Childfree Boleh Gak, sih?

Childfree Boleh Gak, sih?

"Pilihan childfree bukanlah hal luar biasa. Penyakit individualis akibat lingkungan kapitalis menjangkit banyak jiwa dengan dalih "lakukan saja apa maumu asal tidak menggangguku". Kapitalisme juga membuat manusia menimbang amal sebatas untung rugi. Ketika punya anak tampak rumit, childfree ditempuh sebagai solusi."

Oleh. Keni Rahayu
(Kontributor NarasiPost.Com dan Penulis Buku Sebab Perasaan bukan Tuhan)

NarasiPost.Com-Mbak Gitasav ramai lagi, Bestie. Ya, namanya juga influencer. Apa saja yang dilakukan selalu kena sorot cahaya. Kalau akhir tahun 2022 ramai karena netizen yang komen di kontennya disebut stunting, kali ini dia kasih “tip antiaging”. Mulanya seorang netizen memuji Mbak Gita yang tampak awet muda meski berusia 30 tahun. Ia menjawab komentar itu dengan kalimat dalam bahasa Inggris yang artinya: "Tidak memiliki anak memang anti penuaan alami. Kamu bisa tidur delapan jam setiap hari, tidak stres mendengar anak berteriak. Dan kalau akhirnya punya kerutan, kamu punya uang untuk membeli botox." (Alonesia.com, 7/2/23)

Mungkin jika yang menulis itu bukan Mbak Gita, "tip awet muda" tidak akan seramai ini. Sekali lagi, ia adalah Gitsav yang menarik perhatian publik di 2021 karena keputusannya childfree. Ditambah, ia sering menyuarakan pro feminisme bahkan L6B7. Masih hangat di ingatan, akhir 2022 lalu ia menyebut Qatar sebagai negara homofobia karena melarang berbagai simbol one love di pesta piala dunia.

Pernah Ingin Punya Anak

"Gue bilang ke doi kalau kita berempat (gue pengin punya dua anak insyaallah) tiap Jumat ada tarbiah di rumah biar anak gue punya karakter, prinsip, pendirian, dan ngerti jelas mana hitam mana putih. Ngaji bareng-bareng, diskusi bareng-bareng," ungkap Gita. Dia menulis itu di blognya pada 2015. Apa dia lupa ya pernah menulis begini? (Viva.co.id, 10/2/23)

Begitulah manusia. Ia bisa saja berubah. Tapi, bagaimana bisa? Begini, manusia berperilaku sesuai isi kepalanya. Ia memiliki pola pikir yang menjadi landasannya melakukan setiap aktivitas di hidupnya. Dalam kitab At-Tafkîr (1973), Imam Taqiyuddin An-Nabhani mendefinisikan berpikir sebagai berikut:

“Akal atau berpikir atau pemahaman (comprehension) adalah transfer pengindraan terhadap realitas melalui pancaindra ke dalam otak, dan dengan adanya informasi sebelumnya, realitas ini ditafsirkan/dijelaskan.”

Dengan diketahuinya definisi berpikir ini, dapat diketahui bagaimana metode pembentukan kepribadian manusia yang dimulai dengan pembentukan pola pikir sebagai basis pembentukan pola sikap atau pola perilaku. (Muslimah News, 18/10/22)

Seperti kita tahu, Mbak Gita menetap di Jerman. Di sana, sekularisme dan liberalisme merebak. Ia berinteraksi langsung setiap hari dengan para sekularis, membaca buku mereka, mengikuti aturan negara sana, yang isinya liberal semua. Bisa jadi seorang Gita dulu pernah bermimpi memiliki buah hati. Namun, semakin banyak informasi yang didapat di sana, lama-lama pikirannya berkompromi dengan tsaqafah Barat. Persepsinya mengalami sekularisasi dan liberalisasi. Jadilah dia yang sekarang ini, menuai banyak kontroversi dari childfree sampai pro L6B7.

Seks bebas di Jerman sudah biasa. Pilihan childfree bukanlah hal luar biasa. Penyakit individualis akibat lingkungan kapitalis menjangkit banyak jiwa dengan dalih "lakukan saja apa maumu asal tidak menggangguku". Kapitalisme juga membuat manusia menimbang amal sebatas untung rugi. Ketika punya anak tampak rumit, childfree ditempuh sebagai solusi.

Hawa Nafsu Bahagia Semu

Penganut ideologi kapitalisme mengira, menuruti hawa nafsu adalah puncak kebahagiaan. Jadi diri sendiri, selflove, YOLO adalah konsep kapitalisme yang menuhankan hawa nafsu. Sayangnya, ini gak benar lho, Bestie. Bahagia itu ada di hati, sedangkan hati kita adalah milik-Nya. Maka, tanya pada Allah hal-hal apa saja yang bisa mendatangkan kebahagiaan itu. Ternyata, semua amal pasti mendatangkan bahagia selama bermuara pada rida-Nya.

Di dunia ini, apa sih yang kamu cari? Kita tak hidup selamanya. Bisa sakit atau mati mendadak kapan saja. Jika kita tak siap bekal untuk kehidupan selanjutnya, memang sudah siap menderita di neraka selama-lamanya? Na'uzubillah!

Memilih childfree bagi seseorang tentu ada ideologi yang mendasari. Menentukan hukum childfree tidak bisa berdiri sendiri, kita harus melihatnya sebagai satu bagian konsep dari sebuah ideologi. Hari ini, childfree berdiri di atas ideologi kapitalisme. Ia adalah hadharah asing, haram bagi muslim mengambilnya.

Tapi tahukah kamu, dulu beberapa ulama ada yang tidak menikah? Menikah saja tidak, apalagi punya anak. Tapi, keputusan ini bukan dijalani karena mau enaknya saja kayak manusia zaman now. Para ulama tersebut sangat produktif dalam perkembangan peradaban Islam. Di antara mereka memilih untuk menceburkan diri ke dalam ilmu, sedikit makan, sedikit tidur, banyak salat dan saum, serta banyak membaca buku. Belum sempat menikah, karena memang sesibuk itu mereka berjibaku dengan ilmu.

Sebut saja Imam Nawawi. Beliau adalah ulama agung, melahirkan 40 kitab (di antaranya selesai dan ada pula yang tidak). Di antara kitab-kitab itu adalah kitab al-Arba’in Nawawi, Syarh Shahih Muslim, ar-Raudhah (Raudhatut Thalibin), al-Minhaj, Riyadhus Shalihin, al-Adzkar, at-Tibyan, Tahir Tanbih wa Tashhth, Tahdibul Asma’ wal Lughat, Thabaqatul Fuqaha’ dan lain-lain. Sang imam bahkan tidak tidur merebahkan badan di kasur, melainkan di atas buku. Ia makan seperlunya bahkan sedikit sekali. Sebegitu tidak inginnya beliau kehilangan ilmu meski setitik sekalipun.

Childfree Boleh Gak, sih?

Keputusan childfree hari ini didominasi oleh konsep kapitalisme. Manusia memilihnya karena takut miskin, tidak bisa mendidik, ribet, dan sebagainya. Tentu ini adalah hadharah Barat yang haram dilakukan bagi seorang muslim. Namun, jika asasnya adalah akidah Islam, misal pasangan suami istri memilih childfree karena penyakit/bahaya kesehatan. Jika memaksa punya anak akan membahayakan kesehatan, tentu lain ceritanya. Atau sebagaimana para ulama yang jomlo sampai akhir, lantaran haus terhadap ilmu. Ini adalah kemuliaan. Beliau mungkin tidak punya anak biologis, tapi karya-karyanya melahirkan banyak anak ideologis.

Jadi kalau kamu mau childfree, pastikan punya alasan bagus (menurut Allah, yes). Minimal kamu lebih saleh dari para ulama berilmu seperti Ibnu Taimiyah, Imam Thobari, atau Imam Nawawi, ya? Jika tidak, tandanya childfree bagimu sebatas hawa nafsu dan berasas pada selain Islam. Haram hukumnya. Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Keni Rahayu Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Investasi Cina, Jebakan bagi Indonesia
Next
Sains dalam Momen Isra Mikraj hingga Tradisi Unik Merayakannya
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram