Ledakan Turki dan Motif di Balik Isu Terorisme

”Banyaknya kasus-kasus terorisme yang bertebaran di media massa selalu menyudutkan syariat Islam. Alhasil, isu ini semakin menjauhkan umat dari ajaran Islam, terutama mengenai politik Islam, baik secara pemahaman maupun aktivitasnya.”

Oleh. Muthiah Al Fath
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Innalillahi wa innailaihi roji'un. Sungguh, setiap orang pasti mengecam setiap aksi penyerangan dan pembunuhan keji yang tega menewaskan masyarakat sipil. Belum lagi beban trauma psikologis yang harus ditanggung keluarga korban akibat aksi keji tersebut. Hal ini terkait Ledakan maut yang terjadi di kota Istanbul, jalan Istiklal di distrik Beyoglu, Turki yang menewaskan 8 orang dan 81 lainnya luka-luka (13/11).

Bekir Bozdag, Menteri Kehakiman Turki mencurigai seorang wanita yang duduk selama lebih dari 40 menit di lokasi kejadian sebagai pelaku bom bunuh diri, karena ledakan tersebut terjadi beberapa menit setelah dia pergi. Meskipun belum diketahui pasti, presiden Turki, Tayyip Erdogan berpendapat bahwa ada bau terorisme di balik ledakan maut ini (m.Liputan6.com, 14/11/2022).

Sungguh aneh, mengapa pemerintah dan media tanpa pikir panjang langsung mem- blow up berita tersebut dengan menetapkan perempuan itu sebagai tersangka atas tindakan teror kali ini? Mengapa akhir-akhir ini banyak kasus aksi terorisme yang melibatkan kaum perempuan? Mirisnya lagi, bagaimana bisa perempuan yang dikenal dengan sosok yang memiliki kelembutan di hatinya tega melakukan aksi teror bahkan mau membunuh orang lain. Fenomena ini jelas-jelas mengundang kecurigaan besar mengenai apa motif dibalik aksi terorisme.

Pelaku di Balik Aksi Peledakan

Sulayman Soylu, Menteri Dalam Negeri Turki menyatakan bahwa kelompok Partai Pekerja Kurdistan (PKK) adalah otak di balik ledakan mematikan ini. Polisi Turki telah menahan 46 tersangka terkait ledakan tersebut, termasuk orang yang menaruh bom. PKK adalah organisasi yang dicap sebagai teroris oleh Turki. Sejak 1984, PKK mulai memimpin pemberontakan melawan Turki dan lebih dari 40.000 orang tewas dalam bentrokan (m.Liputan6.com, 14/11/2022).

Dilansir dari Wikipedia, PKK adalah organisasi militan Kurdistan yang didirikan pada tahun 1970-an yang bertujuan untuk mendirikan negara Kurdi dengan ideologi komunisme. Selain itu, motif dari organisasi ini adalah untuk memperjuangkan hak berpolitik masyarakat Kurdi di Turki.

Perlu Kita Cermati

Mirisnya, meskipun motif dari aksi terorisme yang terjadi kali ini tidak ada kaitannya dengan agama, namun tak jarang pemberitaan media dan publik sering kali menghubungkan setiap aksi terorisme dengan Islam. Hal inilah yang harus diwaspadai dan diluruskan di balik isu terorisme, yakni upaya untuk memecah belah umat dan sering kali momen ini dimanfaatkan untuk kepentingan elite politik.

Pasalnya, sudah tertanam di benak kebanyakan orang bahwa terorisme selalu berkaitan erat dengan Islam. Hal ini berawal pasca tragedi WTC tahun 2001, dan seketika Amerika Serikat menyatakan perang pada terorisme. Sejak saat itu, Barat terus-menerus membuat agenda propaganda WOT (war on terorisme). Padahal, sejatinya yang dibidik dari kasus teror tersebut adalah Islam.

Saat banyaknya permasalahan akibat sistem kapitalisme, maka ideologi Islam menjadi satu-satunya ancaman bagi mereka. Barat berusaha menutupinya dengan agenda melawan terorisme. Adanya agenda ini dapat dipastikan bahwa ideologi Islam tidak akan bangkit lagi. Makanya jangan heran saat ada kasus terorisme yang viral, media begitu masif mengaitkan para tersangka dengan menonjolkan bukti-bukti yang berkaitan dengan syariat Islam, misalnya cadar, jihad, Khilafah, dan lain sebagainya.

Sebaliknya, jika pelakunya terbukti bukan beragama Islam dan korbannya adalah muslim, maka pemerintah dan media tidak pernah menyebutnya sebagai aksi terorisme, misalnya pada kasus pembantaian muslim Palestina oleh Israel, penindasan muslim Rohingya oleh Myanmar, penyerangan ustaz, pembakaran mesjid, dan beberapa kasus pembunuhan keji lainnya. Berbagai macam dalih bahkan pembelaan akan diberikan pada pemerintah dan media kepada para tersangka.

Di sisi lain, mengapa pemerintah dan media tidak pernah menyebut aksi KKB Papua sebagai tindakan teroris, meskipun jelas-jelas mereka telah membunuh aparat TNI dan menimbulkan teror di Papua. Hal ini membuktikan bahwa aksi terorisme tidak sekadar dipicu oleh faktor agama dan pemahaman saja. Menurut Musni Umar, seorang sosiolog menyatakan bahwa terorisme sering kali dipicu akibat ketidakadilan ekonomi dan hukum, penjajahan, pemahaman agama yang sempit, serta keinginan mengubah negara atau sistem. Tentu saja semua permasalahan itu akibat kerapuhan sistem kapitalisme yang diusung Barat saat ini.

Ada Apa di Balik Isu Terorisme dan Perempuan?

Jika diamati, aksi terorisme yang terjadi tidak membawa keuntungan sedikit pun bagi umat Islam. Umat muslim justru akan terus dipandang buruk oleh masyarakat. Tindakan teror ini akan menguntungkan pihak musuh dan semakin membenarkan bahwa memang umat Islam pada dasarnya memiliki jiwa terorisme dan intoleran. Apalagi, sering kali sosok perempuan yang terlibat berpakaian layaknya seorang muslimah yang taat dalam beragama.

Sebenarnya kasus terorisme sering kali mencuat dan diangkat berulang-ulang untuk menggiring opini agar masyarakat berfokus padanya. Seolah-seolah aksi terorisme merupakan masalah utama yang paling berbahaya, sehingga syariat Islam akan dijadikan kambing hitam atas segala masalah yang dialami negara. Isu ini terkadang hanya menjadi tameng untuk menutupi kegagalan demi kegagalan para rezim dalam mengurus negara.

Banyaknya kasus-kasus terorisme yang bertebaran di media massa selalu menyudutkan syariat Islam. Alhasil, isu ini semakin menjauhkan umat dari ajaran Islam, terutama mengenai politik Islam, baik secara pemahaman maupun aktivitasnya.

Umat Islam hanya bisa melakukan ibadah mahda saja, namun tidak boleh mengkritik pemerintah apalagi menuntut penerapan syariat Islam kaffah. Sebaliknya, umat Islam harus tunduk terhadap ide-ide Barat, seperti demokrasi, kapitalisme, dan lain sebagainya. Pada intinya ingin mengubah pemahaman umat menjadi sekuler, liberal, dan moderat. Sejatinya, inilah agenda besar yang diusung musuh-musuh Islam untuk menjauhkan umat dari agamanya.

Dampak Isu Terorisme yang Melibatkan Perempuan

Perempuan dalam Islam berperan penting dalam pendidikan keluarga. Pelibatan perempuan dalam aksi teror akan semakin menguatkan narasi sesat islamofobia, terutama bagi seorang muslimah. Pasalnya, isu terorisme sering memberi stigma negatif terhadap harakah Islam kaffah dan para ulamanya sebagai aliran sesat, ekstrem, dan intoleran. Hal ini akan menambah kebencian di hati umat muslim akan syariat Islam.

Jauhnya seorang ibu dari pemahaman agama akan membuat ia mudah terjerumus dengan pemahaman dan ide-ide Barat. Kemudian pemahaman dan gaya hidup ini akan ditularkan kepada keluarganya. Akibatnya, generasi muda dan masyarakat semakin mudah terpengaruh dengan nilai-nilai Barat yang semakin jauh dengan syariat Islam.

Inilah yang harus kita waspadai dari upaya pelibatan perempuan dalam aksi terorisme. Padahal, syariat Islam kaffah akan senantiasa menuntun perempuan menjadi Ibu yang tangguh dan mampu melahirkan generasi terbaik bagi sebuah peradaban.

Muslimah Sejati Tidak Mungkin Melakukan Teror

Islam adalah agama yang setiap sendi kehidupannya mengajarkan perdamaian, sehingga sangat aneh jika ada umat muslim yang taat akan melakukan aksi terorisme. Dalam hadis riwayat Imam Muslim no.2617, Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian mengacungkan senjata kepada saudaranya karena sesungguhnya kalian tidak tahu bisa jadi setan merenggut (nyawanya) melalui tangannya sehingga mengakibatkannya masuk ke lubang api neraka.”

Mengenai hadis di atas, Al-Imam Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Hadis ini mengandung larangan terhadap segala hal yang bisa mengantarkan kepada bahaya, walaupun bahaya tersebut belum pasti terjadi, baik hal itu dilakukan dengan serius maupun bercanda.” (Fath Al Bari, 13: 25)

Muslimah yang paham akan syariat Islam kaffah akan senantiasa menebarkan rahmat di setiap sendi-sendi kehidupannya. Perempuan salihah akan senantiasa menjaga kehormatan dirinya, mendidik anak dan keluarganya agar berperilaku santun kepada masyarakat. Pemahaman akidah Islam yang benar terhadap dakwah dan jihad akan mencegah umat muslim dari tindakan aksi bom bunuh diri maupun bentuk teror lainnya, serta membuat seorang muslim memahami hakikat toleransi yang benar.

Khilafah Melindungi Umat dari Terorisme

Islam adalah satu-satunya agama yang memberikan penghargaan amat tinggi pada jiwa dan darah manusia, Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 32, “Siapa saja yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia.”

Dalam Daulah Islam, kaum muslim tidak pernah meneror sesama muslim bahkan terhadap kafir zimi, kecuali akan diberikan sanksi yang tegas dan setimpal. Bahkan, kaum kafir yang bersedia hidup dalam naungan Khilafah justru mendapatkan jaminan keamanan yang luar biasa. Hal ini sudah menjadi syariat Islam yang wajib dijalankan, Rasulullah Muhammad saw. bersabda, “Barang siapa menyakiti seorang zimi (kaum kafir yang tidak memerangi umat muslim), maka sesungguhnya dia telah menyakitiku. Dan barang siapa yang telah menyakitiku, maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah.” (HR. Imam Thabrani)

Bahkan, kafir zimi selain mendapatkan jaminan keamanan juga mendapatkan layanan kesehatan dan pendidikan gratis. Selain itu, jika mereka bersengketa dengan pejabat negara, boleh perkaranya di bawah ke pengadilan Mahkamah Madzalim untuk menuntut keadilan.

Adakah agama yang begitu memuliakan dan menjaga nyawa dan keamanan seseorang melebihi ajaran Islam? Alhasil, sepanjang sejarah penerapan syariat Islam, tidak ada darah seorang muslim maupun kafir zimi yang ditumpahkan, melainkan akan diberikan pembelaan yang besar dari Daulah Islam.

Hal ini jelas kontras dengan sistem pemerintahan kapitalisme yang melegalkan aksis terorisme kepada penduduk negeri-negeri muslim. Terbukti, meskipun negara Amerika Serikat, Israel, Myanmar, dan Cina, terus meneror dan melakukan genosida terhadap kaum muslimin di Palestina, Rohingya, Uighur, namun tidak pernah disebut sebagai teroris. Tampak jelas bahwa korban terbesar terorisme adalah umat Islam, dan perang terhadap terorisme hanya sekadar alasan untuk menutupi kejahatan mereka.

Mirisnya, hingga saat ini tidak ada satu pun pemimpin muslim yang sanggup melindungi dan membela umat muslim yang tertindas. Para pemimpin muslim hanya sekadar melakukan gertakan dan kecaman kosong sambil terus menonton di balik kursi kekuasaan, sementara tangannya tak pernah terulur untuk menyelamatkan. Oleh karena itu, kaum muslim harus memiliki satu kepimpinan global dalam sistem Khilafah yang mampu menghilangkan berbagai aksi teror yang mengancam umat untuk mewujudkan kedamaian ke seluruh dunia. Wallahu a’lam bishawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Muthiah Al Fath Salah satu Penulis Tim Inti NarasiPost.Com. Pemenang Challenge NP dengan reward Laptop 256 GB, penulis solo Meraki Literasi dan puluhan buku antologi NarasiPost.Com
Previous
Konten Pornografi Makin Meresahkan, antara Syahwat dan Cuan
Next
Mengenal Hematoma Intrakranial
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram