Oleh karena itu, seorang khalifah tidak akan menyerahkan pengelolaan SDA kepada swasta atau asing. Karena SDA adalah harta milik umat yang wajib dikelola negara dan hasilnya digunakan untuk kemaslahatan rakyat.
Oleh : Rosmita (Aktivis Dakwah dan Member AMK
NarasiPost.Com — Miris, itulah kata yang pas saat mengetahui utang negara terus bertambah. Negeri yang kaya raya ini justru terlilit utang luar negeri berbasis riba. Namun, yang lebih miris lagi saat mendengar pernyataan Menkeu Sri Mulyani yang seolah-olah bangga dengan meningkatnya utang negara.
Pada acara "The 5th G20 Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting" disepakati adanya perpanjangan masa cicilan utang. Sri Mulyani menjelaskan, bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang mendapat fasilitas relaksasi pembayaran utang negara hingga pertengahan tahun 2021. Jumlah relaksasi yang disepakati melalui DSSI senilai US$ 14 miliar. (CNBC, 22/11/2020)
Dengan dalih menanggulangi pandemi, Indonesia resmi menarik utang baru sebesar Rp24,5 triliun. Sebuah angka fantastis hanya dalam kurun waktu dua pekan. Hutang yang diperoleh dari Australia dan Jerman.
Kekayaan alam yang berlimpah tidak lantas membuat negeri ini sejahtera. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya saja negara tidak punya dana sehingga harus berutang kepada negara lain. Padahal, dengan menambah utang juga belum tentu dapat menyelesaikan problematika yang terjadi di negeri ini.
Utang negara yang terus meningkat bagaikan bom waktu yang siap meledak dan menghancurkan negeri ini. Karena utang membuat negeri ini tidak mandiri dan hilang kedaulatannya. Ditambah riba yang jelas haramnya membuat Allah murka dan negeri ini tidak berkah. Seharusnya kita malu dengan bertambahnya jumlah utang negara, bukannya malah bangga.
Kebijakan pemerintah menambah utang negara adalah bukti kegagalan pemerintah dalam mengelola negara. Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah karena diterapkannya sistem kapitalisme dan liberalisme di negeri ini. Sistem buatan manusia yang hanya menguntungkan para pemilik modal saja.
Dalam sistem ini, SDA boleh dikelola oleh swasta bahkan asing. Dalam sistem ini pula yang menjadikan pajak dan utang sebagai sumber pendapatan negara. Hal inilah yang membuat negeri-negeri muslim dicengkeram oleh negeri-negeri kafir penjajah.
Berbeda dengan sistem Islam. Sebagai agama yang sempurna dan paripurna, Islam mengatur seluruh urusan manusia termasuk urusan negara. Dalam sistem Islam, kepemimpinan artinya mengurus urusan umat. Khalifah sebagai pemimpin akan menerapkan syariat Islam sebagai aturan dalam mengurus negara.
Oleh karena itu, seorang khalifah tidak akan menyerahkan pengelolaan SDA kepada swasta atau asing. Karena SDA adalah harta milik umat yang wajib dikelola negara dan hasilnya digunakan untuk kemaslahatan rakyat.
Rasulullah Saw. bersabda: "Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu, air, padang rumput, dan api." (HR. Ahmad)
Khalifah juga tidak akan memungut pajak dan mengambil utang luar negeri berbasis riba sebagai sumber pendapatan negara. Namun, apabila negara mengalami defisit anggaran, maka khalifah akan mengambil pajak dari rakyat yang kaya saja hingga keuangan negara stabil kembali.
Oleh karena itu, sudah seharusnya negeri ini beralih dari sistem kapitalisme dan liberalisme yang jelas-jelas membuat negeri ini terpuruk kepada sistem Islam yang pasti akan membawa keberkahan dan kesejahteraan. Terbukti, lebih dari 13 abad lamanya Islam berjaya memimpin dua pertiga dunia dengan syariatnya. Wallahu a'lam bishshawab []