"Membangun infrastruktur publik, termasuk jalan tidak boleh ada campur tangan asing, apalagi dimonopoli oleh swasta dan korporat. Pembangunan jalan diharamkan dengan cara dikapitalisasikan. Sebaliknya, negaralah yang bertugas menjamin adanya layanan publik ini bersifat gratis, dipermudah, dan tidak dipersulit."
Oleh. Yana Sofia
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Guys, viralnya kritikan Bima terkait jalan rusak di Lampung kini menyita perhatian banyak pihak, termasuk Presiden Joko Widodo. Jokowi menyatakan perbaikan 15 ruas jalan rusak di Lampung akan diambil alih pemerintah pusat. Tidak tanggung-tanggung, Guys! Anggaran sebesar Rp800 miliar akan dikucurkan. Hal ini disampaikan Jokowi di laman Instagramnya, Senin (8/5/2023).
Mungkin sebagian kita bertanya-tanya, Guys! Kenapa tugas daerah dialihkan ke pusat? Hal ini tidak lain karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Lampung tidak mencukupi untuk mendanai tugas ini. Alokasi dana untuk perbaikan infrastruktur jalan dan irigasi dari APBD hanya sebanyak 72,44 miliar pada 2023. Dana itu tidak mencukupi untuk biaya perbaikan 15 ruas jalan yang membutuhkan perbaikan segera. Dikutip Cnnindonesia.com, (05/05/2023)
Namun, masih ada satu masalah lagi yang cukup menyita perhatian, Guys! Kenapa pemerintah baru turun tangan setelah kasus viral? Apakah negara murni peduli atau hanya sekadar pencitraan?
Masalah Krusial
Kerusakan jalan, sebenarnya adalah masalah krusial alias genting dan penting melanda se-Indonesia raya. Dan ini bukan cerita basi atau bualan tanpa bukti. Problem kerusakan jalan sampai detik ini bisa kita jumpai di seluruh pelosok negeri.
Karena itu, seharusnya meski tanpa kritik negara wajib menjamin tersedianya fasilitas publik yang vital ini bagi kehidupan umat. Negara harus terdepan menyolusi problem utama terkait jalanan yang rusak baik itu berupa dana, kualitas material, juga jaminan transportasi yang gratis. Karena hal ini memang tugas negara!
Walau bagaimanapun fasilitas jalan merupakan sarana lalu lintas yang memengaruhi hajat orang banyak, salah satunya di sektor perekonomian. Jalan merupakan fasilitas publik yang sangat penting bagi trasnportasi orang, barang, dan hasil pertanian. Jika jalan rusak, ini akan mengguncang perekonomian masyarakat, untuk selanjutnya memengaruhi kesejahteraan rakyat.
Namun, ya, begitulah, Guys! Karena negara ini diatur oleh asas kapitalisme, maka kerusakan jalan merupakan masalah yang lazim kita temukan di seluruh pelosok negeri. Dari Sabang sampai Merauke nih, Guys, kerap kali kita dengar kabar miris menimpa rakyat akibat rusaknya infrastruktur jalan. Bahkan, tidak sedikit rakyat meregang nyawa karena terkendala akses jalan yang rusak.
Sebagaimana yang terjadi pada seorang ibu hamil bernama Eva (18) di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Sulsel). Eva yang saat itu hendak melahirkan, harus ditandu warga menuju rumah sakit dengan menggunakan sarung, dikarenakan akses jalan yang rusak di daerah tersebut. Namun malangnya, Guys, setelah 17 jam ditandu, Eva dan bayinya meninggal dunia akibat lambatnya penanganan. Dikutip Detik.com, Rabu (22/3/2023)
Kisah yang tak kalah miris juga terjadi di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Setiap hari puluhan siswa Sekolah Dasar Inpres (SDI) Blawuk di Kabupaten Sikka, harus bertaruh nyawa menyebrangi derasnya arus Sungai Nanga Gete untuk bersekolah. Hal ini dilakukan karena akses jalan atau jembatan ke sekolah mereka rusak parah. Karena itulah puluhan siswa itu rela bertaruh nyawa demi bisa sekolah. Dikutip Beritasatu.com (05/05/2023)
Ini baru sebagian fakta, Guys! Di media massa dan di medsos kabar miris seperti ini, bahkan lebih banyak lagi. Menunjukkan kepada kita, bahwa negara berdasarkan sekuler kapitalisme tidak benar-benar peduli pada keselamatan rakyatnya. Pemerintah hanya akan turun tangan pada kasus-kasus viral saja, setelah mendapatkan perhatian banyak pihak, tentunya. Sedangkan jalan-jalan rusak yang tidak disorot media, negara abai.
Inilah wajah pemerintahan yang katanya paling demokratis, Guys. Pemerintahan yang adil dan beradab, serta bekerja untuk kesejahteraan rakyat adalah jargon menipu dan penuh ilusi. Nyatanya, negara hanya peduli pada kasus viral demi pencitraan diri. Tubuh kaku Eva dan bayinya yang meninggal karena ditandu selama 17 jam lamanya, akibat akses jalan rusak itu cukup menjadi bukti.
Melanggar UU Jalan
Asal kalian tahu, Guys! Aturan penggunaan dan pemanfaatan jalan telah diatur oleh UU nomor 2 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU nomor 38 tahun 2004. Di pasal ke-3 UU ini berbunyi: "Penyelenggaraan jalan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, percepatan distribusi logistik, pemerataan pembangunan, dan implementasi pembangunan berkelanjutan." Nah, itu artinya pembangun jalan harus adil antara wilayah pusat dan pelosok desa, sehingga bisa dinikmati oleh seluruh warga negara.
Berdasarkan UU ini, pemerintah seharusnya mampu menjamin infrastruktur jalan di seluruh wilayah, Guys. Di mana jika pemerintahan daerah tidak mampu melaksanakan wewenang ini, maka kewenangan tersebut dapat diambil alih oleh pemerintahan pusat. Di mana pengambilalihan tugas ini, bukan karena kasus viral dong, ya! Tapi karena memang sudah tugasnya negara.
Namun, amat disesalkan, Guys! Saat ini, infrastruktur jalan yang memadai hanya bisa dinikmati di daerah perkotaan, tempat-tempat industri, dan wilayah yang berkembang skala perekonomiannya. Sedang di daerah pelosok dan desa-desa terpencil yang tersebar di seluruh Indonesia seringnya bangun infrastruktur publik ini justru lambat, diabaikan, bahkan dilupakan.
Ini terjadi karena negeri kita menggunakan paradigma kapitalisme dalam mengatur pemerintahan, Guys. Paham yang lahir dari ide memisahkan agama dari kehidupan (sekularisme) ini telah menciptakan berbagai masalah, salah satunya ketimpangan dalam pembangunan infrastruktur publik baik itu pendidikan, kesehatan, dan sarana transportasi.
Dalam asas pembangunan berdasarkan kapitalisme ini, Guys, jalan adalah bagian penting dari industri yang bertujuan untuk memberikan layanan publik yang saling menguntungkan antara rakyat dan pihak kapital. Jadi harus ada asas mutualisme antara rakyat dan pemilik modal. Karenanya, jika rakyat ingin memiliki infrastruktur jalan yang baik dan berkualitas, maka rakyat harus bersaing dengan wilayah-wilayah strategis dan pusat industri lainnya yang menjadi roda perekonomian, seperti di kota-kota besar atau kawasan industri.
Karena itu kita bisa katakan, asas pembangunan jalan tidak sesuai dengan UU jalan, bahkan melanggarnya. Fasilitas jalan hanya dijadikan sebagai program pembangunan yang miskin kelola. Ditambah lagi, pemerintahan yang berdiri atas paradigma kapitalisme senantiasa bergantung pada bantuan swasta dan korporat baik sebagai penyuntik dana, juga pengelola. Alhasil, pembangunan jalan hanya berupa proyek industrialisasi demi keuntungan pebisnis dan pihak kapital belaka. Proyek-proyek jalan itu hanya akan berjalan dengan metode pelelangan yang membutuhkan investasi dari pihak kapital.
Ya, lagi-lagi niat membangun infrastruktur jalan tidak lepas dari kongkalikong dengan pihak ketiga alias asing. Pembangunan fasilitas publik ini akan berakhir menjadi bisnis demi mengenyangkan perut-perut para kapitalis di balik proyek infrastruktur jalan.
Islam Menyolusi
Pembangunan infrastruktur yang tidak merata dan mengganggu roda kehidupan umat, tentunya bertentangan dengan sistem Islam, Guys! Karena dalam Islam fungsi pemimpin tidak lain sebagai raain yakni penjaga yang diberikan amanah dan bertanggung jawab penuh untuk menjamin berbagai kebutuhan umat terpenuhi, termasuk tersedia jalan yang layak sebagai alat transportasi manusia, bahkan hewan.
Sebagaimana kisah Umar bin Khattab saat menjadi Khalifah yang memimpin daulah Islam. Khalifah Umar pernah merasa sangat terpukul, atas kerusakan jalan yang terjadi di Irak masa itu dan menugaskan para pejabat untuk segera memperbaikinya. Saat itu ia menjelaskan pada pejabatnya, tentang beratnya tanggung jawabnya sebagai pemimpin di di hadapan Allah jika mengabaikan kerusakan jalan. Ia bertutur,
"Seandainya seekor keledai terperosok ke sungai di kota Baghdad, niscaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya dan ditanya, 'Mengapa engkau tidak meratakan jalan untuknya?'"
Masyaallah, luar biasanya, Guys, sistem pemerintahan dalam Islam. Hewan saja dijamin keselamatannya, apalagi manusia. Pemimpin dalam Islam akan menjadi pihak yang paling bertanggung jawab menyediakan fasilitas publik ini. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan Al-Bukhari,
“Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala. Hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.”
Nah, berdasarkan dalil ini, Guys! Jelas, membangun infrastruktur publik, termasuk jalan tidak boleh ada campur tangan asing, apalagi dimonopoli oleh swasta dan korporat. Pembangunan jalan diharamkan dengan cara dikapitalisasikan. Sebaliknya, negaralah yang bertugas menjamin adanya layanan publik ini bersifat gratis, dipermudah, dan tidak dipersulit.
Jadi, rakyat tidak perlu menunggu jalannya diperbaiki atau meminta-minta, apalagi ribut-ribut di sosial media seperti kasus Bima yang protes kepada pejabat di Lampung karena infrastruktur jalan yang tidak kunjung diperbaiki. Negara wajib sigap memenuhi sarana transportasi yang berkualitas ini kepada rakyatnya, baik di pusat maupun di daerah pelosok tanpa tebang pilih.
Hanya saja, Guys, seluruh kebijakan ini wajib didukung dengan sistem ekonomi Islam tentunya. Dalam Islam, pengelolaan SDA milik umat haram diliberalisasi asing, juga swasta. Negaralah yang wajib secara penuh mengelola harta kekayaan tersebut, di mana seluruh hasilnya dikembalikan kepada rakyat untuk membiayai pendidikan, kesehatan, keamanan, hingga pembangunan infrastruktur jalan secara gratis tanpa dipungut biaya.
Karena itu, Allah dan Rasul-Nya melarang umat Islam untuk bersekutu dengan siapa pun dalam mengelola SDA sebagaimana sabda Rasulullah saw. riwayat Abu Dawud,
"Kaum muslim berserikat dalam tiga hal yakni air, padang rumput, dan api."
Selain itu, Islam juga melarang pemimpin menyerahkan berbagai tangung jawab untuk menjalankan berbagai proyek pembangunan fasilitas publik kepada pihak asing yang hanya memedulikan manfaat dan keuntungan belaka. Negara wajib menghapus kebijakan yang sarat campur tangan asing.
Khatimah
Nah, bagaimana Guys! aturan Islam super keren, 'kan? Ya, jelaslah keren, karena landasan negara dalam Islam adalah Al-Qur'an dan sunah. Sumber hukum yang datang langsung dari Sang Pencipta manusia. Muara manusia bergantung segala nasib, hidup, bahkan mati kepada-Nya. Tentunya, Allah Swt. lebih tahu mana yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya. Wallahu a'lam bishawab.[]