Sedih vs Gembira Rasulullah saw.

"Ketika datang akhir malam bulan Ramadan, langit dan bumi, serta para malaikat menangis karena merupakan musibah bagi umat Nabi Muhammad saw.. Sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, musibah apakah itu? Rasulullah menjawab: lenyaplah bulan Ramadan karena sesungguhnya doa-doa di bulan Ramadan dikabulkan, dan sedekah diterima, kebaikan dilipat gandakan, dan azab ditolak."

Oleh. Choirin Fitri
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Lawan kata sedih adalah gembira. Jika kita enggak dalam keadaan sedih, tentu kita berada dalam keadaan gembira. Betul atau betul-betul-betul?

Gembira atau sedih adalah bagian rasa yang dirasakan manusia. Ketika ia merasakan sesuatu yang membuatnya suka, senang, plus bahagia, pastinya perasaan gembira yang melanda. Berbanding terbalik, jika ia merasakan sesuatu yang membuatnya menangis, jatuh, terpukul, galau, plus ribuan rasa enggak enak lainnya, bisa dipastikan rasa sedih yang bakal melanda.

Pertanyaannya, kamu suka rasa yang mana? Pedas, asam, atau manis? Eh, bukan jagung bakar, ya? Kita bahas Ramadan, bukan makanan aneka rupa dan rasa.

Ulang deh pertanyaannya! Kamu suka yang mana? Sedih or gembira? Yes, right, kamu jajaran pemilih mayoritas. Gembira adalah rasa yang dipilih oleh mayoritas manusia ketika disodorkan dua pilihan, sedih atau gembira. Betul apa benar?

Rasulullah saw. juga memiliki dua rasa ini dalam menghadapi bulan suci Ramadan. Ada kalanya beliau bersedih. Kala lain beliau bergembira. Kapan itu?

Rasulullah bergembira menyambut datangnya bulan mulia, Ramadan. Kabar gembira ini beliau sampaikan dengan riang dalam sabdanya:

“Telah datang kepada kalian Ramadan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.” (HR. Ahmad)

Para ulama menjelaskan tentang rasa gembira sambut Ramadan ini. Salah satunya adalah Ibnu Rajab Al-Hambali yang menjelaskan:

ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﺑﻔﺘﺢ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﺠﻨﺎﻥ ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻤﺬﻧﺐ ﺑﻐﻠﻖ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﻨﻴﺮﺍﻥ ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻌﺎﻗﻞ ﺑﻮﻗﺖ ﻳﻐﻞ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ ﻣﻦ ﺃﻳﻦ ﻳﺸﺒﻪ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﺯﻣﺎ

“Bagaimana tidak gembira? seorang mukmin diberi kabar gembira dengan terbukanya pintu-pintu surga. Tertutupnya pintu-pintu neraka. Bagaimana mungkin seorang yang berakal tidak bergembira jika diberi kabar tentang sebuah waktu yang di dalamnya para setan dibelenggu. Dari sisi manakah ada suatu waktu menyamai waktu ini (Ramadan).” ( Latha’if Al-Ma’arif hlm. 148)

Sayang seribu sayang, kegembiraan itu begitu cepat berlalu. Waktu seakan-akan terus melaju. Tak pernah berhenti sedetik pun. Hingga, tiba-tiba kita sudah sampai di penghujung bulan Ramadan.

Sedih? Tentu saja sedih. Bagaimana enggak sedih, kala banyak target yang belum tergapai? Bagaimana enggak sedih, kala diri merasa belum maksimal dalam meningkatkan takwa di bulan penuh keberkahan ini? Bagaimana enggak sedih ampunan dan pahala yang melimpah di bulan suci ini belum teraih sempurna?

Pantaslah jika ketika Ramadan hendak berlalu, Nabiyullah tercinta, Muhammad saw. bersedih. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Jabir ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:

"Ketika datang akhir malam bulan Ramadan, langit dan bumi, serta para malaikat menangis karena merupakan musibah bagi umat Nabi Muhammad saw.. Sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, musibah apakah itu? Rasulullah menjawab: lenyaplah bulan Ramadan karena sesungguhnya doa-doa di bulan Ramadan dikabulkan, dan sedekah diterima, kebaikan dilipat gandakan, dan azab ditolak."

Gimana, kamu juga merasakan kesedihan itu? Ya, tentu jika masih tersisa iman dalam dada kita, kesedihan berpisah dengan bulan mulia ini adalah keniscayaan. Sebaliknya, jika iman telah luntur, bisa jadi kita bakal merasa gembira, karena kita enggak perlu bersusah payah lagi untuk berpuasa. Nauzubillahimindzalik, ya?

Sedih itu boleh, tetapi enggak perlu berlarut-larut. Kesedihan yang kita rasakan ketika Ramadan hendak beranjak pergi kudu diisi dengan memaksimalkan ibadah di bulan mulia ini. Bukan malah sibuk mengejar dunia dengan berburu diskon baju branded atau kue lebaran.

Sayang dong pahala yang bejibun jumlahnya, jika enggak kita ambil dengan sempurna. Sepakat, ya?

Oh ya, jangan lupa semangat istikamah dalam ketaatannya butuh dijaga. Why? Coz, Ramadan mengajarkan ketaatan hanya pada Allah semata. Di luar Ramadan pun kudunya standar taat pada Allah ini adalah standar utama.

Prinsip hidup kita wajib berubah sesuai standar Allah. Jika Allah halalkan, lakukan! Jika Allah haramkan, tinggalkan! Siap? Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Choirin Fitri Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Badai PHK Kian Menyengsarakan, di Mana Peran Negara?
Next
Merayu Sang Rabbi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram