Wahai Mahasiswa, Tetaplah Lantang Bersuara!

"Mahasiswa tidak boleh diam saja melihat berbagai kerusakan masyarakat saat ini. Dia harus berbicara dengan lantang menolak kezaliman penguasa. Mahasiswa tidak boleh menjadi setan bisu."

Oleh. Ragil Rahayu, S.E.
(Tim Penulis Inti NarasiPost.com)

NarasiPost.Com-Geger! Beredar meme yang menyinggung Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani. Dalam video tersebut, atap gedung (DPR) tampak terbelah lalu dua ekor tikus menyembul di antara reruntuhan. Kemudian muncul wajah Puan Maharani yang menempel pada tubuh tikus. Video tersebut disertai tulisan, "Kami tidak butuh Dewan Perampok Rakyat." Tampak pula gambar salinan Perppu Cipta Kerja yang perlahan terbakar.

Video tersebut diunggah di media sosial oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI). Ketua BEM UI Melki Sedek Huang mengatakan bahwa publikasi meme itu merupakan puncak kemarahan dan kekecewaan mereka kepada anggota DPR karena telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU).
“Seharusnya mereka menuruti putusan MK untuk merevisi, memperbaiki UU Cipta Kerja,” tegas Melki (bbc.com, 25-3-2023).

Pelopor Perubahan

Berbagai respons pun bermunculan terhadap meme tersebut. Humas Universitas Indonesia menyatakan bahwa UI menjunjung tinggi kebebasan dalam menyampaikan aspirasi. Sementara itu, politisi PDIP menuding BEM UI telah melanggar etika akademik.

Apa yang dilakukan BEM UI merupakan suatu kewajaran. Bahkan banyak netizen yang menilai tindakan BEM UI kurang keras. Mereka justru menyarankan para mahasiswa agar turun ke jalan menolak UU Cipta Kerja.

Apa yang dilakukan BEM UI menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa tidak benar-benar mati. Meski, sebenarnya, masih belum cukup keras untuk mengkritisi rezim. Namun, setidaknya ini pertanda bahwa mahasiswa masih memiliki kepedulian terhadap kondisi masyarakat. Padahal, saat ini, sistem yang ada telah memotivasi dan menghasut para mahasiswa untuk bersikap individualis.

Para mahasiswa selama ini dininabobokan dengan suasana kampus yang seperti menara gading sehingga terpisah dari realitas masyarakat. Ketika rakyat kecil menjerit karena ekonomi yang kian sulit, mahasiswa sibuk berkutat dengan tugas, ujian, praktikum, dan laporan. Juga mengikuti berbagai seminar bisnis dan kewirausahawan. Semuanya mengerucut pada target finansial, yaitu untuk mengumpulkan pundi-pundi uang sebanyak mungkin.

Namun, di tengah gempuran arus materialisme dan individualisme tersebut, masih ada mahasiswa yang berani bersuara mengkritik penguasa. Hal ini tentu patut diapresiasi.

Pemuda, memang merupakan sosok yang digadang-gadang menjadi pelopor perubahan, sebagaimana reformasi tahun 1998. Saat ini, kezaliman makin parah di negeri ini. Korupsi merajalela hingga seolah tidak akan pernah bisa disolusi. Berbagai UU buatan pemerintah dan DPR kian membebani rakyat. Alih-alih menjadi sejahtera, rakyat justru makin sengsara. Atas kondisi ini, para mahasiswa mutlak harus bersuara, menyerukan amar makruf nahi mungkar.

Mahasiswa tidak boleh diam saja melihat berbagai kerusakan masyarakat saat ini. Dia harus berbicara dengan lantang menolak kezaliman penguasa. Mahasiswa tidak boleh menjadi setan bisu. Sebagaimana, penjelasan Abu Ali ad-Daqqaq,

الساكت عن الحق شيطان أخرس، والناطق بالباطل شيطان ناطق

"Orang yang diam dari kebenaran itu adalah setan bisu. Namun, orang bicara kebatilan itu adalah setan yang berbicara.”

Perubahan Revolusioner

Reformasi tahun 1998 merupakan puncak gerakan perlawanan oleh mahasiswa. Namun, setelahnya, meski presiden terus berganti-ganti, ternyata kesejahteraan rakyat tidak kunjung terwujud. Seperti contohnya masalah korupsi di Indonesia. Indeks persepsi korupsi Indonesia kian rendah, yang artinya korupsi makin parah. Reformasi gagal mewujudkan pemerintahan yang bersih.

Berkaca dari kegagalan reformasi dalam menghasilkan perubahan hakiki, para mahasiswa harus menyadari bahwa mereka tidak boleh sekadar bersuara lantang. Namun, mahasiswa harus punya metode perubahan yang hakiki. Tidak sekadar ganti rezim, tetapi juga ganti sistem.

Selama ini, sistem kapitalisme demokrasi yang diterapkan di Indonesia memang telah menimbulkan kerusakan luar biasa. Kerusakan itu terjadi di seluruh aspek kehidupan dan saling berkelindan. Oleh karenanya, sistem kapitalisme harus dienyahkan dan diganti dengan sistem Islam yaitu Khilafah.

Jika mahasiswa hanya melakukan perubahan opini (rezim), sedangkan sistemnya tetap, kerusakan demi kerusakan akan terus berlanjut dan makin parah. Oleh karenanya, mahasiswa tidak boleh terjebak pada tujuan pragmatis.

Wahai para mahasiswa, tetaplah lantang bersuara menyerukan amar makruf nahi mungkar agar terwujud perubahan yang hakiki. Wallahu a'lam bissawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Ragil Rahayu (Tim Penulis Inti NarasiPost.Com )
Ragil Rahayu S.E Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Penolakan atas Timnas Israel Berhasil, Palestina Tetap Menanti Solusi Hakiki
Next
Tersanjung
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram