"Problem ini tidak lepas dari peran negara. Negaralah yang tidak serius menutup segala celah pornografi masuk ke tengah umat dan menjamin seluruh tindakan melanggar syariat itu diberangus sampai ke akar, di dunia nyata pun di dunia maya."
Oleh. Yana Sofia
(Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Lagi ramai berita "bocah perkosa bocah" di Mojokerto. Dikutip Liputan6.com (20/01/2023), kejadian pemerkosaan itu dilakukan secara bergilir oleh ketiga pelaku yang masih berumur 8 tahun. Naudzubillah, Guys! Selain pelaku yang masih bocah, korbannya adalah anak TK usia 6 tahunan. Sungguh, hati siapa yang tak menjerit melihat fenomena ini?
Fakta ini semakin membuka mata kita, berhukum dengan sekularisme adalah sumber petaka. Akibat sekularisme negara gagal mengurus rakyatnya dalam berbagai aspek kehidupan. Baik itu pendidikan, pergaulan, hingga pengaturan media. Lantas bagaimana seharusnya negara menjaga generasi dari bahaya pornografi? Yuk, kita cari jawabannya!
Kok Bisa?
Hal pertama yang terlintas di benak kita saat mengetahui kejadian ini, pasti sebuah tanya yang besar, "Bagaimana caranya bocah-bocah ini terpapar pornoaksi?" Mungkin di sini kita bisa menebak jawabannya, pasti karena pengaruh gadget dan media sosial. Fix, pasti gara-gara gadget!
Hari ini begitu mudah anak-anak mengakses internet gratis dari rumah untuk bermain game, nonton FYP di TikTok, hingga ke situs belanja online tempat emak-emak nongkrong. Terkadang, adik-adik ini dibiarkan main HP-nya tanpa pantauan orang dewasa. Parahnya lagi, mereka ini belum memiliki maklumat atau informasi untuk membedakan mana baik atau buruk, sehingga pornografi pun menjerat mereka.
Penulis pernah dicurhati nih, Guys, oleh seorang ibu yang anaknya pernah mengakses konten porno. Si ibu berkisah bawah anaknya punya teman main yang seumuran dan temannya ini mengajak anak si ibu mengakses link dengan kode tertentu. Si ibu yang tidak sengaja mendengar pun kaget, ternyata yang dimaksud teman anaknya itu adalah video porno. Astagfirullah, ngeri banget!
Kita yakini, Guys, pada awalnya generasi kita terpapar pornografi tanpa kesengajaan. Ya, mengerti apa bocah-bocah polos tentang situs haram? Siapa tahu mereka sedang punya keperluan mengakses internet untuk riset materi belajar, mengerjakan PR, bahkan kerja kelompok. Namun, mereka hanya anak-anak yang perlu bimbingan dalam bersosial media. Tanpa adanya bantuan orang dewasa, tidak menutup kemungkinan mereka terjebak pada konten haram tersebut.
Dampak Psikologis
Sebenarnya, dampak pornografi ini sangat besar bagi perkembangan akal dan pembentukan karakter anak lho, Guys. Paparan pornografi akan mengubah struktur otak dan melemahkan fungsinya. Sehingga anak-anak akan kesulitan belajar di bangku sekolah, jangka panjangnya masa depan mereka akan suram. Sedih enggak, tuh?
Menurut ahli bedah otak dari Universitas Texas AS, Dr. Donald Hilton Junior, orang yang terpapar pornografi akan mengalami kerusakan otak yang setara korban kecelakaan, mengidap tumor otak, penyakit meningitis, dan alzheimer. Lebih parah lagi, bahaya yang dihasilkan oleh kerusakan pornografi lebih dahsyat dari mengonsumsi narkoba. Kebayang 'kan, Guys, otak kita terlindas mobil terus bentuknya hancur?
Dikutip Kemendikbud.go.id (07/03/2022), saat seseorang terpapar pornografi, tubuhnya akan mengeluarkan hormon dopamin. Nah, jika intensitas melihat pornografi semakin tinggi, hormon dopamin ini akan kacau dan menggangu kerja otak tepatnya di bagian prefrontal cortex, yakni yang berperan sebagai eksekutif. Lantas apa yang terjadi jika bagian prefental cortex seseorang rusak? Orang tersebut akan sulit mengontrol emosi, suka marah-marah enggak jelas, kehilangan fokus belajar, hingga kesulitan membedakan baik dan buruk.
Pada dasarnya otak anak-anak masih belum sempurna, Guys! Seperti kita sebutkan di awal, mereka belum bisa membedakan mana baik atau buruk. Oleh sebab itu, jika anak usia bocah terpapar pornografi, kerusakan pada otak akan lebih parah dan memengaruhi psikologisnya. Bahayanya lagi, mereka akan mencontoh perilaku tersebut dengan kawan mainnya sebagaimana yang terjadi di Mojokerto baru-baru ini. Naudzubillah tsumma naudzubillah
Kegagalan Negara
Banyak yang bilang kasus bocah perkosa bocah di Mojokerto terjadi karena ketidakbijakan penggunaan media sosial. Ungkapan ini ada benarnya, namun tidak juga sepenuhnya benar. Karena, problem ini tidak lepas dari peran negara. Negaralah yang tidak serius menutup segala celah pornografi masuk ke tengah umat dan menjamin seluruh tindakan melanggar syariat itu diberangus sampai ke akar, di dunia nyata pun di dunia maya.
Hari ini, kita lihat ada banyak sekali tontonan yang menampakkan budaya pacaran, fashion terbuka ala Barat, dan perilaku hedonisme. Semua itu terselip dalam tontonan di TV digital, ataupun yang tersebar lewat media sosial. Jadi, janganlah menyalahkan rakyat, apalagi bocah-bocah tak berdosa. Mereka adalah korban ketidaktegasan negara dalam menyortir tayangan dan iklan-iklan yang mengandung pornografi dan ketelanjangan.
Di samping pengaturan tayangan media nih, Guys, negara juga bertanggung jawab dalam menetapkan kurikulum belajar yang fokus pada pembentukan moral dan karakter islami. Jangan hanya kecerdasan intelektual saja yang dikejar, lalu melupakan aspek akidah dan spritual. Sayangnya, negara malah mengadopsi pendidikan ala sekuler. Maka wajar, walaupun kurikulum sudah digonta-ganti berkali-kali, namun tetap tidak melahirkan generasi yang bermutu. Salah siapa ini? Ya, tentu saja negara. Negaralah yang wajib bertanggung jawab dalam menjamin pendidikan berbasis ketakwaan, sehingga bisa menghasilkan generasi bermoral, sukses dunia dan akhirat.
Sekarang jelas 'kan, Guys! Sekularisme benar-benar sumber petaka. Karena sekularismelah nilai-nilai moral yang hanya lahir dari ruh Islam terabaikan. Sekularisme yang "memenjarakan" agama cukup pada ranah pribadi masing-masing. Sementara aturan pergaulan, muamalah, hingga pendidikan diserahkan pengaturan mengikuti ide-ide penjajah yang berbahaya. Maka, wajar generasi yang lahir hanya cerdas di bidang akademik, tapi bablas dalam moral dan agama.
Khatimah
Karena itu, Guys, mari segera kita kembalikan sistem Islam sebagai landasan kehidupan bernegara. Sebab, hanya di dalam Islam kita bisa temukan generasi-generasi bertakwa dan berkualitas seperti Salahuddin Al-Ayyubi, Sultan Fatih, Ali bin Abi Thalib, dan banyak lainnya. Tentu saja dengan mencampakkan sistem bobrok sekularisme terlebih dahulu, karena telah terbukti sistem kufur ini sumber petaka bagi seluruh umat manusia. Wallahu a'lam![]