Pajak Demokrasi vs Islam

"Mau tahu rahasia kemandirian peradaban Islam (Khilafah) dalam membangun negara? Rahasianya adalah terletak pada sistem pengelolaan kepemilikan sumber daya alam dan industri yang diatur sesuai dengan syariat Islam."

Oleh. Miladiah al-Qibthiyah
(Wakil RedPel NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Hi, Guys, apa yang ada di benakmu ketika mendengar kata pajak? Kalian pasti udah pada tau kan pajak itu adalah pungutan wajib berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah. Menurut kalian, sah-sah aja nggak sih kalo rakyat dibebankan dengan bayar pajak? Seberapa genting sih sampai-sampai hampir di setiap sektor yang ada di negeri ini terkena pajak?

Sebelum lebih jauh bahas soal pajak, aku ingin beri tau dulu ke kalian bahwa anak milenial itu bahasannya nggak melulu di lingkaran fashion, asmara, barang-barang branded, up date film Korea, atau eksplorasi jejaring sosial buat stalking idola tercinta. Akan tetapi, anak milenial juga harus paham dengan persoalan negeri, bagaimana mengahadapi efek globalisasi, perubahan zaman, bahkan sampai pada memikirkan nasib rakyat di tengah kesulitan demi kesulitan yang mengimpit kehidupan mereka. Why? Karena anak milenial itu adalah generasi penerus yang di tangannya perubahan sosial masyarakat hingga tegaknya sebuah peradaban gemilang itu akan tercipta. So, mulailah peka dengan keadaan sekitar ya, Guys!

Oke, back to pajak. Tau nggak, hingga April 2022, penerimaan pajak negara sudah mencapai angka Rp567,69 triliun lho, Guys. Angka yang fantastis bukan? Percaya nggak percaya, nominal besar itu seluruhnya dari rakyat lho. Wah…wah… rakyat Indonesia pada kaya-kaya dong. Apa benar uang sebanyak itu disumbangkan buat negara? Wait… bukannya negara yang harus menyumbang uang ke rakyat alias negara wajib memenuhi seluruh hajat hidup rakyat? Kok aturan di negeri ini malah kebalik, ya?

Sini kuberi tau! Di negara kita, pajak ini katanya sih solusi cerdas dan paling mungkin untuk memperbesar penerimaan negara, di mana sebuah negara dapat mandiri apabila seluruh APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang ada ditopang sepenuhnya oleh penerimaan perpajakan. Bisa dibilang pajak ini adalah satu-satunya tulang punggung pembiayaan pemerintah khususnya dalam pertumbuhan ekonomi.

Sebagai insight tambahan, demokrasi mengklaim punya hak pemenuhan kepada masyarakat yang tentu membutuhkan biaya yang sangat besar. Nah, biaya yang sangat besar itu ya harus juga dipenuhi oleh masyarakat. Melalui pembayaran pajak inilah rakyat dianggap telah menyumbang kepada negara dan ini sudah sesuai dengan salah satu kewajiban demokrasi. Jadi nggak perlu heran lagi Guys, kok rakyat harus bayar pajak ini dan itu, apa-apa dikenai pajak. Karena mekanisme perpajakan dalam demokrasi memang sudah seperti ini adanya.

Sektor-sektor Terkena Pajak

Sejak Covid-19 melanda dunia khususnya Indonesia, kini ada lima sektor yang banyak menerima insentif pajak imbas corona. Kelima industri itu adalah perdagangan, industri, jasa perusahaan yaitu jasa profesional (jasa hukum, akuntansi, arsitektur, teknik sipil, periklanan), jasa lainnya terkait persewaan, jasa agen perjalanan, jasa tenaga kerja, jasa keamanan, dan terakhir adalah akomodasi dan makan/minum.  

Wow… amazing banget ya, Guys. Pantesan aja per april 2022 ini penerimaan pajak berkisar 500-an triliun. Kalau tadi demokrasi mengklaim punya hak pemenuhan kepada masyarakat, seharusnya nggak ada lagi anak-anak yang kesulitan bahkan putus sekolah, rakyat yang hidup beratapkan langit beralaskan tanah, rakyat yang meregang nyawa akibat pengurusan administrasi rumah sakit yang super ribet, dll. Namun sayang, pembangunan fasilitas atau sarana umum ternyata belum merata.

Seharusnya ya, Guys, jika peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya pembiayaan pembangunan khususnya, ya minimal aspek vital atau kebutuhan dasar masyarakat sudah terpenuhi semua. Jadi wajar saja jika hampir seluruh lapisan masyarakat melakukan kritik terhadap pembangunan yang dilakukan pemerintah. Jadi bukan hanya masyarakat dong yang perlu introspeksi diri apakah sudah bayar pajak atau belum, melainkan pemerintah sebagai pengayom rakyat sudah maksimal dalam meriayah warga negaranya.

Hmmm… Jadi meleyot nih, Guys.. Hihihi… Jangan meleyot gitu lah. Masa iya anak milenial yang kuat, cerdas, calon-calon pemimpin masa depan meleyot tak karu-karuan. Ini nih pentingnya kita menjelajah jendela dunia. Ternyata, Guys ada sebuah peradaban kuat bahkan tak terkalahkan dengan peradaban mana pun yang mampu menopang seluruh hajat hidup rakyatnya tanpa menjadikan pajak sumber utama pemasukan negara, bahkan jarang sekali melakukan pungutan pajak pada rakyatnya. Nggak percaya? Lanjut baca, ya biar nggak penasaran.

Kedudukan Pajak dalam Islam

Sebelum kita sampai pada pembahasan peradaban yang disinggung tadi, kita kudu tau dulu nih kedudukan pajak dalam Islam. Dalam Islam, pajak dikenal dengan sebutan dharibah yaitu harta yang diwajibkan Allah atas kaum muslimin untuk membiayai hajat dan kepentingan yang diwajibkan atas mereka dalam kondisi tiadanya dana dalam baitulmal atau yang dikenal saat ini adalah kas negara. Jadi Guys, yang menjadi wajib pajak hanya warga negara muslim. Kemudian, pajak itu digunakan hanya untuk kepentingan yang spesifik saja dan pajak dipungut hanya dalam kondisi khusus yaitu ketika tidak ada dana di baitulmal.

Oleh karena itu, ketika kas negara kosong untuk memenuhi pengeluaran yang wajib bagi negara dan kebutuhan umat, maka pemerintah berhak memungut pajak terhadap warganya dengan syarat, pertama ia harus muslim (berarti warga negara nonmuslim tidak wajib). Nonmuslim hanya wajib bayar jizyah dan/atau kharaj. (Lihat di QS. At-Taubah: 29). Kedua, ia mampu, berarti muslim yang miskin tidak wajib ya, Guys (lihat di QS. Al-Baqarah: 219) bahwa memungut pajak dari yang miskin adalah kezaliman.

Beda banget kan pajak dalam demokrasi yang mewajibkan seluruh rakyat bayar pajak dengan sistem Islam yang hanya mewajibkan warga muslim yang mampu. Selain itu, besarnya pajak yang dipungut adalah jumlah yang mencukupi untuk melaksanakan kewajiban finansial bersama atas negara dan umat. Pajak tidak boleh diambil lebih banyak daripada kebutuhan tersebut. Mengambil lebih dari kebutuhan adalah kezaliman, Guys.

Khilafah Membangun Negara tanpa Pajak

Memangnya bisa membangun negara tanpa pajak? Dananya dari mana? Membangun negara maju dan terdepan kan nggak butuh biaya sedikit?

Itulah indahnya Islam, Guys. Islam itu benar-benar sempurna mengatur kehidupan negara tanpa membebani rakyat dengan pungutan pajak. Bahkan kebutuhan pokok rakyat seperti sandang, pangan, papan serta kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan bisa dinikmati secara gratis.

Mau tahu rahasia kemandirian peradaban Islam (Khilafah) dalam membangun negara? Rahasianya adalah terletak pada sistem pengelolaan kepemilikan sumber daya alam dan industri yang diatur sesuai syariat Islam. Dalam negara Khilafah, ada yang namanya milik negara, milik rakyat, dan milik individu, Guys.

Milik negara yang mana sih?
Milik negara itu seperti emas, timah, nikel, dll. yang hasilnya diperuntukkan untuk membangun negara dan membiayai operasional negara.

Terus milik rakyat yang mana dong?
Nah, milik rakyat itu yang berupa sumber daya air seperti, sungai, laut, danau, lalu api seperti minyak bumi, batu bara, gas, dll., dan vegetasi seperti hutan, padang rumput. Ini semua milik rakyat ya, namun tetap dikelola oleh negara. Nanti kalau ada hasilnya baru deh didistribusikan secara merata untuk seluruh warga negara untuk memenuhi hajat hidupnya. Sedangkan sumber daya industri seperti listrik, telekomunikasi, transportasi, dll, juga dikelola oleh negara, Guys.

Apalagi Indonesia penghasil emas terbesar di dunia, belum lagi hasil kekayaan laut dan hutan yang melimpah, seharusnya membuat rakyat Indonesia sejahtera ya, Guys. Tapi karena ada salah pengelolaan dari pemerintah, akhirnya rakyat tidak bisa menikmati apa-apa dari kekayaan negerinya sendiri.

Kalau dalam Islam kan jelas ya dikelola oleh negara, nggak ada tuh yang namanya hitam di atas putih dengan pihak asing maupun swasta dalam mengelola sumber daya alam negeri. Makanya negara Khilafah mandiri dalam membangun negaranya karena semuanya dikelola sesuai dengan standar syariat Islam.

Terakhir adalah milik individu. Yang mana hayoo milik individu?
Milik individu itu seperti mengelola bisnis apa pun. Jadi setiap individu berhak buka bisnis apa saja dengan catatan bisnisnya halal, no riba, dan mengelola bisnisnya harus berdasarkan syariat Islam.

Kira-kira paham nggak sampai sini? Kalau belum paham juga, yuk ah kita kopdar aja biar kalian makin paham. Hehehe.
Sekian ya, Guys. Wallahu a'lam bi ash-shawab.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Miladiah al-Qibthiyah Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Tahfifah
Next
Cari Jodoh dalam Kontestasi Politik
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Ummu Hezarfen
Ummu Hezarfen
2 years ago

Ternyata pajak dalam Islam hanya dibebankan pada warga muslim yang mampu saja ya. Beda banget dalam Demokrasi semua rakyat wajib bayar pajak. Yang ada si miskin makin miskin. Belum lagi hampir semua sektor dikenai pajak. Jadi merindui sistem Islam kalo kek gini.

bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram