Sebenarnya RUU(larangan Minol) ini tidak perlu menjadi kontoversi karena bagi negara Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam, keharaman minuman beralkohol sudah jelas dalam Al Qur'an dan hadits.
By : Emmy emmalya
NarasiPost.Com-Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman beralkohol (minol) tengah di bahas oleh Badan Legislasi (Baleg) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). RUU tersebut diusulkan oleh 3 partai yakni Gerindra, PPP, dan PKS.
RUU itu terdiri dari tujuh bab dan 24 pasal. Beleid antara lain berisi definisi minuman beralkohol, pengawasan, tata laksana pelarangan, hingga sanksi pidana bagi pihak yang melanggar.
Sebenarnya RUU ini tidak perlu menjadi kontoversi karena bagi negara Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam, keharaman minuman beralkohol sudah jelas dalam Al Qur'an dan hadits.
Alquran secara tegas dalam surat Al Maidah ayat 90-91 menilai bahwa minuman keras adalah sebagai salah satu aktivitas setan yang harus dihindari oleh kaum muslimin. Melalui minuman keras, bisa menimbul permusuhan, karena dalam keadaan mabuk peminumnya tidak dapat mengontrol diri.
Larangan tersebut bukan hanya ditujukan kepada yang meminumnya, tetapi semua yang terlibat dalam aktivitas yang berkaitan dengannya. Rasulullah SAW bersabda:
"Allah mengutuk minuman keras, peminumnya, pemberi minum (orang lain), penjualnya, pemerasnya, pengantarnya, yang diantar kepadanya, dan yang memakan harganya.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan Hakim, melalui sahabat Nabi Ibnu Umar.
Ini berarti, walaupun tidak meminumnya, segala akitivitas yang menghantarkannya juga di haramkan.
Jadi bagi umat Islam pengharaman minuman beralkohol sudah jelas sehingga tidak boleh ada pertentangan, karena bila menolak ketentuan tersebut berarti konsekuensinya adalah dosa besar.
Lalu bagaimana dengan yang tidak beragama Islam, yang membolehkan minuman beralkohol ini, maka selama kegiatannya dilakukan dikomunitas mereka dan tidak menganggu ketertiban umum di berikan kebebasan.
Inilah buah dari penerapan sistem kapitalis yang hanya melihat barang dari segi profitnya saja. Selama barang itu bernilai profit maka itu sah-sah saja di perdagangkan di masyarakat, selama masih ada yang suka dan membutuhkan itu menjadi hal yang harus di penuhi tanpa melihat apakah barang itu bertentangan dengan keyakinan masyarakat atau tidak.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]