Kontrak Freeport, Rakyat Tambah Repot

”Berdirinya Freeport di Indonesia adalah alat masuknya kepentingan Amerika untuk memengaruhi kebijakan politik dalam negeri Indonesia termasuk isu-isu keamanan di Papua yang sampai saat ini masih bergejolak dan sepertinya memang sengaja dipelihara untuk kepentingan kapitalisme.”

Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Rakyat akan semakin repot jika pemerintah kembali akan memperpanjang kontrak PT Freeport. Isu tersebut terendus publik setelah Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia membocorkannya kepada media.

Sekalipun Bahlil menyebut masih kemungkinan, namun pemerintah memikirkan melakukan perpanjangan, tapi dengan dua syarat, yaitu adanya penambahan saham kurang lebih 10 persen dan permintaan dibangunnya smelter di Papua (CNN Indonesia, 29/4/2023).

Sebagaimana diketahui PT Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan tambang asal Amerika Serikat yang beroperasi di Indonesia, terutama di Provinsi Papua. Perusahaan ini merupakan anak perusahaan dari Freeport-McMoRan, sebuah perusahaan tambang yang berbasis di Amerika Serikat.

Sejarah Berdirinya Freeport Indonesia

Adapun sejarah berdirinya PT Freeport Indonesia dimulai pada tahun 1936 ketika sebuah perusahaan Amerika bernama Freeport Sulphur Company mendapatkan hak eksplorasi di wilayah Louisiana, Amerika Serikat. Pada tahun 1959, Freeport Sulphur Company membentuk Freeport Minerals Company untuk mengelola bisnis tambang tembaga dan emas.

Pada tahun 1960, Freeport Minerals Company melakukan eksplorasi di wilayah Papua yang saat itu bernama Irian Jaya merupakan bagian dari Indonesia. Pada tahun 1967, Freeport Minerals Company dan pemerintah Indonesia menandatangani perjanjian kontrak karya yang memberikan hak kepada perusahaan tersebut untuk mengelola tambang tembaga dan emas di wilayah Papua selama 30 tahun.

Pada tahun 1972, Freeport Minerals Company membentuk perusahaan patungan dengan perusahaan pertambangan Indonesia, bernama PT Freeport Indonesia. Setelah kontrak karya awal berakhir pada tahun 1991, PT Freeport Indonesia dan pemerintah Indonesia menandatangani kontrak karya baru yang memberikan hak kepada perusahaan tersebut untuk terus mengelola tambang di wilayah Papua.

Sejak beroperasi di Papua, PT Freeport Indonesia sering kali menjadi sorotan karena konflik dengan masyarakat adat dan lingkungan hidup. Terdapat berbagai perdebatan terkait dampak lingkungan dan ekonomi yang dihasilkan oleh operasi tambang perusahaan ini di wilayah Papua.

Cengkeraman Imperialisme Modern

Jika mencermati latar belakang keberadaan Freeport di Indonesia, bisa dikatakan hal itu sebagai cengkeraman imperialisme modern dalam bidang ekonomi oleh sebuah negara yang saat ini menjadi pemain tunggal sebagai negara ideologis pascaruntuhnya kekuatan sosialisme Uni Soviet, yaitu Amerika Serikat. Amerika dikenal sebagai negara adidaya yang mengadopsi dan menyebarkan ideologi kapitalisme.

Dalam kitab Mafahim as Siyasah, Syekh Taqiyuddin An Nabhani menjelaskan tentang posisi Amerika Serikat sebagai kekuatan utama negara yang berkuasa di dunia saat ini. Semua percaturan politik di dunia tidak akan lepas dari kendali kepentingan atau skenario besar (khittah siyasi) Amerika untuk mempertahankan pengaruh hegemoninya.

Dalam hal ini termasuk pengelolaan kekayaan sumber daya alam di Indonesia. Belajar dari catatan sejarah, lengsernya Orde Lama dan berganti dengan Orde Baru yang melahirkan rezim Soeharto yang bertahan sampai puluhan tahun lamanya tidak bisa dilepaskan dari kepentingan Amerika di dalamnya melalui pengaruh kekuasaan.

Di dalam sistem kapitalisme yang berkuasa adalah pemilik modal yang diberikan kebebasan dalam kepemilikan harta, termasuk kekayaan alam yang sejatinya merupakan harta milik umum. Berdirinya Freeport di Indonesia adalah alat masuknya kepentingan Amerika untuk memengaruhi kebijakan politik dalam negeri Indonesia termasuk isu-isu keamanan di Papua yang sampai saat ini masih bergejolak dan sepertinya memang sengaja dipelihara untuk kepentingan kapitalisme.

Kekayaan alam Papua yang melimpah adalah surganya kapitalisme karena bongkahan emas dikeruknya, sementara rakyat Papua hanya menjadi korban atas opini yang selalu disebarkan oleh kapitalisme sebagai rakyat tertindas dan terbelakang. Adanya gerakan kekerasan di Papua selalu diangkat ke forum internasional oleh kapitalisme global tentu dengan tujuan disintegrasi bangsa yang akhirnya menjadikan kekayaan alam Papua bisa dimiliki asing dengan sebebas-bebasnya.

Syariat Islam Memberikan Solusi Tuntas

Syariat Islam memiliki cara pandang yang khusus tentang solusi tuntas persoalan Papua, terutama berkenaan dengan pengelolaan harta kekayaan milik umum, seperti barang tambang, mata air, hutan, migas dan lainnya. Kaitannya dengan hal ini, Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitab Al Amwal merinci tentang apa yang dimaksud harta kekayaan milik umum. Yaitu harta yang tidak boleh dimiliki secara pribadi atau golongan, hanya pemanfaatannya saja yang dibolehkan, sedangkan pengelolaannya harus oleh negara.

Jenis harta milik umum tersebut ada yang berupa sarana umum yang diperlukan seluruh rakyat dalam kehidupan sehari-hari, semisal fasilitas jalan raya, sarana pendidikan dan kesehatan.

Kemudian ada jenis harta yang keadaan asalnya terlarang bagi individu tertentu untuk dimiliki semisal mata air, kepemilikannya tidak boleh bersifat individu, namun jika keberadaannya tidak mengganggu kepentingan orang lain untuk dengan mudah mendapatkannya, maka boleh dimiliki individu semisal sumur pompa air untuk kebutuhan rumah tangga.

Dan terakhir harta milik umum yang depositnya melimpah dan menguasai hajat hidup orang banyak, semisal barang tambang, emas, tembaga, nikel, dan lainnya. Harta milik umum kategori inilah yang menjadi topik dan isu politik keberadaan Freeport di Papua yang saat ini kembali mengemuka dengan akan diperpanjangnya kontrak oleh pemerintah.

Harusnya pemerintah secara tegas memutus kontrak kerja Freeport karena selama ini kekayaan alam tersebut hanya dinikmat segelintir orang, yaitu para oligarki kekuasaan. Rakyat Papua mayoritas miskin dan termarginalkan dengan isu-isu keamanannya. Ada kesan masyarakat Papua terkucilkan di tengah kekayaan alamnya yang membuat kantong para penguasa dapat menikmati surga dunia.

Solusi tuntasnya bukan saja membutuhkan kemauan penguasa untuk mengakhiri kontrak kerja Freeport, namun yang terpenting adanya kesadaran dari semua pihak, bahwa pengelolaan kekayaan alam oleh negara adalah amanah yang diberikan Allah Swt. sebagaimana bunyi hadis dari Abu Khuraisy dari sebagian sahabat Nabi saw. Bahwa Rasulullah saw. bersabda, yang artinya, "Kaum muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu sumber air (kekayaan laut), padang rumput (kekayaan hutan), serta api (barang tambang dan migas).” (HR. Abu Dawud)
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Maman El Hakiem Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Mewaspadai Sekte Sesat di Kenya
Next
Haruskah Memperpanjang Kontrak dengan Freeport?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram