Logika memang harus dikedepankan dibandingkan mengikuti perasaan sendiri. Logika itu juga yang menuntun kita untuk menekuni jalur kehidupan masing-masing.
Berdiam diri bagaikan kepompong yang bersemedi dalam dunianya sambil mengalunkan do’a terbaik masing-masing.
Oleh.Andrea Ausie
(Pemred NarasiPost.Com)
NarasiPost.com-Lama sudah kita tidak saling bersapa walaupun kita masing-masing memiliki nomor kontak yang bisa terhubung. Kesibukan kita bagaikan kepompong yang menyelimuti dunia masing-masing. Bersemayam dalam menapaki pilihan hidup masing-masing.
Sesekali kutengok dirimu. Berlenggang dari satu layar ke layar lain mengibarkan jati dirimu. Gadis lugu nan polos terpoles gemerlap dunia hiburan membentuk sosok yang memancarkan keranuman dalam auramu.
Pro dan kontra selalu mampir menyapamu namun kupikir itu sangat wajar karena tidak semua orang akan menyukai kita dan mereka terlalu sibuk menuntut kesempurnaan seseorang tanpa mereka sadari bahwa dirinyapun belum tentu sangat sempurna.
Tahukah engkau?
Mungkin dunia kita saat ini hampir sama. Berada dalam dunia media sosial cuma beda jalur media. Duniamu dalam media intertainment. Menghibur publik dengan talentamu. Sebagai publik figur yang harus tampil sempurna demi fansmu dan industri hiburan.
Sementara duniaku dalam media dakwah melalui website media news. https://narasipost.com itulah media dakwah yang kubangun bersama beberapa orang-orang hebat yang punya misi dan visi yang sama.
Media dakwah yang menampung para penulis ideologis menuangkan gagasannya melalui rubrik-rubrik NarasiPost.com dengan motto “ Cerdas dalam Literasi Media, Bijak Menangkap Peristiwa Kunci “
Aku menemukan banyak sekali sosok-sosok penulis yang mengagumkan. Bukan hanya dari seluruh Indonesia namun juga dari berbagai negara. Bagaikan alunan nada-nada kehidupan yang terurai dalam lincahnya jemari mereka. Berlomba menuangkan berbagai gagasannya dengan tinta-tinta emas mereka semata untuk dakwah dan mengumpulkan amal jariyah.
Pahamilah..
Sejujurnya masih ada bilur-bilur kerinduanku untukmu.
Mengenangmu seolah membuka lembaran-lembaran buku kehidupan saat dirimu mampir dalam hidupku.
Masa-masa saat senyummu merekah dan suaramu yang renyah menyapaku namun tiba-tiba harus tertutup tirani kilatan fitnah dan kebencian oleh pasir-pasir yang gemerisik kecemburuan akan kedekatan kita. Gemerisik pasir yang seolah berlomba dengan rengekan tokek-tokek kelaparan hingga membuatku lelah berdiri.Pergi membawa luka hati yang tiada terkira.
Logika memang harus dikedepankan dibandingkan mengikuti perasaan sendiri. Logika itu juga yang menuntun kita untuk menekuni jalur kehidupan masing-masing.
Berdiam diri bagaikan kepompong yang bersemedi dalam dunianya sambil mengalunkan do’a terbaik masing-masing.
Mengenang masa lalu tidak ada salahnya sebagai introfeksi untuk melangkah ke arah yang lebih baik.
Namun terkukung oleh masa lalu itulah yang harus disingkirkan agar langkah kita mengayun ke depan terasa ringan. Dan itupun yang saat ini kujalani.
Mungkin yang kurasakan saat ini sama dengan yang kamu rasakan saat harus berhadapan dengan publik. Segala lisan dan tulisan tersorot oleh mereka yang menantikan tindakan kita. Terkadang ada rasa tak enak hati dan bersalah saat harus mengembalikan karya seseorang yang susah payah merangkainya dan mengirimkannya kepada kami.
Namun aku selalu tersadarkan bahwa media narasipost.com sedang membentuk para penulis yang berkwalitas nan ideologis. Akupun berusaha merangkul mereka sebagai bagian dari keluarga NarasiPost.com.
Dunia kita memang beda walau media kita hampir sama. Ibarat telapak tangan dan punggungnya. Mempunyai warna dan arah yang berbeda. Masing-masing mempunyai pilihan dan tujan sendiri dan kita sadar bahwa akan ada pertanggungajawabannya kelak atas apapun yang kita lakukan termasuk tulisan yang kita rangkai.
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya”
(QS.Al Isra:36)
Mengenangmu, Nak..[]