"Bedah naskah Opini " Elegi Dua Sisi Kebijakan "
Oleh. Hana Annisa Afriliani,S.S
( RedPel NarasiPost.Com )
NarasiPost.Com-Assalamualaikumum.wr.wb Sahabat NarasiPost.com yang dirahmati Allah… Di sela-sela kesibukan mudik dan Idulfitri, marilah sejenak kita simak dulu bedah naskah pekan ini. Semoga bisa menjadi amunisi bagi kita para penulis ideologis untuk kian mempercantik untaian aksara kita.
Okee langsung saja yaa…
Bismillahirahmanirahiim…. Kali ini saya akan membedah naskah berjudul Elegi Dua Sisi Kebijakan. Dari judulnya cukup nendang nih, pendek tapi bermakna mendalam. Sukses bikin orang penasaran untuk membaca isinya. Nah, sekarang mari kita bedah isinya yukk..
Mulai dari paragraf pertama ya…
Babak baru kehidupan pasca pandemi mulai dijalani. Tidak hanya di dalam negeri, beberapa negara diEropa telah melonggarkan kebijakannya. Bahkan ada beberapa negara yang tidak lagi mewajibkan vaksin, kebebasan tidak menggunakan masker dan jaga jarak.
--> Terdapat beberapa kesalahan PUEBI di paragraf tersebut, di antaranya diEropa, seharusnya menggunakan spasi di Eropa. Karena di- di sana termasuk kata depan. Selanjutnya, penggunaan tanda baca koma (,) seharusnya ada sebelum kata 'dan' di kalimat terakhir.
Oke, lanjut ke paragraf ke-2 ya…
Hal ini terdengar melegakan bagi semua pihak, artinya kita dapat menjalani kehidupan normal seperti sedia kala. Pemerintah Indonesia sendiri juga telah memberikan kelonggaran di berbagai kegiatan masyarakat. Mulai peringatan Natal dan tahun baru, Imlek dan perhelatan MotoGP Mandalika sudah tidak mewajibkan syarat vaksin dan tidak adanya larangan berkerumun.
--> Kalimat kedua dan ketiga pada paragraf tersebut kurang efektif, karena ketidaktepatan dalam penempatan tanda baca.
Seharusnya…
Pemerintah Indonesia sendiri telah memberikan kelonggaran di berbagai kegiatan masyarakat, seperti peringatan Natal dan Tahun Baru, Imlek, dan perhelatan MotoGP Mandalika. Semuanya sudah tidak mewajibkan syarat vaksin dan tidak ada larangan berkerumun.
Terlihat kan bedanya?
Tahun Baru huruf awalnya kapital karena merupakan sebuah momentum perayaan.
Masih semangat? Lanjut yaa….. paragraf 5…
Kebijakan plinplan dan inkonsisten kerap diberlakukan oleh pemerintah. Sikap seperti ini justru semakin memupuk ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah. Hal seperti ini wajar saja dalam sistem sekuler kapitalis. Sebab kebijakan yang diberlakukan akan selalu disesuaikan dengan pesanan atau sekedar hawa nafsu manusia saja. Kebijakan yang diberlakukan tidak benar-benar untuk kesejahteraan masyarakat. Bisa saja kebijakan longgar digelaran MotoGP Mandalika bisa mendatangkan cuan bagi negara dan para kapital. Sedangkan mengurusi mudik yang bisa saja tidak banyak berimbas positif pada pendapatan negara adalah hal yang melelahkan saja.
--> Terdapat kesalahan PUEBi dalam paragraf tersebut, di antaranya plinplan seharusnya plin-plan (dipisah tanda hubungan (-) karena merupakan kata ulang berubah bunyi). Sekedar seharusnya sekadar.
--> Paragraf ini tidak ditopang oleh argumentasi yang logis dan akurat, terkesan hanya dugaan semata.
Lanjut lg yaa…Paragraf ke-6
Keadilan dalam satu kebijakan saja tidak bisa didapatkan masyarakat. Tidak ada masalah tentang vaksin booster jika memang diperlukan. Namun hal yang lebih penting adalah adilnya penguasa dalam membuat dan menerapkan kebijakannya. Disatu sisi mereka menerapkan aturan yang longgar, tidak berselang lama aturan tersebut diperketat lagi. Seorang pemimpin akan ditaati dan disegani oleh rakhatnya jika dia mampu berlaku adil kepada semua rakyatnya. Kebijakannya berdasarkan pertimbangan yang matang dan saran dari ahli dibidangnya, bukan atas pesanan atau kepentingan politik semata.
--> Kalimat ke-1 dan ke-2 tidak berkorelasi. Semestinya ada kalimat yang bisa menjembatani. Dan susunan kalimatnya pun tampak rancu. Keadilan dalam satu kebijakan saja tidak bisa didapatkan masyarakat. (ini maksudnya bagaimana? Perlu ada penjelasan detilnya)
--> disatu sisi harusnya di satu sisi . Kemudian dibidangnya seharusnya di bidangnya
Lanjut yuk ke paragraf ke-7….
Perbedaan perlakukan kepada kaum Muslim memang perlu dicermati, mengingat saat ini pemerintah sedikit sensitif terhadap semua peribadahan kaum Muslim. Pengeras suara Azan diatur, ceramah dibatasi, penceramah di pilah pilah, tarawih dan tadarus dibatasi, mudik pun dibuat sulit. Semua ini akibat diterapkannya Islam moderat yang lahir dari rahim sekularisme.
--> muslim seharusnya m-nya tidak kapital. Kecuali di awal kalimat.
--> Azan seharusnya tidak kapital a-nya
--> di pilah pilih harusnya dipilah-pilih (tidak spasi, karena pembetuk kata pasif dan harus pakai kata hubung (-) karena kata ulang)
--> Ada kalimat yang tidak logis, yakni semua ini akibat diterapkannya Islam moderat. Tidak nyambung.
Lanjut lagi ya dikit lagi nih… Paragraf ke-8
Masyarakat yang tidak paham tentang semua ini mungkin hanya menerima dan menjalani dengan terpaksa kesempitan aturan yang diberikan oleh pemerintah. Namun jika hal ini terus berlanjut tidak menutup kemungkinan akan ada batasan batasan dan kesempitan lain dalam beribadah dan berdakwah. Islam moderat sejati nya bukanlah Islam yang lurus. Islam moderat hanyalah kedok dari orang-orang sekuler yang ingin merubah ajaran Islam dengan ide kebebasan ala sekularisme.
--> batasan batasan seharusnya pakai tanda hubungan (-)
--> Analisis kurang pas.
Secara keseluruhan, tulisan ini kurang tajam analisisnya, bahkan konstruksi Islamnya tidak tampak sama sekali.
Demikianlah bedah naskah malam ini. Jazakunnallah bagi ukhtifillah yang sudah menyimaknya. Semoga bermanfaat[]