Milenial Negara Maju Memilih Menjomlo, Ini Alasannya!

"Itulah yang terjadi kalau kehidupan ini diatur dengan sistem buatan manusia. Yaitu, sistem sekularisme kapitalisme yang menuhankan hawa nafsu dan menomorsatukan kebebasan. Mereka bebas memilih mau menikah atau tidak, punya anak atau tidak, melampiaskan hasrat seksualnya pada boneka atau hewan sekalipun yang penting happy sampai mati."

Oleh. Nay Beiskara
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Benarkah para milenial zaman now banyak yang gak mau nikah, punya anak, dan lebih bahagia hidup bersama pasangan boneka atau hewan peliharaannya? Aduh duh duh… Sebenarnya, apa yang terjadi ya, Sob?"

Lonely
I'm Mr. Lonely
I have nobody
For my own

Hai, Sob! Masih ingat dong lirik lagu "Lonely" yang dinyanyikan oleh Ikon. Yup, bagi kamu pecinta musik Barat pasti sudah hafal banget. Loh, kok ngobrolin musik Barat sih? Tunggu dulu, Sob! For your information aja nih, kalo lirik lagu ini mengisahkan seorang laki-laki yang sedih karena ditinggal kekasihnya. Akhirnya, dia merasa kesepian dan merindu sendirian.

Tapi nih, Sob… Kayaknya, perasaan sedih karena ditinggal kekasih gak berlaku lagi di zaman resesi seks seperti sekarang ini. Mau tahu alasannya? Karena generasi Z alias generasi milenial saat ini banyak yang lebih suka menjomlo alias hidup tanpa kekasih atau pasangan hidup, terutama mereka yang hidup di negara maju seperti AS, Korea Selatan, Eropa, Jepang, China dan beberapa negara maju lainnya. Mereka sudah merasa bahagia dengan hidup sendiri aja, Sob!

Koibito Ni Natte Kudasai?

Bagi kamu yang suka banget dengan anime atau drama Jepang, pasti tahu arti dari kalimat "Koibito ni natte kudasai?" Yup, dalam bahasa Indonesia artinya "Tolong kau jadi pacarku". Ternyata nih usut punya usut, tren mengucapkan kalimat itu cenderung menurun dalam dekade terakhir di Jepang. Pasalnya, di negeri matahari itu kini tengah merebak fenomena 'lonely economiy' dan resesi seks, Sob.

Fenomena tersebut ditunjukkan dengan adanya tren peningkatan angka kematian, sedangkan angka kelahiran semakin terjun bebas. Kantor berita cnbcindonesia.com (3/6/2022) melansir dari Reuters bahwa angka kelahiran di Jepang sekitar 811.604 orang saja, sementara angka kematian mencapai 1.439.809 orang. Hal ini berpengaruh terhadap penurunan pada populasi di Jepang sebanyak 628.205 orang. Wah angka yang cukup besar, ya Sob.

Gak hanya itu, Sob, Kementerian Kesehatan di sana juga melaporkan, jumlah rata-rata anak yang lahir dari seorang wanita seumur hidupnya dalam enam tahun terakhir turun drastis menjadi 1,3. Padahal, indeks global masih berada di angka 2,3. Inilah sebabnya Jepang dilabeli negara dengan populasi penuaan tercepat di dunia. Pertanyaannya, apa sih lonely economy dan resesi seks itu? Memang masalah untuk negara maju?

Lonely Economy dan Resesi Seks

Sob, menurut Bapak Chairul Tanjung nih, lonely economy itu adalah kondisi di mana seseorang lebih memilih untuk bertahan hidup sendiri sebagai salah satu dampak dari menyebarnya wabah Covid-19, sehingga memengaruhi pola konsumsinya. Artinya apa, Sob? Artinya, banyak orang yang memilih tidak menikah dan menunda untuk punya anak. Mereka merasa lebih enak hidup sendiri, tidak dibebani dengan tanggung jawab menafkahi istri, apalagi menanggung kebutuhan buah hati. Karena mereka menganggap jika punya istri dan anak, maka beban hidup mereka bertambah berat, gitu, Sob!

Memangnya bisa jadi masalah, ya? Ya iyalah… Bayangin aja nih, Sob! Bila angka pernikahan menurun, maka angka kelahiran pun ikut menurun. Bila angka kelahiran menurun, kemudian angka kematian meningkat, maka yang terjadi jumlah penduduk akan berkurang. Bila jumlah penduduk berkurang, terutama penduduk usia produktif, maka yang terjadi adalah krisis demografi dan ketidakseimbangan ekonomi. Bagi negara-negara maju, ini jelas masalah besar, Sob! Gegara jumlah pernikahan yang terdaftar di Jepang rendah nih, Tokyo mulai mengandalkan pekerja dari luar negerinya, Sob. Ckckck …

Nah, lonely economy ini ternyata sejalan dengan resesi seks yang terjadi di Jepang, Sob! Resesi seks adalah penurunan gairah untuk melakukan hubungan seksual, menikah, dan mempunyai anak. Hasil survei Kesuburan Nasional Jepang pada 2019 menunjukkan, 1 dari 10 pria berusia 30 tahun di negeri itu masih perjaka alias belum pernah berhubungan seks (Detik.com, 6/6/2022). Bukan hanya pria saja, Sob, yang enggan menikah, tapi kaum wanitanya juga sama. Keengganan mereka untuk menikah ternyata menekan angka kelahiran secara drastis, Sob. Bahkan, populasi perawan di Jepang paling banyak di dunia, loh. Wah, gak heran kalau kondisi ini mereka sebut 'kiamat', ya, Sob!

Bukan hanya di Jepang, Sob! Fenomena lonely economy dan resesi seks ini terjadi juga di banyak negara maju, Singapura misalnya. Pada 2021, angka kelahiran di Singapura hanya mencapai 1,12 bayi per wanita. Angka ini rendah banget, Sob, bila dibandingkan dengan rata-rata global yang masih berkisar di angka 2,3. Lanjut, nih Sob, data yang dirilis pada 2021 menunjukkan, hanya ada 19.430 pernikahan yang terdaftar antarwarga Singapura pada 2020. Artinya, pernikahan sudah semakin langka di sana, Sob.

Melihat kondisi ini, pemerintah Singapura lalu menawarkan insentif berupa uang tunai 'bonus bayi' bagi siapa saja dari warganya yang mau menikah, Sob. Bukan cuma itu, mereka juga mengizinkan para wanita lajang untuk membekukan sel telurnya. Tujuannya satu, yakni agar mereka semangat untuk mempunyai anak. Walah, beda banget ya, Sob, dengan negara kita hehehe …

Hal itu senada dengan yang terjadi di Korea Selatan, Sob. Di negara asal Kim Namjoon ini, resesi seks terjadi salah satunya disebabkan gencarnya feminis radikal menyuarakan prinsipnya yang dikenal dengan 4B atau Four No. Apa itu 4B atau Four No? Yakni, no dating (gak berkencan), no sex (gak berhubungan intim), no marriage (gak menikah), dan no child-rearing (menolak mempunyai dan merawat anak). Parahnya nih, Sob, salah satu pendukung kaum feminis bernama Bonna Lee menganggap kalau menikah itu lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Gubrak!

Dampak dan Akar Masalahnya Apa, sih?

Berbicara masalah dampaknya pada sebuah negara nih, tentu besar banget, Sob. Di antaranya, jumlah kaum manula alias sesepuh akan lebih banyak dibandingkan jumlah cucu-cucunya. Dengan kata lain, jumlah penduduk akan menurun, Sob. Bila fenomena ini berlarut-larut, maka yang terjadi adalah krisis demografi yang bisa menghancurkan kekuatan sebuah negara. Lama-lama demografi suatu negeri akan benar-benar binasa karena gak ada lagi generasi penerusnya. Ngeri banget 'kan, Sob!

Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga akan terus merosot. Pembelian boneka seks terbukti semakin laris, bahkan penjualannya naik 30 persen. Karena mereka yang lajang melampiaskan hasrat seksualnya cukup dengan boneka seks itu, gak perlu nikah. Penjualan hewan peliharaan pun kian melesat karena banyak dari mereka yang memilih hidup bersama hewan-hewan peliharaan dibandingkan hidup dengan pasangan lawan jenisnya. Sementara, pembelian rumah dan kendaraan kian menurun karena keduanya dianggap bukanlah prioritas yang harus dipenuhi. Hadeuh, dunia makin parah, ya Sob! Naudzubillah …

Itulah, Sob, yang terjadi kalau kehidupan ini diatur dengan sistem buatan manusia. Yaitu, sistem sekularisme kapitalisme yang menuhankan hawa nafsu dan menomorsatukan kebebasan. Mereka bebas memilih tuh mau menikah atau gak, punya anak atau gak, gaul bebas atau gak, melampiaskan hasrat seksualnya pada boneka atau hewan sekalipun it's okay, yang penting happy. Happy menjomlo sampai mati. Waduh!

Sistem ini pula yang gagal melindungi masyarakat dunia dari wabah Covid-19, Sob. Karena mau diakui atau gak, sistem yang diadopsi banyak negara di dunia inilah penyebab dari meluasnya korban yang berjatuhan. Ditambah lagi, perekonomian dunia yang terpuruk menjadikan banyak orang yang berpikir bahwa bertahan hidup di sistem saat ini sulit. Di tengah-tengah ketidakpastian, mereka akhirnya lebih memilih hidup sendiri. Gak perlu lagi tuh punya anak istri karena hidup sendiri aja sudah happy. Ga terbebani dengan tanggungan sana-sini. Wah wah …

Ini Kata Islam

Sob, Islam itu datang dari Zat Yang Mahasempurna, Allah Swt. So, yakin deh apa pun yang datang dari Allah Swt, pastinya juga sempurna, begitu pula Islam. Islam bukan hanya agama yang ngajarin kita untuk ibadah ritual semata, Sob. Tapi juga, agama yang memberi tuntunan bagaimana kita seharusnya menjalani kehidupan dan menyelesaikan setiap masalah hidup kita, termasuk dalam menyalurkan hasrat seksual. Islam juga punya pandangan yang beda banget dengan pandangan Barat tentang berkeluarga, Sob. Pokoknya, Islam TOP BeGeTe deh.

For your information nih, Sob, Allah Swt. telah menganugerahkan potensi hidup pada diri setiap manusia. Salah satu potensi hidup itu adalah naluri untuk melestarikan jenisnya. Bahasa kerennya disebut 'gharizah nau' alias naluri berkasih sayang. Sesuatu hal yang wajar akhirnya, kalau ada perasaan sayang pada keluarga, perasaan cinta pada lawan jenisnya, kasih terhadap hewan, dan punya kecenderungan untuk membentuk keluarga. Ini fitrahnya manusia, Sob.

Islam menuntun kita, kalau ingin menyalurkan hasrat seksual haruslah dengan cara yang halal. Satu-satunya cara yang halal dan sesuai hukum syarak, yakni dengan menikah, Sob. Bukan dengan berpacaran, bergaul bebas, berhubungan dengan sesama jenis (elgebete), apalagi dengan benda atau hewan. Salah kaprah tuh, Sob!

Ketika kita berkeluarga, itu berarti kita juga sudah menggenapkan separuh agama, loh. Karena ternyata di dalam kehidupan berkeluarga, banyak sekali hukum syarak yang harus dilaksanakan dan itu menjadi ladang pahala buat kita. Gak hanya itu, di dalam keluarga, kita akan menemukan ketenangan. Karena apa? Karena tujuan berkeluarga salah satunya memang untuk mewujudkan kesakinahan, Sob.

Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. Ar-Rum ayat 21 yang bunyinya begini, Sob, "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." Sampai sini jelas 'kan bahwa dengan berkeluargalah kita bisa mendapatkan ketenangan. Pahala yang bakal kita raih pun dunia akhirat lagi. Gimana gak enak, tuh.

Selain itu, berkeluarga menjadi jalan bagi manusia untuk bisa mempertahankan jenisnya agar gak punah, Sob. Dengan berkeluarga, kita akan mendapatkan keturunan yang banyak. Walaupun gak dimungkiri untuk menjadi orang tua dan mengasuh buah hati itu gak semudah membalikkan telapak tangan, ya. Tapi, pahalanya juga gak kalah dahsyat dan dijamin mendapatkan syafaat dari Rasulullah saw. Gak percaya? Simak deh hadis yang diriwayatkan oleh Muslim berikut ini, “Dari Anas bin Malik ra., ia berkata, ‘Rasulullah saw. telah bersabda, ‘Barang siapa dapat mengasuh dua orang anak perempuannya hingga dewasa, maka aku akan bersamanya di hari Kiamat kelak.’ Beliau merapatkan kedua jarinya.”

Bagi seorang ayah yang menafkahkan hartanya demi istri dan anaknya, Allah Swt. juga akan memberikan ganjaran pahala yang besar. Ini tercantum dalam hadis riwayat Bukhari, Dari Sa’ad bin Abi Waqosh, Rasulullah saw. bersabda: “Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari Kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), bahkan untuk makanan yang kamu berikan kepada istrimu.”

Masih banyak, loh Sob, hadis-hadis lain yang mengabarkan keutamaan menjadi orang tua yang mau merawat buah hatinya. So, sungguh merugi kalau sampai ada yang menyatakan gak mau menikah, gak mau punya anak, apalagi menganggap adanya anak menambah beban hidupnya. Rugi banget deh, Sob.

Nah, Sob, memutuskan untuk menikah atau menjomlo itu pilihan, ya. Tapi, kalaupun kita memilih untuk menjomlo, niatkan karena Allah, jomlo fisabilillah gitu. Bukan karena khawatir disakiti pasangan, gak mau punya momongan, menganggap berkeluarga itu sebagai beban, atau sekadar mengikuti tren hidup di Barat. Fix no ya, Sob!

Bukankah menikah sama dengan mengikuti sunnahnya Rasul? Apalagi, Rasulullah saw. akan membanggakan umatnya kelak bila jumlahnya banyak, betul? Jangan sampai deh, kita sebagai generasi Islam mengadopsi pemikiran seperti para milenial di luar sana. Sebaliknya, kita harus menyampaikan bagaimana Islam memandang semua itu dan turut memperjuangkannya sampai din ini bisa tegak kembali. Gimana? Siap 'kan, Sob! Siap dong!
Wallahua'lam bishshowwab.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim NarasiPost.Com
Nay Beiskara Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Honorer Lenyap, Muncul Outsourcing, Yakin Membawa Kesejahteraan?
Next
Waspada, Pantura Terancam Tenggelam!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram