’lam bishowab.[]
Pernah merasakan posisi gab seperti ini. Sangat sulit tentunya karena mengawali rumah tangga sama-sama tidak paham Islam secara kaffah, sehingga saat satu pihak berislam kaffah jadi timpang pihak yang satunya. Maka Islam sangat menganjurkan ilmu dulu baru amal. Berilmu dulu bagaimana cara membangun rumah tangga sesuai syariat. In Syaa Allah akan menjadi keluarga samara.
Yups Gap dalam dalam pasangan suami istri memang kerap terjadi dan menimbulkan permasalahan namun ketika diatasi tak ada yang tak mungkin jika Allah berkehendak semuanya pasti dipermudah. Namun jika jalannya telah salah apa boleh buat, kita hanya bisa berpasrah dan berdoa maka dengan itu jangan pernah tinggalkan Allah disetiap aktivitasnya karena ketika kita melibatkan Allah disetiap kegiatan semua akan Allah mudahkan.
Benar sekali gap antara suami istri memang lumrah terjadi dan bisa jadi akan menimbulkan masalah kalau tidak disikapi dengan benar. Perlu diingat apa pun masalahnya pasti ada solusinya..
Setiap pasangan pasti ada ujiannya, hanya saja ujian itu jenis dan kadarnya berbeda. Di butuhkan kesabaran dan keikhlasan dalam menjalaninya. Masing-masing pasangan memahami kewajibannya dihadapan Allah Swt. Menjadikan semua aktivitas yang dilakukan semata-mata untuk mencari Ridha Allah. Suami bertanggung jawab nafkfah, membimbing, dan selalu bersikap lembut terhadap anak dan istrinya. Sebaliknya istri menjalankan perannya sebagai Ummu warabbatul bait. Insyaallah ketika menjalankan funssinya masing-masing sebagaimana mestinya ikatan rumah tangga akan kuat. Semoga Allah selalu menjaga rumah tangga seluruh kaum muslimin dan menjadi keluarga sakinah mawadah warahmah
Setiap rumah tangga ada ujiannya sendiri. Butuh kesabaran, kedekatan, dan komunikasi yang baik untuk menyelesaikannya. Jangan lupa hadirkan Allah di setiap aktivitas dan masalah yang ada. Karena Allah Maha Membolak-balikan hati manusia. Perpisahan adalah sesuatu yang boleh jika itu adalah jalan yang terbaik.
Masya Allah tulisannya rasa nostalgia bagi saya. Karena dulu pernah ada di posisi ini selama 3 tahun, pas baru awal saya hijrah. Karena bagi suami, terasa agak aneh pemikiran yang saya ikuti. Namun seiring berjalannya waktu, dengan kesabaran, doa dan tetap komunikasi. Alhamdulillah Allah bukakan hati suami, hingga akhirnya mendukung langkah saya dalam amar makruf nahi mungkar, meski belum bisa menemani dan ikut serta nyemplung ke dalam jamaah.
Alhamdulillah akhirnya berhasil melewati satu ujian dlm berumah tangga. Ketika pasangan udh mendukung gerak dakwah meski belum nyemplung udah anugrah banget ya.