Meramal Seseorang

"Kita juga punya naluri, sama kayak kucing tapi sekali lagi hanya kita yang Allah beri akal. Maka, jangan sampai aktivitas kita sama hinanya dengan binatang sebab sebelum beramal proses berpikir kita hilang. Jangan, ya. Kita wajib mikir dulu sebelum memilih aktivitas."

Oleh. Keni Rahayu
( Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kamu mau aku ajarin ramal meramal gak? Eits, jangan suuzan dulu, ini mah ramalannya halal kok! Bukan yang zodiak-zodiak begitu, atau yang ilmu aneh-aneh pakai baca mimik muka. Hehe tydac, kawan! Aku mau ngajak kamu meramal watak orang dari menerawang media sosialnya, mau coba?

Kenapa dari media sosialnya? Ya gimana, hari ini manusia lekat banget sama media sosial. Apalagi gen Z, lahir ke dunia sudah kenal ponsel. Masih bayi sudah video call sama kerabat berlokasi jauh. Gen Z juga dikenal dengan sebutan iGeneration alias generasi internet atau generasi net. Bangun tidur scroll medsos. Sekolah, update status. Jalan-jalan, bikin story. Belum lagi chattingan dengan teman yang hampir setiap waktu. Sefamilier itu gen Z sama internet.

Maka gak aneh kalau banyak bocil SD atau SMP pada ngonten di TikTok atau aplikasi serupa. Ya, itu memang mainan mereka. Beda sama zaman saya dulu, SD masih suka main di depan rumah semacam petak umpet, engklek, gobak sodor dan lari-larian lainnya. Kalau anak sekarang mainnya game online, alias mabar. Betul gak?

Balik lagi soal meramal dari medsos. Sebenarnya, teori yang mau aku tulis di sini gak serumit yang gimana-gimana. Sederhananya, orang akan melakukan sesuatu sesuai isi kepalanya. Referensi apa yang dimiliki, itulah yang jadi konten pada karyanya. Anak yang suka joget-joget TikTok, kemungkinan besar teman sepermainannya demikian, atau akun orang-orang yang dia follow di medsos ya begitu. Seseorang yang suka ngomel, ngamuk dan curhat di status WhatsApp, menggambarkan pula ia siapa. Singkatnya mungkin kita jadi tahu apa yang terjadi. Lebih rumit lagi, kita bisa mengerti betapa ia ingin didengar dan butuh teman berbagi. Makanya, informasi seseorang menjadi prereferensi sehingga ia "berkarya" sesuai "apa yang ada di kepalanya".

Kalau ada orang yang ansos di media sosial dan gak pernah upload bagaimana? Gak beda sih teorinya. Kamu bisa melihat dari orang-orang yang dia follow. Siapa saja sosok, jenis akun atau selebritas yang dia ikuti di media sosial, ya itulah kualitas dia. Misalnya, apakah ia lebih banyak mengikuti akun hiburan, atau sosok-sosok inspiratif yang menggugah produktivitas hidup dan keimanan. Gak percaya? Aku kasih contoh di bawah ya.

Cara Kerja Akal

Kamu tahu 'kan bedanya manusia sama hewan? Kita dan sapi memang sama-sama punya otak, tapi hewan gak punya akal. Kita juga punya naluri, sama kayak kucing tapi sekali lagi hanya kita yang Allah beri akal. Maka, jangan sampai aktivitas kita sama hinanya dengan binatang sebab sebelum beramal proses berpikir kita hilang. Jangan, ya. Kita wajib mikir dulu sebelum memilih aktivitas.

Akal memiliki empat komponen: fakta, alat indra, otak, dan informasi. Seseorang dikatakan berpikir setelah melakukan aktivitas beruntun berikut. Fakta masuk ke otak melalui indra. Fakta bisa berupa apa saja yang terindra. Alat indra juga bisa kelimanya atau sebagian. Semakin lengkap indra yang digunakan, semakin detail fakta yang didapatkan. Otak mencerap fakta, kemudian dikaitkan dengan infomasi yang dimiliki. Bank data di dalam kepala menyimpan jutaan memori berarti yang memuat keluasan khazanah individu. Data-data alias informasi ini berpengaruh besar terhadap keputusan seseorang apakah akan melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan. Si pelaku joget-joget memahami bahwa yang dilakukan bukan hal buruk, sehingga tak masalah baginya dilakukan. Tapi sebaliknya, yang meninggalkan aktivitas tersebut adalah seseorang yang memahami (minimal menduga) bahwa joget-joget kurang pas jika dilakukan di depan umum.

Empat komponen dalam akal ini yang menjadi unsur terjadinya proses berpikir. Seperti kita tahu bahwa proses berpikir ini menjadi landasan seseorang sebelum melakukan suatu aktivitas. Itulah mengapa, kita bisa menilai seseorang sesuai informasi apa yang masuk ke benaknya. Sebab informasi merupakan bahan pembentuk pemahaman.

Mungkin kamu pernah dengar ada anak pengacara kondang Indonesia menikah dengan seorang penghafal Qur'an mashyur? Sayangnya pernikahan itu hanya berusia tiga bulan, kemudian bercerai. Suatu ketika, si mbak bercerita bahwa ia terpantik menikah muda karena banyak mengikuti (follow) akun dakwah Islam yang ngompori menikah muda. Dia memang agak menyalahkan akun-akun itu, karena cuma bisa provokasi nikah tanpa edukasi. Cuma pertanyaannya, si mbak sudah benar-benar belajar dan mempersiapkan diri untuk menikah, belum?

Itu fakta beberapa tahun yang lalu. Hari ini, narasi berganti. Sejak seorang influencer mengumumkan keputusannya childfree, konsep ini mulai viral di kepala netizen Indonesia. Ditambah banyak fakta KDRT dan perselingkuhan pesohor, semakin menyurutkan keinginan generasi untuk membangun mahligai pernikahan. Takut. Takut tidak bahagia, takut pernikahannya sengsara. Saya jadi ingin bertanya lagi, apa kita sudah benar-benar mengenal jati diri kita dan mempersiapkan pernikahan secara matang?

Khatimah

Betapa besar peran informasi bagi manusia. Sebab itulah landasan beramal bagi dia. Konten media sosial yang sering muncul dan dibaca, lama kelamaan masuk ke alam bawah sadar dan memengaruhi aktivitasnya. Masalahnya, sudahkah kita punya filter untuk menyaring beragam konsep unik yang ada di media sosial?

Tulisan ini bukan mau ngajak kamu buat julid ke teman sepermainan di dunia maya ya. Tidak. Tapi mau ngajak kita, alias kamu dan aku ngejulid diri sendiri dan muhasabah. Kira-kira, konten apa yang sering masuk ke kepala kita ya. Apa saja "karya" yang telah kita sajikan ke dunia maya sehingga melahirkan beragam informasi yang bagi orang lain manfaat atau malah sesat?

Wallahu a'lam bishowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Keni Rahayu Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Resep Jitu dari Islam Kaffah
Next
Gelar Cuma-Cuma, bagi Para Ternama?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram