Generasi Z dan Milenial Berpolitik, Siapkah?

"Liberalisme dan berbagai gaya permisif menyerang kaum muda dari berbagai sisi. Sayangnya, negara malah sibuk dengan korupsi, sembari membuka keran liberalisme pergaulan semakin deras. Jadi, bagaimana bisa mewujudkan generasi yang siap memimpin bangsa? Alih-alih mampu, generasi hari ini justru sedang sakit."

Oleh. Yana Sofia
(Penulis Inti Narasipost.Com)

NarasiPost.Com-FYI, Guys! Kontes Pemilu 2024 sudah di depan mata. Generasi Z dan milenial diperkirakan akan mendominasi suara di pemilu ini, yang diperkirakan mencapai 60% dari total jumlah pemilih. Tentu saja, suara generasi muda sangat diincar. Negara pun serta-merta mendorong pemuda untuk menambah wawasan dalam berpolitik.

Tapi, apakah generasi Z dan milenial siap terjun di kancah dunia perpolitikan? Bagaimana caranya agar dua generasi ini berdaya demi membangun bangsa? Guys, mari kita cari jawabannya di sini!

Pemuda dan Politik

Sebagaimana yang disampaikan Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan DPP Pemuda Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Dody Toisuta, suara 60% dari golongan muda tersebut merupakan tantangan bagi partainya, khususnya dalam mempersiapkan generasi muda terjun dalam kancah politik. Karena negara wajib membimbing generasi agar melek politik dan tidak membeci aktivitas berpolitik. Dikutip sindonews.com, Selasa (11/10/2022).

Tak bisa dimungkiri, Guys, bangsa kita sangat membutuhkan generasi yang sadar politik untuk mewarisi kepemimpinan generasi sebelumnya. Apalagi di tengah kondisi masyarakat transisi, milenial wajib mengambil peran dalam upaya membangun bangsa, mengawasi jalannya berbagai kebijakan, dan memantau laju perpolitikan.

Tapi, tunggu dulu! Makna dari 'mendorong' kaum muda ini harus dijelaskan terlebih dahulu. Jangan sampai 'dorongan' ini hanya sekedar aktif dalam pemilihan 2024 saja, tanpa adanya upaya menambah wawasan berpolitik. Ya, wajar dong kaum muda suuzan! Bukankah selama ini generasi muda hanya boleh menyuarakan aspirasinya di jalan? Jangan sampai, pemuda hanya dijadikan 'anjing penjaga' yang suaranya hanya dibutuhkan saat pemilu. Namun saat kaum muda 'meneriakkan' aspirasinya tak ada yang mendengarkannya.

Perlu dicamkan! Generasi mudalah yang kelak akan mewarisi estafet kepemimpinan. Jika kaum muda menjalankan fungsinya dengan baik, mewarnai laju perpolitikan bangsa dengan berbagai kontribusi, penuh karya, kreativitas, serta berbagai terobosan yang sesuai dengan zamannya. Tentunya, Indonesia akan lebih berdaya membawa umat keluar dari berbagai krisis yang menimpa negeri.

Dalam hal ini, presiden pertama RI pernah berkata, “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Kutipan ini adalah pidato bung Karno yang begitu fenomenal. Sarat makna dan menggambarkan betapa besar potensi kaum muda jika mereka berdaya.

Sejarah kemerdekaan bangsa adalah salah satu buktinya. Pemudalah yang telah bekerja keras mengerahkan segenap pemikiran dan tenaga untuk mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Dengan harapan, generasi setelahnya mampu mengisi kemerdekaan ini dengan prestasi dan karya. Salah satunya dengan mengembangkan wawasan berpolitik demi membela hak orang banyak, mengontrol kebijakan negara, serta mengantisipasi penjajah yang berupaya mengacaukan kedaulatan bangsa.

Siapkah Memimpin Bangsa?

Sayangnya, Guys! Cita-cita bangsa ingin memberdayakan pemuda, sampai saat ini tidak koheren dengan fakta di lapangan. Coba deh, ditelisik dengan mata terbuka! Dekadensi moral generasi masih menjadi PR bangsa. Liberalisme dan berbagai gaya permisif menyerang kaum muda dari berbagai sisi. Sayangnya, negara malah sibuk dengan korupsi, sembari membuka keran liberalisme pergaulan semakin deras. Jadi, bagaimana bisa mewujudkan generasi yang siap memimpin bangsa? Alih-alih mampu, generasi hari ini justru sedang sakit.

So, jangan muluk-muluk mencitrakan betapa berdayanya generasi kita hari ini, jika kemerosotan generasi masih menjadi persoalan krusial bagi bangsa ini. Jika mau jujur, negara kita tidak sedang baik-baik saja. Khususnya, dalam menghadapi kemerosotan moral, berupa tawuran, begal, narkoba, miras, LGBT, prostitusi, hingga aborsi. Sampai sekarang pemerintah belum mampu memberikan solusi tuntas.

Pun, dalam mengawal perubahan sosial menuju masyarakat global. Generasi tidak mampu mengimbangi kemajuan teknologi, kesulitan memfilter hal-hal negatif yang dihasilkan oleh gaya hidup Barat, dan tenggelam dalam perilaku yang menyimpang. Semua terjadi karena negara abai dalam mengedukasi, membina, memberi pemahaman, dan mengontrol konten-konten negatif agar tidak merusak pola pikir umat yang jauh dari tradisi islami.

Di samping itu, negara pun telah gagal memahami problem utama dekadensi moral, yakni liberalisme yang lahir dari ide pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme). Sehingga upaya dakwah Islam kaffah yang dilakukan oleh sebagian generasi, malah dianggap berbahaya dan dicekal. Padahal, generasi hamlud dakwah ini, sedang berupaya keras menghalau ide-ide menyimpang itu dari tubuh generasi. Karena ide sekularisme inilah pemicu utama berbagai kerusakan moral yang umat ini hadapi.

Arogansi kepemimpinan yang dipertontonkan ini telah membuat generasi menderita islamofobia dan semakin apatis terhadap kebangkitan. Tidak terkecuali sikap apolitis yakni sikap anti politik dan segala keruwetannya. Negara kemudian menyalahkan dunia digital dalam hal ini. Sebagaimana yang disampaikan Politisi Muda Perindo, Andika Ulil Amri, "Jadi ini bukan karena apatisme, Gen Z ini lebih menyukai hal-hal yang instan karena karakteristik Gen Z hidupnya instan dan penuh digitalisasi," ujarnya di Podcast Aksi Nyata, Kamis (7/4/2022).

Guys, ayolah! Teknologi memang didesain untuk memudahkan kerja manusia, jadi wajarlah bekerja cepat dan instan. Generasi yang hidup saat ini tentunya dipengaruhi oleh hal-hal yang bergerak cepat. Namun menganggap perilaku apolitis dipengaruhi oleh kemajuan digital adalah salah besar, di saat negaralah yang menganggap politik itu hama bagi kaum terpelajar. Negara yang telah mensterilkan dunia sekolah dan kampus jauh dari aktivitas politik. Membungkam generasi muda yang berbicara tentang kegagalan demokrasi dan solusi Islam kaffah bagi seluruh persoalan negeri.

Walhasil, banyak generasi yang menghindari diskusi-diskusi politik bukan karena mereka menyukai hal instan yang dipengaruhi dunia digitalisasi. Sekali lagi bukan karena itu! Tidak lain karena negara kita mengadopsi sistem sekuler dalam kehidupan, sehingga menghalangi generasi berpikir kritis dan menyukai dunia politik. Jadi, jika ditanya siapakah generasi hari ini yang berpolitik? Maka fakta di atas cukup menjadi jawabannya.

Pandangan Islam

Islam agama universal, seluruh masalah ada penyelesaiannya dalam Islam, termasuk masalah politik. Politik sendiri dalam Islam berasal dari kata siyasah. Akar katanya sasa-yasusu-siyasatan yang bermakna mengurusi, melatih, dan mendidik.

Dalam aktivitasnya politik ini meliputi pemeliharaan, perbaikan, pelurusan, pemberian arah petunjuk, termasuk pendidikan. Dalam praktiknya pelaksanaan seluruh aktivitas politik ini wajib dikontrol oleh ulil amri, karena itu negaralah yang wajib menjamin terlaksananya seluruh urusan ini. Sebagaimana sabda Rasululullah saw. riwayat Al-Hakim, "Barang siapa di pagi hari perhatiannya kepada selain Allah, maka Allah akan berlepas dari orang itu. Dan barang siapa di pagi hari tidak memperhatikan kepentingan kaum muslimin maka ia tidak termasuk golongan mereka (kaum muslimin)".

Sebagai teladan terbaik, Rasululullah saw. telah memberi contoh praktik berpolitik yang benar. Yakni menjadikan Islam satu-satunya landasan dalam mengurusi berbagai problem keumatan, termasuk menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan umat, menghapus kezaliman penguasa, dan melenyapkan dominasi penjajahan asing dalam bentuk apa pun.

Sejak Daulah Islam berdiri di Madinah, kemudian dilanjutkan oleh para khalifah, politik seperti inilah yang telah dipraktikkan selama ribuan tahun lamanya. Sehingga kaum muslim mampu berada di puncak peradaban gemilang, yang melahirkan generasi muda terbaik pada masanya.

Ya, sebut saja Sultan Mehmed II atau yang lebih di kenal dengan julukan Muhammad Al-Fatih. Pada umur 21 tahun ia mampu menaklukkan benteng kokoh Konstantinopel di Romawi Timur berkat kejeniusan dan wawasan politik jihadnya. Sosoknya lahir dalam sebuah peradaban emas berlandaskan Islam sebagai sistem kehidupan. Ia yang memahami konsep berpolitik tidak lain adalah untuk meninggikan Islam dan menghapus segala bentuk kezaliman,

Tentu saja, Sultan Al-Fatih tidak bekerja sendirian. Ada generasi muda terbaik lainnya yang setiap mendampingi perjuangannya. Mereka inilah pemuda terpilih yang bersinergi dalam dakwah dan jihad, sehingga mampu membawa cahaya Islam menghapus penghambaan pada Tuhan-tuhan makhluk (manusia, patung, dan benda-benda) menuju pada pengagungan Allah sebagai satu-satunya sesembahan. Inilah tujuan hakiki dari aktivitas politik Islam, membawa umat kembali kepada fitrahnya sebagai hamba di hadapan Tuhan sekalian alam.

Khatimah

Maka, telah jelas Guys! Generasi berpolitik sekaligus berdaya hanya bisa diwujudkan dalam sistem Islam. Karena itulah, generasi muda harus segera mengambil perannya, berjuang memahamkan umat bahwa Islam adalah satu-satunya solusi untuk segala problem yang umat hadapi.
Wallahu'alam[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim penulis Inti NarasiPost.Com
Yana Sofia Tim Penulis Inti NarasiPost.Com. Sangat piawai dalam menulis naskah-naskah bergenre teenager dan motivasi. Berasal dari Aceh dan senantiasa bergerak dalam dakwah bersama kaum remaja.
Previous
Dia Lahir untuk Berjuang
Next
Petaka Ideologis di Balik Perayaan Halloween
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram