"Kenapa pemerintah AS menetapkan kebijakan yang jelas-jelas mengancam nyawa warganya sendiri? Hal ini tidak lain karena AS berdaulat pada sistem kapitalisme dalam menentukan setiap kebijakan."
Oleh. Ana Nazahah
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hai, Bestie, kamu pasti sudah dengar kasus penembakan massal di Amerika beberapa pekan kemarin. Bak aksi laga di film-film Hollywood, saat sang mafia tiba-tiba menembaki kerumunan massa. Begitulah yang terjadi pada Sabtu (4/6/2022) malam di South Street Philadelphia, di mana 13 orang ditembak dan dua di antaranya tewas. Dikutip Kompas.Com, Minggu (5/6/2022)
Kasus penembakan di Philadelphia tersebut telah menambah daftar panjang kekerasan bersenjata di AS. Dalam sepekan saja, angka kejahatan penyalahgunaan senjata api ini telah berulang-ulang terjadi. Menurut GunViolenceArchive.org, sebuah organisasi nirlaba di Washington D.C diperkirakan 124 orang tewas dan 325 terluka dalam 300 lebih insiden yang didokumentasikan di Amerika Serikat sejak Jumat, (3/6). Dikutip Voa Indonesia, Selasa (7/6/2022)
Tak ayal, Bestie! Rangkaian kasus penembakan ini menjadi isu kekerasan yang memengaruhi stabilitas Amerika di kancah politik dalam negeri. Selain memicu perdebatan nasional terkait pembatasan kepemilikan senjata yang ditentang keras oleh para pendukung hak kepemilikan bersenjata yang mayoritasnya adalah produsen senjata api, di mana perdebatan yang tanpa ujung ini telah membawa AS ke taraf frustasi.
Rakyat Jadi Tumbal
Sebenarnya, Bestie! Perdebatan terkait peraturan senjata api sudah lama menjadi kontroversi di AS dan menjadi bahan perbincangan hingga di gedung putih. Namun sayangnya, hal tersebut tidak serius ditangani oleh pemerintah AS, sehingga penembakan massal ini terus berulang terjadi.
Tentu saja, hal ini telah menimbulkan rasa kecewa yang besar oleh sejumlah pejabat publik, karena segenap kebijakan yang diterapkan AS nyatanya nirsolusi. Sebagaimana luapan kecewa Wali Kota Chattanooga, Tim Kelly saat konferensi pers pada Minggu (4/6), beberapa jam setelah dua orang tewas dan 14 orang lain terluka dalam penembakan di sebuah klub di kotanya. Kelly mengatakan, "Saya lelah berdiri di hadapan Anda dan berbicara tentang senjata api dan korban yang kehilangan nyawa." Dikutip VoaIndonesia, Selasa (7/6/2022)
Kekecewaan Tim bukan tanpa alasan. Mengingat AS masih tetap mempertahankan kebijakan kepemilikan senjata api secara legal dan dijamin oleh konstitusi. Kebijakan yang tertuang dalam amandemen kedua konstitusi ini telah ada sejak 1791 dan tetap dipertahankan hingga kasus di Philadelphia itu terjadi.
Nah, merasa bingung 'kan, Bestie? Kenapa pemerintah AS menetapkan kebijakan yang jelas-jelas mengancam nyawa warganya sendiri? Hal ini tidak lain karena AS berdaulat pada sistem kapitalisme dalam menentukan setiap kebijakan. Sehingga mengubah kebijakan pun wajib bertumpu pada keuntungan materi. Keuntungan dari penjualan senjata api sepanjang abad 18 telah menyetor banyak pundi, khususnya bagi produsen senjata api. Jika aturan ini kemudian dicabut, maka produsen senjata api pastinya akan merugi, karena kehilangan pangsa pasarnya, yakni warga negara yang secara legal menjadi konsumen yang dilindungi konstitusi.
Sejauh ini kita bisa lihat, Bestie! Kapitalisme inilah yang menjadi biang kerok suburnya kejahatan dan pembunuhan akibat penyalahgunaan senjata api dan negara AS sendiri yang telah memfasilitasi pelaku kejahatan tersebut untuk membunuh rakyat AS sendiri. Kapitalisme hanya menguntungkan pemilik modal, sementara rakyat hanya jadi tumbal.
Kegagalan Demokrasi
Hal ini semakin membuka mata kita, Bestie, bahwa demokrasi tidak mampu memberikan rasa aman, bahkan bagi rakyat negara kampiunnya demokrasi. Penembakan massal yang terus berulang dan polemik kepemilikan senjata api di AS menunjukkan kebuntuan demokrasi dalam menyolusi problem penyalahgunaan senjata api yang berujung pembunuhan dan merusak ketenteraman bangsa.
Hal ini karena demokrasi lahir dari akal manusia yang terbatas. Dengan slogan kebebasan yang sangat diagungkannya, melahirkan manusia yang bebas berbuat 'semau gue'. Dalam demokrasi, individu bebas menentukan nasibnya sendiri. Standar perbuatan adalah kesepakatan bersama, tanpa melihat itu salah atau benar, hingga agamanya pun dilangkahi. Karenanya, dalam demokrasi suara rakyat adalah suara Tuhan, sedang suara Tuhan boleh ditiadakan.
Saat standar berperilaku diserahkan pada keterbatasan akal manusia dan meniadakan peran agama sebagai landasannya inilah yang memicu berbagai pertentangan, perselisihan, bahkan kerusakan. Karenanya berharap pada demokrasi untuk mewujudkan rasa aman dan tenteram dalam kehidupan merupakan hal yang utopia yang takkan mungkin terjadi. Walhasil, segala kebebasan yang dipuja ini telah menjerumuskan umat bertindak dan berperilaku di luar kendali. Sehingga negara yang dijuluki adidaya ini pun dibuat frustasi dan kebingungan mencari solusi dari masalah ini.
Terapkan Islam dalam Konstitusi
Pada dasarnya, akal manusia terbatas untuk memahami apa-apa yang ada di luar kemampuannya dan karenanya kesulitan menyolusi persoalan yang umat hadapi. Jika segenap kebijakan tidak mampu menyolusi dan malah melahirkan masalah baru, maka bisa dipastikan, solusi atau kebijakan tersebut bermasalah dan wajib diganti dengan solusi dan kebijakan yang lain.
Hari ini kita telah melihat berbagai kerusakan dan kegagalan demokrasi yang lahir dari ide pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme). Bukannya memberi solusi terhadap masalah umat, demokrasi justru merupakan sumber masalah dan wasilah lahirnya berbagai kerusakan umat.
Karenanya, Islam hadir sebagai jawaban dan pilihan satu-satunya untuk menyolusi seluruh problem umat. Tentunya dengan mengejawantahkan Islam berupa ideologi secara legal dalam kehidupan bernegara. Islamlah satu-satunya aturan yang seharusnya dijamin implementasinya oleh konstitusi. Terlebih bagi rakyat Indonesia yang mayoritas muslim ini, sudah sepantasnya mencampakkan demokrasi yang terbukti gagal dan mengembalikan Islam kehidupan, dengan menerapkan konsep perundangan-undangan berbasis syariat Islam dalam negara yang bernama Khilafah Islamiah.
Khatimah
Alangkah bagusnya, Bestie! Bagi yang telah menyadari keagungan Islam, tidak silau oleh gelar adikuasa, lantas tergila-gila dengan Barat karena pencapaiannya, kemudian meninggalkan Islam yang sudah jelas-jelas sumber rahmat bagi semesta. Alangkah baiknya pula, Bestie, jika yang telah sadar tersebut mau bekerja secara nyata, membangun peradaban Islam yang mulia, dengan menegakkan syariat Allah dalam kehidupan kita. Membuktikan pada dunia, bahwa umat Islam adalah umat terbaik yang pernah Allah utus ke muka bumi ini. Semoga kebangkitan Islam itu tegak dengan tangan-tangan kita! Wallahu a'lam bishawab.[]