"Alih-alih menerapkan keadilan, pemungutan pajak malah makin membebani rakyat. Karena pajak enggak pandang bulu Sob! Siapa yang bisa dikenai pajak, ya pajak saja! Mau kaya atau miskin, tua atau muda!"
Oleh. Ghumaisha Gaza
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dilansir dari tempo.co (04/01/23), Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani berkata, kalau pajak merupakan cara untuk mewujudkan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Soalnya nih Sob, menurutnya, uang pajak yang dipungut dari masyarakat akan kembali kepada masyarakat lagi dalam berbagai bentuk. Entah dalam bentuk listrik, gas LPG bersubsidi, atau bensin Pertalite. Hingga fasilitas umum seperti rumah sakit, sekolah, jalan raya, kereta api, dan sebagainya juga dibayar dengan uang pajak.
Sampai-sampai para jomlo pun enggak lolos dari pemungutan pajak ini. Waduh! Karyawan yang memiliki gaji Rp5 juta per bulan dan masih lajang alias jomlo dikenakan pajak sebesar 5% per tahun. Dari total gaji 12 bulan sebesar Rp60 juta, yang disetorkan ke negara sebesar Rp300 ribu. Konon, kalau status jomlonya sudah berubah, ia tidak akan dikenakan pajak lagi. Begitu amat nasibmu, Mlo!
Tapi, ini bukan soal angka saja Sob! Kita harus cermat melihat fakta ini. Kok, bisa-bisanya jomlo pun kena pajak?
Peran Pajak bagi Negara
Dalam sistem pemerintahan hari ini, pendapatan dari pajak benar-benar diharapkan pemerintah banget, Sob! Soalnya pajak menjadi sumber pendapatan negara yang paling tinggi. Bahkan porsinya mencapai angka 80%. Banyak banget kan ya? Pada tahun 2020 saja, total pendapatan negara mencapai Rp2.233,2 triliun, dan pajak berkontribusi menyumbang Rp1.865,7 triliun atau sekitar 83,54%. (pajakku.com, 12/01/23)
Saat pendapatan pajak mengalami kemunduran, maka pemerintah bisa gegana (gelisah, galau, merana)! Sebut saja saat pandemi menyerang kita semua. Anggaran pendapatan dan belanja negara harus ditingkatkan untuk menanggulangi pandemi, tapi pendapatannya sendiri berkurang, karena perekonomian masyarakat menjadi lesu. Pilihannya negara pinjam dulu anggaran ke negara lain atau menaikan pajak di tengah-tengah masyarakat.
Makanya Sob, jangan heran kalau semua hal dalam hidup kita dikenakan pajak oleh negara. Mulai dari pajak penghasilan, atau pajak pertambahan nilai, misalnya saat kita belanja terdapat harga yang sepaket dengan pajaknya, atau makan di restoran ada biaya tambahan untuk pajaknya. Rumah yang kita tempati juga tak lepas dari pajak, setiap tahunnya ada pajak yang harus dibayarkan. Apalagi para pengusaha, sudah akrab benget dengan perkara pajak ini.
Karena para pengusaha ataupun penjual kerap terbebani pajak yang tinggi, jangan aneh Sob, kalau harga barang-barang menjadi mahal. Akhirnya siapa lagi yang akan menderita? Faktanya, ya rakyat dan rakyat lagi. Apalagi saat kita tahu, banyak pejabat yang malah korupsi uang negara, pajak terus dipungut tapi hidup rakyat malah makin semrawut. Sedihnya!
Sumber Pendapatan yang Seharusnya
Alih-alih menerapkan keadilan, pemungutan pajak malah makin membebani rakyat. Karena pajak enggak pandang bulu Sob! Siapa yang bisa dikenai pajak, ya pajak saja! Mau kaya atau miskin, tua atau muda! Tahun ini kebetulan giliran para jomlo. Meski sebenarnya sudah dari lama kok, setiap kita terus saja dipungut pajak. Cuma kadang istilah dan caranya saja yang berbeda.
Negara kita sebenarnya bisa mendapatkan pendapatan yang cukup, tanpa harus memungut pajak dari rakyatnya. Salah satunya yaitu, pendapatan dari pengelolaan sumber daya alam. Pendapatan ini bahkan menjadi salah satu dari tiga sumber pendapatan negara Indonesia. Hanya saja, porsinya masih sangat sedikit, Sob! Soalnya Indonesia yang kaya akan sumber daya alam, mulai dari minyak bumi, emas, nikel, batu bara, hasil pertanian dan perkebunan, ternyata harus gigit jari, karena kekayaannya dikuasai orang lain alias orang asing.
Sampai-sampai Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Profesor Ronnie H. Rusli. MS. PhD. dalam akun Twitternya (01/10/21) mengatakan, kalau negara kita ini sudah tidak kaya lagi. Saking seluruh kekayaannya sudah dimiliki asing! Waduh! Dan ini bukan hoaks, Sob! Sebut saja, tambang emas terbesar di Indonesia yang ada di Mimika, Papua, tambang tersebut dikelola oleh PT. Freeport milik Amerika. Dilansir dari detikfinance.com (26/08/22) setiap harinya PT. Freeport bisa menghasilkan 240 kg emas murni. Pantas saja, Indonesia bisa dinobatkan menjadi negara penghasil emas terbanyak ke-9 di dunia.
Tapi nih Sob, dilansir dari detiknews.com (20/05/10), pada tahun 2005 saja PT. Freeport mendapatkan keuntungan Rp42 triliun, tapi royalti yang didapatkan pemerintah Indonesia hanya Rp2 triliun saja. Dapatnya minimalis banget ya Sob? Begitulah wajah asli perusahaan asing di Indonesia, katanya mau membantu mengelola sumber daya yang belum bisa dikelola oleh pemerintah karena keterbatasan SDM, tapi nyatanya malah merebut secara halus. Mirisnya!
Emas yang ada di Papua hanya satu dari sekian banyak sumber daya alam Indonesia yang dikuasai asing. Betapa menyedihkan sekali, rakyat ibarat anak kecil yang kelaparan di rumahnya sendiri, tapi banyak tamu datang dan pergi mengambil persediaan makanan di rumah orang tuanya. Diizinkan lagi oleh kedua orangtuanya! Duh!
Sementara rakyat akhirnya harus pasrah, karena pajak yang dipungut seringkali diambil secara paksa. Gaji otomatis dipotong, dimasukkan sekaligus ke dalam harga yang kita beli dan lainnya. Pokoknya rakyat dalam sistem kehidupan sekarang, alih-alih dilayani justru malah melayani para pejabat. Apa-apa rakyat yang harus tanggung. Sampai kapan begini terus? Sampai kapan rakyat dipalak terus?
Pajak dalam Pandangan Islam
Pajak, yang terbukti hanya membebani rakyat, merupakan kezaliman negara atas harta rakyatnya. Padahal, Islam telah melarang segala macam bentuk pungutan atau pajak, baik dilakukan individu maupun negara. Allah Swt. berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lainnya di antara kamu dengan jalan yang batil." (TQS. Al-Baqarah: 188)
Orang yang mengambil pungutan (shohibul maks) secara tidak syar'i akan mendapatkan siksa yang pedih. Dari Uqbah bin Amir, Rasulullah saw. bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ
"Tidak akan masuk surga orang-orang yang memungut maks (yakni harta pungutan yang tidak syar'i)." (HR. Abu Dawud)
Dalam aturan Islam, jelas sekali bahwa pajak bukanlah sumber pendapatan negara. Aturan Islam tidak akan mengandalkan pajak untuk membiayai kebutuhan negara. Islam telah menetapkan pendapatan negara bersumber dari tiga hal. Pertama, pendapatan yang diperoleh dari aktivitas jihad fi sabilillah seperti ganimah, fai, khumus, kharaj, jizyah, dan 'usyur.
Kedua, pendapatan dari pengelolaan harta milik umum, seperti pengelolaan minyak dan gas, seluruh jenis tambang, pendapatan dari hasil perairan, laut, sungai, dan sebagainya. Sumber daya ini dikelola seluruhnya oleh negara dan hasilnya untuk kebutuhan rakyat. Ketiga, pendapatan yang diperoleh dari individu-individu rakyat, seperti zakat, infak, atau sedekah.
Adapun, jika suatu kondisi mengharuskan pengumpulan harta dari rakyat, maka pilihan ini adalah pilihan terakhir. Saat baitulmal atau tempat menyimpan harta negara benar-benar kosong dan habis, serta dapat menimbulkan bahaya jika tidak segera melakukan pemungutan. Namun pengumpulan harta atau pungutan ini juga terbatas pada orang-orang yang mampu saja.
Islam mengenalnya dengan istilah dlaribah. Dlaribah ditetapkan negara saat itu saja, saat kas negara sedang kosong. Peruntukan dlaribah juga jelas, yakni hanya untuk keberlangsungan kehidupan rakyatnya dan keutuhan negara Islam.
Penutup
Begitulah Sob, penyebab mengapa para jomlo atau bahkan kita semua sampai hari ini terus diminta membayar pajak. Benar-benar menyedihkan ya! Dan rakyat akan makin menderita jika terus begini. Maka, tugas kita adalah mengembalikan aturan hidup kita hanya pada Islam. Turuti saja aturan Islam yang sudah jelas kebenarannya. Pasti akan memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat, termasuk buat kamu, Mlo!
Wallahu'alam.[]