"Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Namun, mereka enggan memikul amanat itu dan mereka takut akan mengkhianati amanat itu dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (TQS. Al-Ahzab: 72)"
Oleh. Maftucha
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sobat, pemilihan presiden masih satu tahun lagi, tapi aroma persaingan dan pencitraan antarpendukung sudah tercium di mana-mana. Bahkan, ada lo yang ngomong dengan semangat terkait kriteria calon pemimpin yang layak bagi warga Indonesia.
Seperti apa yang telah ditayangkan di forum diskusi TVOne, mantan politikus PPP yang akrab disapa Romi ini memberikan komentarnya, Sob, bahwa ketika memilih calon presiden jangan menjadikan masalah kesalehan sebagai kelayakan seseorang untuk menjadi calon presiden.
Romi, yang baru saja keluar dari tahanan akibat kasus korupsi ini, Sob, mengatakan bahwa, jangan melihat latar belakang sang calon, misalkan ada calon yang suka lihat bokep lalu diedarkan di media sosial atau ada yang anaknya enggak pakai jilbab. Menurutnya nih, Sob, hal ini jangan menjadi masalah yang dipersoalkan dalam mengukur kelayakan seorang calon presiden.
Untuk menguatkan pendapatnya ini, dia mengatakan bahwa di kitab Al-Ahkam Sulthoniyah pemimpin yang ahli maksiat masih punya hak untuk ditaati asalkan menghargai kebebasan beragama, ngeri enggak tuh? Padahal di kitab tersebut yang dibahas adalah menaati pemimpin, sedangkan saat ini masyarakat diributkan dengan memilih calon pemimpin, tentu memilih dan menaati pemimpin adalah dua hal yang berbeda, Sob.
Pemimpin dalam Sistem Kapitalisme
Sobat, inilah gambaran seorang intelektual yang hidup di sistem kapitalisme, di mana nilai-nilai kehidupannya sangat sekuler atau memisahkan agama dari kehidupan.
Dalam sistem kapitalisme yang menggunakan politik demokrasi sekuler, urusan memilih pemimpin memang hanya sebatas urusan duniawi. Kenapa? Karena sistem politik ini menihilkan aturan Tuhan dalam aspek kehidupan umum, Sob.
Padahal kita 'kan tahu sendiri ya, Sob, kalau manusia itu lemah, terbatas, tidak tahu apa yang terbaik untuk mereka. Kalau dipaksakan membuat aturan sendiri pastinya akan banyak kepentingan atau intervensi, baik dari dirinya sendiri maupun orang lain, bahkan negara lain. Betul enggak, Sob?
Karena itulah, Sob, dalam sistem demokrasi sekuler, tolok ukur pemimpin yang baik bukan dilihat dari kesalehannya, namun hanya sebatas kapabilitas dalam urusan dunia. Maka dari itu, Sob, Sering kita jumpai seorang menteri, hakim, atau gubernur dan pejabat negara lainnya yang melakukan korupsi. Hal itu terjadi tidak lain karena aturan agama tidak dijadikan sebagai tolok ukur dalam setiap perbuatan mereka.
Kita juga harus tahu, Sob, bahwa menjadi pemimpin dalam pandangan kapitalisme adalah jalan untuk meraih jabatan kekuasaan, sehingga segala macam cara akan ditempuh. Jadi jangan heran, ya, Sob. Kekuasaan dalam kapitalisme ini, selain akan menguras harta dan tenaga, juga akan menumbalkan siapa saja yang menjadi lawan politiknya.
Sistem Baik Melahirkan Pemimpin Baik
Nah, Sob, dalam urusan memilih pemimpin, Islam memberikan perhatian yang begitu besar lo. Kenapa? Karena pemimpin adalah tempat bagi rakyatnya untuk berlindung. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
"Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung dari musuh dengan (kekuasaannya)." (HR. Al-Bukhori, Muslim, Ahmad, dan Abu Dawud)
Syaikhul Islam dalam karyanya As-iyasah Asy-yariyah menjelaskan bahwa kriteria pemimpin itu harus ada dua sifat mendasar, yakni kuat (mampu) dan amanah. Pemimpin yang kuat tentu bukan berasal dari pemimpin yang segala keputusannya tersandera oleh kepentingan, baik golongan, partai apalagi tunduk kepada negara penjajah, ya, Sob. Namun, dia independen dalam hal menjalankan segala aturannya berdasarkan syariat Islam.
Sobat, negara Islam adalah negara yang besar, maka dibutuhkan pemimpin ideal yang mampu membawa Islam beserta umat ini menuju sebuah peradaban agung yang tunduk pada aturan-Nya. Untuk itu, kriteria pertama yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah memiliki rasa takut yang besar kepada Allah. Rasa takut ini akan membuat dia senantiasa merasa diawasi oleh Allah Swt. sehingga dia senantiasa tunduk patuh kepada syariat-Nya.
Dalam sejarah Islam telah dikisahkan, Sobat, bagaimana rasa takut Umar bin Al-Khattab kepada Allah jikalau sampai ada rakyatnya yang kelaparan. Sehingga beliau selalu berkeliling untuk memastikan bahwa tidak ada rakyatnya yang belum makan. Bahkan dengan tangannya sendiri beliau memandu sekarung gandum yang akan diberikan kepada yang membutuhkan.
Dikisahkan pula bagaimana Umar berbicara dengan anaknya dalam kondisi gelap, karena takut menggunakan lampu milik negara.
Kriteria kedua adalah shiddiq yang artinya jujur, pemimpin yang jujur tentu dipercaya rakyatnya, ya, Sob. Sifat ini sudah menjadi sifat yang melekat pada diri Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin , di mana mereka memiliki gelar-gelar karena sifatnya yang jujur, seperti Rasulullah yang bergelar Al-Amin , Abu Bakar dengan gelar Ash-Shiddiq , Umar dengan gelar Al-Faruq dan seterusnya.
Kriteria ketiga adalah amanah, lawan dari sifat ini adalah khianat. Pemimpin amanah tentu akan menjaga kepercayaan rakyat, dia tidak akan menipu bahkan mengkhianati rakyatnya. Sesungguhnya Allah Swt. berfirman yang artinya,
"Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Namun, mereka enggan memikul amanat itu dan mereka takut akan mengkhianati amanat itu dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh." (TQS. Al-Ahzab: 72)
Yang keempat tablig atau komunikatif. Seorang pemimpin yang baik harus bisa berkomunikasi dengan rakyatnya secara baik, Sob. Dia akan mendengarkan segala masukan dan kritikan dengan lapang dada dan hal ini sudah sangat maklum terjadi di sistem Islam di mana rakyat selalu memuhasabahi pemimpinnya.
Kriteria kelima adalah fatanah atau cerdas. Pemimpin yang cerdas tentu didukung dengan keilmuan yang dia miliki, Sob. Dengan keilmuan yang dia miliki, maka akan memudahkan khalifah menyelesaikan setiap masalah yang datang, bahkan diutamakan seorang pemimpin adalah mujtahid. Keren enggak tuh!
Sifat selanjutnya adalah adil. Inilah yang dinanti-nanti oleh rakyat. Dengan sifat adilnya ini, keadilan akan bisa ditegakkan. Sebaliknya, Allah menegur dengan keras pemimpin yang zalim. Rasulullah saw. bersabda,
"Barang siapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan baginya surga." (HR. Bukhari dan Muslim)
Demikian, Sob, bagaimana Islam memberikan gambaran yang jelas sosok pemimpin yang layak untuk dipilih. Sosok pemimpin yang ideal tidak mungkin bisa terwujud dalam sistem sekuler seperti saat ini. Hanya sistem Islam, Sob, yang bisa mewujudkan sosok pemimpin ideal harapan umat manusia. Wallahu a'lam bishawab.[]