Masya Allah, sempurnanya Islam memang tiada duanya. Inilah Islam, sistem 'amphibi' yang tahan banting di setiap musim kehidupan, sekalipun musim pandemi.
Oleh : Ita Harmi (pengamat Sosial dan Politik)
NarasiPost.Com — Hampir satu tahun sudah Corona 'berdomisili" di nusantara tercinta. Dari hari ke hari kasus terjangkitnya masyarakat oleh virus milineal ini tak kunjung berkurang, apalagi berharap untuk hilang dalam waktu cepat. Walhasil, sebagian aktivitas dan rutinitas masyarakat bagai di-slow motion oleh covid-19. Tak hanya aktivitas ekonomi, pariwisata, ritual keagamaan, bahkan juga termasuk aktivitas pendidikan.
Sejak bulan Maret tahun 2020, kegiatan belajar mengajar di sekolah menjadi lumpuh. Menyebabkan gedung-gedung sekolah layaknya bagai peninggalan sejarah yang sudah ditinggalkan oleh empunya. Kasus Covid 19 yang menggila telah menyudahi setidaknya untuk sesaat proses pembelajaran tatap muka antara guru dan siswa. Digantikan dengan pembelajaran dari jaringan (daring) secara online.
Namun, sayangnya pembelajaran daring ini juga menemui banyak kendala berarti. Mulai dari sarana dan prasarana yang belum memadai di pelosok-pelosok daerah, keluhan orangtua saat mengajari anak di rumah, sampai mahalnya biaya untuk mengakses pembelajaran yang hanya bisa digelar dengan menggunakan smartphone dan laptop. Karena tentunya tidak setiap orangtua memiliki kemampuan untuk memenuhi tuntutan pembelajaran secara daring ini.
Atas dasar problematika tersebut, Kementrian Pendidikan akhirnya berencana akan kembali membuka sekolah untuk kegiatan belajar mengajar seperti sediakala pada awal Januari 2021 mendatang. Hal ini tentu merupakan sebuah langkah besar sebanding dengan resiko yang besar akan dihadapi, penyebaran terbaru cluster Covid-19. Pasalnya, kasus Covid-19 di Indonesia masih terus berlangsung. Penanganan virus oleh pihak berwenang juga tidak menampakkan keseriusan. Justru pemerintah malah nekat untuk tetap menyelenggarakan agenda pilkada di penghujung tahun ini.
Sementara, orang tua di rumah dihadapkan dengan dilema buah simalakama. Keinginan untuk segera menyekolahkan anak terasa gamang ditengah gentayangan virus corona. Namun, bila pembelajaran daring masih tetap diperpanjang, kekhawatiran akan jaminan biaya dan kualitas pendidikan anak menjadi hal yang patut dipertimbangkan.
Inilah dilema pendidikan hari ini. Dimana sistem dan kurikulum pendidikan tidak menunjang proses pembelajaran itu sendiri. Apalagi ditambah dengan persoalan pandemi yang belum diketahui kapan akan berakhirnya.
Sistem kapitalistik dalam dunia pendidikan tak urung memang telah menjadikan konsep pendidikan cenderung hanya mengutamakan soal materi. Tidak hanya dari segi biaya pendidikan, bahkan sampai ke bahan ajar alias materi pelajaran yang diterima oleh siswa. Tingginya biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh orangtua tak ayal berdampak banyaknya siswa yang terpaksa harus putus sekolah.
Pendidikan dalam sistem kapitalistik bahkan dipandang sebagai komoditas bisnis yang menggiurkan. Maka, tak heran bila kualitas pendidikan bergantung kepada banyaknya jumlah rupiah yang harus digelontorkan oleh orangtua. Silabus dan materi-materi pelajaran pun hanya sampai sebatas pengetahuan belaka, namun minim terapan dalam kehidupan praktis. Tentu saja hal ini menjadikan ilmu bagai omong kosong, dan pendidikan hanya berhenti pada nilai angka-angka di raport tahunan.
Lepasnya tanggung jawab negara dalam mengurus persoalan pendidikan, tak ayal juga telah melengkapi bobroknya pendidikan dalam sistem kapitalisme. Inilah yang menjadi akar masalah sesungguhnya, kesalahan dalam memilih sistem kehidupan. Maka, dari titik inilah seharusnya solusi diambil untuk mengatasi masalah-masalah yang ada.
Islam hadir di kancah kehidupan manusia tak lain untuk menyelesaikan sengkarut permasalahan kehidupan manusia sendiri. Islam adalah petunjuk kehidupan dari Pencipta Kehidupan itu sendiri, Allah Ta'ala.
"Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa," (TQS. Al Baqarahh : 2)
Demikian tegasnya Sang Pemilik Kehidupan hingga Dia sendiri yang menyatakannya sebagaimana yang termaktub dalam Al-qur'an sebagai kalam-Nya. Maka merugilah manusia yang lari dari petunjuk-Nya.
Dalam pandangan Islam, pendidikan berdasarkan atas akidah Islam. Setiap tsaqofah (pemahaman) dan ilmu yang diterima oleh siswa hanya atas dasar Islam saja. Untuk pendidikan anak pada usia sebelum baligh, maka akidah Islam adalah pelajaran utama yang harus diberikan. Ini akan menjadi pondasi bagi anak setelah baligh nanti. Sebab, mereka akan menjadikan akidah Islam sebagai filter atau saringan dalam menyerap ilmu pengetahuan. Sehingga, setelah di usia baligh nanti, ketika mereka berhadapan dengan kehidupan asing yang tidak sesuai dengan Islam, ia akan mudah untuk memilah dan memilih kemudian meninggalkan kehidupan di luar Islam.
Metode pembelajaran dalam Islam juga bersifat talaqqiyan fikriyan. Artinya, tsaqofah dan ilmu yang diterima oleh siswa bersifat praktis dalam kehidupan, sehingga siswa merasakan manfaat dari tsaqofah dan ilmu yang dimilikinya tersebut. Proses penyampaian pemikiran dan ilmu yang diberikan oleh guru kepada siswa sesuai dengan fakta yang bisa dilihat, dirasakan, atau diraba oleh siswa. Sehingga, siswa mampu mengaitkan fakta dengan landasan akidah Islam yang telah dimilikinya. Pada akhirnya siswa mampu menilai fakta tersebut sesuai dengan syariat Islam. Dan inilah yang akan mempengaruhi perilakunya.
Tidak seperti yang terjadi hari ini. Ilmu pengetahuan tidak mendukung kehidupan siswa. Ilmu hanya sekedar untuk diketahui saja, akan tetapi minus penerapannya dalam kehidupan. Sehingga, ilmu yang diterima tak ubahnya cerita dongeng belaka. Hal ini kemudian diperparah lagi dengan kurikulum pendidikan yang sekularistik, dimana porsi pelajaran agama hanya diletakkan layaknya ilmu sampingan saja. Sehingga, perilaku siswa dalam kehidupan sering bertentangan dengan indikator-indikator ajaran Islam.
Berlangsungnya pendidikan tak lepas dari peran negara sebagai fasilitator utamanya. Negara dalam pandangan Islam berkewajiban memenuhi hak pendidikan atas setiap warga negara. Semua ini dilakukan dalam rangka menjaga akidah kaum muslim agar tetap berada di koridor yang seharusnya, yakni Islam. Sebab negara berfungsi sebagai pe-ri'ayah atau pengurus rakyatnya, dan langkah tersebut dimulai dari bidang pendidikan pada rakyat.
Islam juga memiliki pembiayaan yang khas dalam mengurusi masalah pendidikan. Pendidikan menjadi tanggungan wajib yang 'dihakpatenkan' dalam anggaran baitul mal sebagai kas negara. Pembangunan sekolah-sekolah, perpustakaan, laboratorium, dan berbagai sarana lainnya yang menunjang pendidikan adalah kewajiban negara untuk mengadakannya. Dimana biaya untuk semua pembangunan tersebut diambil dari baitul mal, bukan pinjaman hutang luar negeri. Sementara, pemasukan baitul mal sendiri dari ghanimah, harta fa'i, tanah kharaj, hasil pengelolaan SDA milik umum dan negara, jizyah, dll. Pemasukan lainnya adalah dari sumber zakat kaum muslimin.
Negeri-negeri Islam yang ada saat ini sangat mampu untuk menghidupi kaum muslim di seluruh dunia bahkan bagi nonmuslim yang hidup bersama kaum muslim lainnya. Apalagi untuk membiayai pendidikan rakyat. Terbukti telah lahir banyak ilmuwan dari kalangan kaum muslim. Ibnu Sina, Al Khawarizmi, Az Zahrawi, Ibnu Khaldun, ibnu Haitham, Al Kindi, dan sederet nama besar lainnya yang tercatat dalam tinta emas peradaban Islam.
Maka, adanya pandemi hari ini bukanlah masalah besar yang dihadapi oleh manusia bila mereka mengambil Islam sebagai sistem kehidupan. Pendidikan akan tetap berlangsung dalam pandemi walau harus memakai sarana-sarana canggih nan mahal misalnya. Orangtua tidak perlu khawatir dengan biaya pendidikan anak-anaknya, karena pendidikan adalah tanggungjawab negara. Sehingga, tidak memberatkan beban orangtua. Kualitas pendidikan anak-anak juga tidak perlu diragukan lagi, sebab tsaqofah dan ilmu pengetahuan sangat aplikatif dan bermanfaat dalam kehidupan. Terlebih, landasannya adalah akidah Islam yang menjamin terbebasnya perilaku anak-anak dari penyimpangan. Meskipun misalnya terjadi penyimpangan, maka ada sistem hukuman dan sanksi untuk menjaga akidah Islam agar tetap berada pada jalurnya. Masya Allah, sempurnanya Islam memang tiada duanya. Inilah Islam, sistem 'amphibi' yang tahan banting di setiap musim kehidupan, sekalipun musim pandemi.
Hanya saja, masalahnya adalah hari ini tanah-tanah dan kekayaan kaum muslim tersebut sedang dikangkangi oleh penjajah Barat karena ketiadaan kepemimpinan atas kaum muslim sedunia. Hal ini juga diperburuk dengan sebahagian kaum muslim yang mengambil jalan selain Islam dalam kehidupannya. Yang pada akhirnya bermuara pada terjadinya berbagai sengkarut problematika kehidupan sebagai akibat dicampakkannya Islam sebagai solusi kehidupan. Karena itu, keberadaan negara adalah niscaya adanya dalam Islam agar terpenuhinya setiap hak dan kewajiban kaum muslim, serta jaminan terlaksananya seluruh syariat dalam setiap aspek kehidupan. Wallahu a'lam bishowab []