Cinta Ilahi, Cinta Nabi, terapkan aturan Islam secara rinci. Cinta negeri, ikuti Nabi. Itulah cinta hakiki.
Oleh: Messy Ikhsan
NarasiPost.com - Kesal, geram, kecewa, semua bercampur menjadi satu padu. Iya, setiap peringatan Hari Santri pada tanggal 22 Oktober. Selalu ada kejutan yang membuat hati teriris. Sakit, sungguh menyakitkan.
Jika tahun sebelumnya, bendera tauhid yang menjadi korban. Kini Film yang berjudul My Flag - Merah Putih Vs Radikalisme. Malah seperti mempersoalkan cadar dan celana cingkrang. Seolah-olah atribut Islam lebih berbahaya dari tarzan yang kekurangan bahan pakaian. Atau seolah-olah cadar dan celana cingkrang bagian dari radikalisme? Astagfirullah. (Cek link ini https://youtu.be/R9d5-QY0ZBw)
Film ini berkisah tentang menjunjung tinggi rasa nasionalisme dalam negeri. Mengagungkan bendera merah putih. Dan kalimat yang paling saya ingat. "Tak boleh ada bendera selain merah putih."
Hmm, bagaimana menurut Sobat semuanya?
Belajar Cinta Negeri dari Nabi
Padahal 14 abad yang lalu, sebelum manusia mengenal dunia. Sebelum penggerak nasionalisme ada. Rasulullah sudah mengajarkan terlebih dahulu 'esensi cinta pada negeri'. Hal itu beliau contohkan lewat perkataan maupun perbuatan.
Islam tak melarang mencintai negeri dan tanah air. Namun, jangan sampai menjadi fanatik buta. Mengalahkan cinta pada Allah, Nabi, dan Islam.
Melalui tindakan, Rasulullah tak pernah memangku jemari atas sikap jahiliyah masyarakat Arab. Praktik menyembah berhala, membunuh anak perempuan hidup-hidup, zina, riba, dan lain-lain. Tak Rasulullah biarkan berlalu begitu saja.
Demi cinta Rasulullah pada tanah airnya, Makkah. Beliau terpontang-panting dalam menyampaikan risalah Islam. Sanggup memangku ribuan amanah. Agar lentera ilahi menerangi Makkah yang saat itu gelap oleh jahiliyah.
Namun, apakah niat baik Rasulullah disambut baik? TIDAK.
Padahal Rasulullah menebarkan kebajikan. Mengajak kaum Quraisy taat pada Tuhan yang satu. Tetapi, ditolak mentah-mentah sampai beragam tantangan bertandang. Bahkan mengancam nyawa beliau.
Tetapi, apakah beliau menyerah dalam dakwah? TIDAK.
Sebab, kecintaan yang mendarah daging. Menuntut Rasulullah untuk melakukan perubahan secara revolusioner. Bagaimana Makkah harus diterangi dengan lentera Islam. Sampai-sampai Beliau hijrah ke Madinah, bukan bermaksud meninggalkan kota kelahiran.
Namun, Rasulullah menggumpulkan kekuatan politik. Mempersiapkan kondisi kaum muslim yang stabil di Madinah. Menanamkan bibit-bibit Islam di sana hingga bermekaran. Dan dilaksanakan Fathul Makkah (Pembebasan Makkah)
Lagi, dan lagi, inilah bentuk kecintaan Rasulullah terhadap tanah air. Memberikan yang terbaik untuk tempat kelahiran. Agar diterangi dengan lentera Islam. Termasuk bagian esensi mencintai negeri secara hakiki.
Sebab, rasa cinta pada tanah air menuntut bukti. Seperti yang dilakukan oleh Nabi. Bukan hanya mengumbar kata dan janji. Cinta negeri dan mempersembahkan diri untuk bumi pertiwi. Tetapi, ogah menerapkan aturan Ilahi secara rinci. Dalam kehidupan penduduk bumi.
Sungguh, cinta kalian hanya dusta. Mengandalkan hiasan kata-kata. Tetapi, tak ada bukti dalam kehidupan nyata.
Nasionalisme Semu Ala Kapitalisme
Nasionalisme merupakan suatu pemikiran yang berasal dari Barat. Mencintai tanah mengalahkan cinta pada Allah dan Rasulullah. Lupa bahwa tanah itu Dia yang menciptakan.
Selain itu, nasionalisme juga yang menyebabkan negeri-negeri muslim terpecah belah. Dari satu daulah Khilafah menjadi 50 lebih negara-negara kecil. Sungguh pemikiran ini sangat berbahaya.
Para penyokong nasionalisme versi kapitalisme. Hanya mampu mengobral janji. Cinta negeri! Semua harga mati! Tak ada yang lain selain ciri khas diri. Lalu menolak presepsi lain yang tak sesuai. Termasuk yang berasal dari Nabi.
Seolah yang tak berasal dari negeri sendiri. Tak boleh ada dalam bumi pertiwi. Mengingkari cadar, celana cingkrang, bendera tauhid, dengan alasan cinta tanah air. Padahal cadar, celana cingkrang,p bendera tauhid bagian dari syariat Islam.
Hmm?
Seolah cadar dan celana cingkrang lebih berbahaya dari baju bikini, mini, dan seksi?
Seolah orang yang menunjukkan identitas Islam termasuk radikalisme? Astagfirullah.
Seolah bendera tauhid yang di dalamnya ada lafaz lailahaillallah lebih berbaya dari bendera PKI? OPM?
Bukankah setiap muslim menginginkan sebelum mati mengucapkan kalimat lailahaillallah? Bukankah akan berujung surga bagi muslim yang mengucapkan lailahaillallah? Bukankah kain keranda juga bertuliskan lailahaillallah?
Semua yang kita bawa mati yaitu lailahaillallah. Bukan embel-embel ini dan itu harga mati! Tetapi lailahaillallah dan Islam yang harga mati!
Katanya, cinta negeri. Akan tetapi berdiam diri ketika aturan birahi merajai dan menyiksa penduduk bumi.
Katanya, cinta negeri. Akan tetapi SDA dikuasai asing dan aseng. Sementara rakyat pribumi memungut sampah yang dibuang.
Katanya cinta negeri. Akan tetapi anti aturan Ilahi diterapkan di bumi pertiwi. Yang jelas mengundang rahmat dan keberkahan. Malah lebih memilih aturan birahi yang berandalkan logika sesat. Menerapkan aturan rusak yang jelas merusak. Kan aneh?
Katanya, cinta negeri. Akan tetapi, menolak sunah Nabi yang jelas mengundang kebaikan. Malah memilih ajaran Maxisme, Kapitalisme, Liberaliseme, dkk, yang jelas berpihak pada pemilik modal. Kan aneh?
Nasionalisme versi kapitalisme hanya semu belaka. Dusta dan hanya bermodal kata. Masihkah berharap pada aturan birahi ini? Masihkah mau tertipu berulang lagi? Maka cukuplah firman Allah sebagai pegangan muslim.[]
"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS. Al-Maidah : 50)
Cinta Ilahi, Cinta Nabi, terapkan aturan Islam secara rinci. Cinta negeri, ikuti Nabi. Itulah cinta hakiki.
Picture Source by Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan Anda ke email [email protected]