"Begitulah Guys, opini liar bergulir menyasar syariat Islam! Upaya monsterisasi terhadap 'Pemerintah Islam' pun tak bisa dihindarkan. Opini jahat yang menggambarkan betapa 'diktatornya' pemerintah Iran, berubah yang menjadi momok berbahaya bahwa Islam tak layak dimanifestasikan dalam kehidupan bernegara."
Oleh. Yana Sofia
(Penulis Inti NarasiPost.com)
NarasiPost.Com- Guys, kamu tentunya tidak asing lagi dengan nama Mahsa Amini yang menjadi trending topik di sejumlah media di dunia. Desas-desus pelanggaran HAM yang menyebabkan Amini tewas, telah mengundang sejumlah demonstrasi yang meluas hingga di sejumlah negara Eropa, bahkan Amerika Serikat.
Gelombang protes untuk pemerintah Iran dan monsterisasi terhadap syariat Islam pun tak bisa dielakkan. Terlebih, paska tewasnya 76 orang demonstran di beberapa kota di Iran menambah daftar 'kekejian' Iran di mata dunia dalam menerapkan hukum syarak. Dikutip kompas.com, Selasa (27 /9/2022)
Lantas, siapa sih sebenarnya Mahsa Amini? Sebandingkah opini HAM dan aksi solidaritas ini dibayar dengan puluhan nyawa demonstran? Lalu, seperti apa penerapan hukum syarak yang benar agar tidak terjadi kontroversi? Guys, kita akan bahas di sini!
Kronologis Masalah
Benar-benar enggak disangka, Guys! Aksi demonstrasi terkait tewasnya Amini telah menimbulkan kekalutan di Iran. Akibat kematian sejumlah demonstran, pun polemik aksi muslimah yang berdemo dengan melepas hijab dan membakarnya sebagai bentuk solidaritas, telah memicu stigma buruk terhadap jilbab dan implementasi Islam dalam pemerintahan.
Sungguh aneh, bukan? Amini tewas karena perlakuan polisi moral (oknum), lalu kenapa jilbab dan syariat Islam yang distigmatisasikan? Agar kita enggak tambah bingung, salah kaprah, bahkan over reaksi dalam menyikapinya, mari kita pahami kronologis masalahnya secara utuh.
Perlu diketahui Guys, di Iran ada yang namanya polisi moral, di mana tugas mereka adalah mengurusi hal-hal yang melanggar moral sesuai UU di sana, dan melepas hijab adalah salah satu pelanggaran moral yang wajib dikenakan sanksinya.
Jadi ceritanya, Amini ini tengah melancong ke ibu kota Taheran. Wanita 22 tahun asal Saghez, Kurdistan ini telah melanggar aturan hijab dengan berpakaian 'tidak pantas' berdasarkan peraturan pemerintahan setempat. Nah, masalah bermula saat penangkapan. Diduga polisi moral memukul kepala Amini, sehingga membuat kepalanya terluka. Pihak keluarga juga mengatakan polisi memukuli Amini saat membawanya ke penjara. Nah, akibat kekerasan tersebut Amini mengalami masalah di otaknya hingga koma selama tiga hari di rumah sakit, sebelum akhirnya mengembuskan napas terakhirnya pada Jumat (16/9/2022).
Dari sinilah Guys, protes terhadap pemerintahan Iran di bawah kepemimpinan Ebrahim Raisi yang dianggap semena-mena, bermula. Ratusan perempuan Iran, bahkan ribuan massa dari sejumlah negara Eropa dan AS ikut berdemo dengan melepas jilbab dan membakarnya sambil berteriak "matilah diktator."
Memilah Masalah!
Sebagai pemeluk agama yang menjunjung tinggi hak-hak manusia, Islam sangat menghargai nyawa manusia, mengedepankan rasionalitas, dan dakwah penuh kemakrufan (hal-hal yang baik). Maka sudah sepantasnya, Guys! Kita melihat masalah ini dengan kacamata Islam, tidak boleh terburu-buru tersulut emosi, mengaburkan makna hijab, serta menyerang implementasi hukum syarak dalam kehidupan bernegara.
Ada beberapa perkara di sini, Guys, yang wajib kita pilah. Di antaranya, kewajiban berhijab bagi setiap muslimah, dakwah tanpa kekerasan, implementasi thariqah (penerapan) syariat Islam oleh negara, dan fenomena lepas hijab sebagai bentuk protes. Masalah ini tak bisa dicampuradukkan begitu saja, tanpa melihat keseluruhan masalahnya.
Well, kita akui! Tendensi masyarakat dalam melihat masalah dipengaruhi oleh sudut pandang berbeda. Namun sebagai muslim kita wajib melihatnya dengan pandangan yang didasari oleh rasionalitas yang menuntut kejernihan berpikir. Sehingga, tidak salah arah dalam menyikapi masalah.
Jangan sampai, Guys! Syariat jilbab dan penerapan hukum syarak yang jadi sasaran. Akibat kesalahan beberapa oknum menjadi pembenaran stigma buruk terhadap Islam. Melepas hijab oleh demonstran, lantas membakarnya tidak ada hubungannya dengan pembelaan hak terhadap Amini. Kematian Amini tidak ada hubungan dengan hukum syarak, melainkan 'praktik salah kaprah' penegakan hukum syarak yang berujung kekerasan, yakni pemukulan kepala.
Awas Monsterisasi Ajaran Islam!
Sayangnya, ada banyak pihak yang memainkan desas-desus dan memanfaatkan tewasnya Amini sebagai alasan HAM dan menyasar hukum syarak, khususnya penerapan Islam dalam pemerintahan. Ribuan pendemo terutama perempuan di Athena, Berlin, Brussels, Istanbul, Madrid, Paris, hingga New York turun ke jalanan untuk memprotes 'kediktatoran' Iran. Opini negatif yang disuarakan di antaranya berhijab adalah bagian HAM, kediktatoran penguasa Islam, dan tuntutan agar masalah jilbab (agama) dipisahkan dari kehidupan.
Opini yang semakin 'liar' ini pun telah tiba di tanah air, Guys! Sejumlah tokoh liberal seperti Ade Armando salah satunya. Melalui saluran Cokro TV, dia mengimbau masyarakat untuk memberi dukungan kepada demonstran Amini dan warga Iran melawan 'pemerintahan Islam' Iran.
Begitulah Guys, opini liar bergulir menyasar syariat Islam! Upaya monsterisasi terhadap 'Pemerintah Islam' pun tak bisa dihindarkan. Opini jahat yang menggambarkan betapa 'diktatornya' pemerintah Iran, berubah yang menjadi momok berbahaya bahwa Islam tak layak dimanifestasikan dalam kehidupan bernegara.
Hukum Syarak dan Penerapannya
Di dalam Islam berhijab secara syar'i dihukumi wajib bagi setiap individu muslimah. Jilbab adalah lambang kehormatan dan pembeda antara wanita jahiliah dan muslimah. Karena itu, jilbab bukanlah bertujuan membatasi gerak dan kemajuan seorang perempuan. Sebaliknya, jilbab adalah lambang ketinggian, iman, serta takwa seorang perempuan, dalam memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana firman Allah yang tertera dalam surah Al-Ahzab ayat 59,
"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Hanya saja, seiring derasnya arus liberalisasi dalam kehidupan, pakaian syar'i telah bergeser maknanya. Jilbab dan kerudung pun mulai ditanggalkan oleh sebagian muslimah yang mengaku beriman. Fenomena ini bukan hal yang baru, Guys! Bahkan, terjadi di setiap negeri muslim yang mengadopsi aturan sekularisme dalam kehidupannya.
Akibat sekularisme juga, penerapan hukum syarak tidak dilakukan dengan sempurna berdasarkan akidah yang benar. Masyarakat belum sepenuhnya memahami urgensitas dan kewajiban penerapan hukum syarak dalam kehidupan bernegara. Ditambah hukum syarak yang diterapkan masih tebang pilih. Inilah yang mendasari konflik terjadi, alih-alih memberi solusi.
Di dalam Islam, penerapan hukum syarak tidak boleh dilakukan sebelum amar makruf ditegakkan. Negara wajib melaksanakan beberapa upaya sebelum memutuskan sanksi. Di antaranya upaya preventif, rehabilitatif, termasuk tindakan kuratif (sanksi). Upaya preventif dan rehabilitatif ini meliputi pemahaman terhadap akidah, menjelaskan kenapa sebagai muslim kita wajib taat, serta risiko melanggar dan dampaknya bagi kehidupan pribadi dan masyarakat.
Selain itu, Guys! Pemerintah juga wajib mengedukasi terkait sanksi bagi pelaku kejahatan. Di mana di dalam Islam sanksi bukanlah untuk menyakiti, mencederai kehormatan, dan melanggar hak-hak kita sebagai manusia. Adanya sanksi justru untuk memulihkan kehormatan, menjamin kejahatan tidak terulang (efek jera) bagi pribadi dan masyarakat lainnya. Lebih dari itu, sanksi yang diberikan di dunia, akan menghapus ganjaran siksa yang lebih keras di hari pembalasan.
Khatimah
Jadi, Guys! Sikap polisi moral -jika benar sebagaimana yang diberitakan- adalah salah dalam pandangan Islam. Jadi, sah-sah saja jika mau protes penegak hukum diadili. Jika perlu, bukan hanya tragedi Amini, tapi juga terhadap nyawa-nyawa anak-anak tak berdosa korban kebiadaban penjajah di Palestina, Suriah, Rohingya, dan negeri-negeri muslim lainnya. Begitu kan logikanya?
Jadi, silakan berdemo Guys! Enggak masalah. Selama fokus pada tujuan, tidak disetir oleh pihak yang berkepentingan, dan terutama tidak menyasar syariat Allah. Jangan sampai termakan propaganda kaum kafir, ikut-ikutan menuntut hak lepas hijab, menjatuhkan muruah umat, bahkan memonsterisasi ajaran Islam. Karena hal itu hanya akan membuat musuh-musuh Islam semakin senang. Dan Islam lagi-lagi menjadi korban fitnah yang kejam. Dalam hal ini, Allah telah menasehati kita dalam firman-Nya, di surah Ali-Imran ayat ke 118,
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.”
Wallahu 'alam bishawab[]